Laga tersebut merupakan laga hidup mati, melawan PS Siak, Pekanbaru, Riau timnya wajib menang karena pada saat itu regulasi masih menggunakan 1 tim juara divisi 2 yang berhak mendapat tiket promosi ke ksta tertinggi karena memang sistemnya masih per-wilayah.
Kitman (pembantu tim, red), Masseur (tukang pijat tim), fisioterapis, hingga tukang baso tahu di Stadion terlihat lebih sibuk dari biasanya. Ribuan supporter sudah memenuhi tribun.
Gemuruh seakan meruntuhkan stadion Tugu tatkala Ricardo pemain sayap Batavia FC dijatuhkan dikotak penalty PS Siak saat melakukan akselerasi meliuk-liuk mengelabui tiga pemain sekaligus.
“Kau Galang, kau yang ambil....!” Coach Rico berteriak dipinggir lapangan. Seperti biasa, Galang melakukan sebuah ritual khusus sebelum mengeksekusi penalty tersebut. seolah-olah dia tengah berdiskusi dengan bola agar benda bulat tersebut menuruti kehendaknya untuk mengoyak jala lawan. Tatapan matanya tajam kearah bola. Kalau tidak masuk, ini akan menjadi laga paling berat Batavia FC mengingat di leg pertama saat bertanding di Riau mereka kalah 2-0. Kini, seisi stadion menginginkan satu gol dari titik putih tersebut demi menjaga asa lolos ke liga utama untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Wasit sudah meniupkan peluitnya, pertanda bola sudah boleh di eksekusi. Perlahan kaki Galang bergegas mendekati bola, nyaris seluruh pasang mata menahan nafas tatkala ujung sepatu kapten flamboyant itu menyentuh bola.
Aaaaaaaah siaaaal..! Seakan seluruh yang menyaksikan eksekusi tersebut dikomandoi untuk kecewa secara serempak. Kedua tangan Galang memegangi kepalanya, kekecewaan yang tidak bisa lagi disembunyikan. Semua kecewa, kecuali tim lawan. Mereka berselebrasi seolah sudah yakin timnya akan dengan mudah menerima tiket promosi.
Di pertengahan babak pertama jelang turun minum, Galang terlibat dalam adu jotos antara pemain PS Siak dan Batavia FC. Untung saja Galang masih ditoleransi dengan kartu kuning, padahal Ia kedapatan menghajar pemain lawan dengan sengaja menggunakan sikutnya, beruntung sekali Galang karena seharusnya Ia diusir keluar lapangan, sebuah keberuntungan yang tidak hadir saat tendangan penalty tadi.
Beberapa kali coach Rico terlihat mengernyitkan dahi saat Galang secara bertubi-tubi menerima peluang emas dan tidak berhasil memaksimalkannya. Wasit mengijinkan kedua tim untuk masuk ke loker room dengan cara meniupkan peluit panjangnya.
Di loker room, perasaan setiap pemain sudah tak karuan lagi. Pelatih mendekati Galang sedangkan yang lainnya hanya tediam membisu diantara keheningan yang akut. “Kau. Ada apa?” Coach Rico kepada Galang dengan nada yang sedikit menyentak.
Galang membisu seperti yang lainnya. Pelatih tak habis pikir dengan apa yang terjadi. Permainan timnya begitu dominan secara keseluruhan hanya Galang saja yang tak bisa memanfaatkan peluang menjadi gol. Seluruh suporter mencaci Galang, cacian yang tak kalah menyakitkan dari pujian. Tapi sang kapten lebih menikmatinya ketimbang mendengar kata flamboyan yang disematkan kepada dirinya.
Tidak ada intruksi khusus dari pelatih kepala, namun mereka berusaha lebih agresif lagi untuk membongkar pertahanan grendel ala PS Siak. Ada 45 menit yang menentukan bagi mereka, menahan perayaan PS Siak menuju promosi, atau merayakan sepenuhnya kemenangan atas PS Siak. Hanya dua pilihan. Terasa getir sekali tekanan yang didapat Batavia FC.