Sum mengatakan ia sangat heran ada orang seperti diriku yang masih berharap akan memiliki sebuah tungku api kayu seperti miliknya sementara ia mendambakan sebuah kompor gas seperti milikku. “Capek Bu membersihkannya, dapur hitam semua,” keluh Sum kepadaku.
Tungku api kayu selalu menyimpan banyak kisah yang membangunkan jiwa dibandingkan kompos gas merek pabrik. Bayangi kau harus mencari ranting-ranting kayu yang sudah tak berguna kemudian apinya harus kau jaga karena kau tidak punya alat kendali. Kendali ada di tanganmu semua.
Kita selalu takjub dengan hal-hal sederhana atas kemampuannya menyentuh. Mereka bersifat adiluhung karena banyak perjuangan terbentuk di sana. Hati manusia selalu membutuhkan kisah heroik seorang anak manusia lain untuk bertahan. Kalau tak percaya cobalah sekali-kali ke gunung atau ke pedalaman bukit-bukit dan temuilah penduduk yang berjerih payah memikul kayu bakar di pundaknya, biasanya ia pungut satu per satu di jalan. Jangan bilang kepadaku kalau setelah pulang kau akan bertanya ulang kepada dirimu apa yang kucari dalam hidup?
Kesederhanaan pasti suatu hari akan dikejar oleh umat manusia yang mendambakan hidup yang lebih bermakna dan kemudian menjadi biasa karena sudah menemukan cukup adalah cukup.
[caption id="attachment_338564" align="aligncenter" width="512" caption="Renungan {Biasa}"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H