Namun, nyatanya ketika seorang menkeu sedih, bukan hanya dia seorang yang matanya sembab. Dengan banyaknya pemotongan anggaran maka bisa dilihat bagaimana program-program ke masyarakat banyak batal demi menjaga defisit tidak makin menghimpit atau amit-amit lebih 3% GDP yang artinya melanggar UUD 1945!
Ini berarti kita semua kini sadar uang negara pun bisa terbatas, bahkan “Laut” kini sedang surut. Sehingga para penduduk laut bernama NKRI ini harus rela tidak terairi. Baik itu para perusahaan yang dipikir rakus seperti anemonlaut. Begitupun masyarakat sebagai penduduk laut layaknya Nemo, tokoh ikan kondang di dunia manusia yang merupakan spesies clownfish.
Berkenalanlah Anemon dan Clownfish
Anemon, walau merupakan dan terlihat memiliki kantung rakus dan buas, ia ternyata memiliki banyak kegunaan bagi ikan-ikan seperti clownfish. Perusahaan-perusahaan di Indonesia pun demikian dengan CSR yang diberikan, semua berkilau meski dengan warna yang berbeda…..layaknya anemon.
Kita bisa melihat bagaimana Djarum dengan PB Djarum-nya baru saja menjadi naungan dua atlet kebanggan bangsa yang berhasil mendapatkan medali emas Olimpiade dan membuat peringkat Indonesia di Olimpiade Rio di atas negara-negara tetangganya. Ya mungkin kita, bahkan aku pun cukup membenci usaha rokok yang menjadi industri penyebab penyakit di Indonesia ini. Namun, di tengah keterbatasan dana dan anggaran Pelatnas, PB Djarum mampu berbuat sesuatu.
Atau contoh lain dalam pendidikan ada Tanoto Foundation milik Tanoto yang sudah berkegiatan sejak 2001 dalam membantu pendidikan di Indonesia. Program uniknya adalah peduli pendidikan yang holistik mulai dari program pada PAUD, sampai program seperti beasiswa Tanoto untuk pendidikan tinggi yang didapat beberapa teman penulis. Bahkan, lembaga ini tak segan menyumbang gedung penunjang pendidikan di Indonesia seperti Grha Tanoto di Universitas Bhayangkara, yang konon diresmikan juga oleh Kapolri saat itu Jendral Bardodin Haiti.
Atau jika bicara CSR pendidikan pun penulis juga merupakan seorang penerima manfaat beasiswa dari Maybank Foundation angkatan pertama. Sehingga bisa dilihat saat defisit atau “laut surut” ini, bagaimana kemudian justru anemon memberikan kemilaunya. Bahkan sejalan dengan Nawacita ke enam untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
Di dunia nyata, clownfish justru hidup di anemon yang melindunginya dari pemangsa karena tentakel anemon bisa menyengat. Di situlah rumahnya, dan clownfish akan marah dan menghalau butterflyfish yang memakan anemon. Bahkan konon clownfish jarang keluar lebih dari 30 cm dari anemon-nya.
Lalu kenapa anemon yang jahat dan menyengat itu tidak menyerang ikan badut? Ternyata sengatan anemon yang beracun itu hanya mampu ditahan oleh clownfish yang memiliki lapisan lendir dengan zat karbohidrat glikoprotein yang mengandung polisakarida netral sehingga tidak cedera ketika tersengat. Selain melindungi dari butteeflyfish, nyatanya clownfish yang tidak tersengat itu pun tidak lantas mengubah naluri anemon dalam mencari makan.
Indahnya jika masyarakat dan perusahaan bisa berhubungan layaknya clownfish dan anemon. Saling menjaga, saling melindungi. Tentu syaratnya adalah perusahaan layaknya anemon, tidak mengganggap society ini sebagai musuh dan mau melindunginya. Begitupun masyarakat, juga ikut menjaga anemon dari para pengusiknya. Kemudian supaya tak tersengat harus memiliki glikoprotein yang merupakan karbohidrat yang juga merupakan sumber gula itu. Artinya manis, ia harus memiliki sikap positif terhadap sang anemon. Sehingga akhirnya bisa seperti anemon dan clownfish yang bisa menari bersama. Berharmoni…dalam kebersamaan. Semoga bisa.
Clownfish Wanna Be