Mohon tunggu...
GM Iqbal
GM Iqbal Mohon Tunggu... kepolisian -

Perantau yang tidak sepakat untuk merantau

Selanjutnya

Tutup

Drama

Penat

1 Agustus 2014   02:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:44 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini baru namanya hidup. Walaupun semu dan sesaat tapi cukup melupakan namanya rasa terbuang. Anda pikir enak rasana hidup ditempat yang berbeda? Terkucilkan karena lain dengan kebiasaan kebanyakan?

Semuanya harus diterima, menjalani taqdir sebagai makhluk kasta ketiga. Sulit? Harus dihadapi, karena hanya itu karya yang bisa diperbuat dan diterima. Apalah arti sebuah nama kata William Shaekpaare, andai bunga mawar berganti nama, wangi harumnya akan tetap sama.

Bukan Alasan Nasib dan menentukan pilihan, tapi aturan yang mengikat semuanya tersebab.

Untungnya masyarakat senang akan pesta, kami terhibur merasakan goyangan dunia walau sesaat. Tapi inilah namanya suatu ketika. Bergoyang sejenak melupakan penyesalan yang sulit untuk dirubah. Bagaimanapun mereka manusia biasa. Hidup bukan untuk maakan. Tapi berusaha mengumpulkansedikit bekal untuk sebuah harapan.

Disaat goyangan itu terhenti, penyakit itu timbul kembali. Makian dan kutukan menjadi atribut kehidupan. Walaupun mereka sadar semunyanya bukan jadi sebuah solusi.

Keringat nafsu natural persembahan dari syetan. Tapi hanya musuh manusia yang bisa mengalihkan keadaan. Solusi yang menyebabkan suatu masalah. Sedangkan situasi tak memberikan pilihan.

Andai kejadian ini bisa memberikan sebuah pilihan, kan kulawan taqdir untuk mengubah harapan. Tabe' permisi bisa melupakan sebuah status, tapi aturan tetaplah sebuah aturan. Manusia berasal dari setetes air dan itulah sebuah ketetapan.

Legalkan seorang makhluk suci tak berdosa menyaksikan semua ini? Terkena getah akibat perbuatan yang ingin melupakan sejenak kepenatan sebuah aturan? Jawablah dengan sebuah kemunafikan yang masih bercokol tentang kekerasan dihati? Kemanusian dijadikan alat menyudutkan manusia yang tak mempunyai pilihan.

Mengapa kita bersandiwara??????

Foto : dok pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun