Kabar terbaru di pengujung tahun 2019, terduga pelaku penyiraman air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ditangkap hari ini, Kamis malam (27/12/2019).
Tim Teknis kasus Novel yang dipimpin oleh Kepala Bareskrim Mabes Polri dan Komandan Korps (Kakor) Brimob telah mengamankan pelaku yakni RM, dan RB yang keduanya merupakan anggota Polri aktif.
Keduanya ditetapkan menjadi tersangka dan menjalani pemeriksaan lanjutan.
Berita penangkapan pelaku penyiraman Novel Baswedan ini pun seakan-akan menjadi "kado" akhir tahun. Pasalnya kasus ini sudah berlangsung cukup panjang yang sampai saat ini baru terlihat titik terang.
Sekitar dua setengah tahun yang lalu, pada 11 April 2017 peristiwa penyiraman air keras yang terjadi saat Novel berjalan menuju kediamannya, setelah menunaikan ibadah shalat Subuh di Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan pada mata dan akhirnya Novel Baswedan harus dibawa ke Singapura untuk mendapatkan penanganan medis pada kedua matanya.
Babak baru pun terjadi, dua pelaku penyerangan dan penyiraman air keras ditangkap seakan ada harapan untuk pengusutan kasus yang sampai saat ini menjadi misteri itu.
Spoiler dari Presiden Joko Widodo
Sebelumnya Presiden Jokowi memberikan spoiler terkait kasus Novel Baswedan (10/12/2019). Jokowi mengatakan berdasarkan laporan dari Kapolri baru Jenderal Idham Aziz bahwa ada temuan baru terkait pelaku penyiraman air keras ini yang sudah menuju pada kesimpulan.
Atas temuan baru tersebut, Jokowi meminta kasus Novel Baswedan diungkap dalam hitungan hari. 17 hari setelah permintaan Jokowi, Tim Teknis dan Kakor Brimob pun menangkap pelaku terduga penyiram air keras itu.
Ada Aktor Intelektual dan Peran Jenderal?
Kasus Novel Baswedan ini layaknya misteri yang membuat rakyat Indonesia penasaran. Bagaimana tidak, penyelesaian masalah ini terkesan berlarut-larut hingga tak menemukan titik temu seakan dibiarkan hilang begitu saja ditelan waktu.
Atas penangkapan pelaku penyiraman air keras ini, Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Polri untuk menangkap aktor intelektual di balik peristiwa penyerangan Novel Baswedan ini. Tidak hanya aktor intelektual, Kuasa Hukum Novel Baswedan meyakini ada peran jenderal yang berasal dari kepolisian terlibat dalam kasus ini.
Berdasarkan kesimpulan Tim Gabungan yang dibentuk Polri sebelumnya, penyerangan Novel Baswedan ini masih berhubungan dengan pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK. Diduga ada enam kasus high profile yang menjadi penyebab Novel Baswedan diserang yang bahkan melibatkan anggota kepolisian.Â
Hal inilah yang meyakini tentu pelaku tidak hanya dua orang. Mungkin pelaku lapangan hanya dua orang, namun aktor besar dibalik kejadian tersebut masih dipertanyakan, apakah aktor intelektual tersebut adalah "orang besar" yang berkongkow dengan jenderal yang punya punya bintang besar atau akan dibiarkan begitu saja memudar.
Enam Plus Satu Kasus High Profile
Enam kasus high profile tersebut diantaranya mega korupsi e-KTP yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto dan beberapa nama lainnya, kemudian sengketa pilkada dan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan mantan Ketua MK, Akil Mochtar, suap untuk penanganan sejumlah perkara yang melibatkan beberapa perusahaan di bawah Lippo Group yang melibatkan Sekjen MK, Agung Nurhadi.
Ada juga kasus mantan Bupati Buol yang tertangkap tangan menerima suap atas rekomendasi izin usaha perkebunan dna hak guna perkebunan PT HIP/PT CCM di Buol, kasus ini disidik dan dipimpin sendiri oleh Novel Baswedan.
Selanjutnya kasus korupsi Wisma Atlet yang melibatkan banyak orang penting di pemerintahan SBY dengan nilai kerugian negara mencapai lebih dari Rp 25 miliar.
Dan yang terakhir kasus pencurian sarang burung walet yang terjadi pada tahun 2004 saat Novel Baswedan menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polda Bengkulu yang disebut menembak enam pelaku yang berujung pada satu pelaku tewas.
Selain enam kasus tersebut, ada satu kasus lagi yang terlupa yang juga diduga menjadi penyebab peristiwa penyiraman Novel Baswedan, yakni korupsi suap impor daging dengan tersangka Basuki Hariman.
Kasus suap impor daging ini kemudian berkembang menjadi kasus "buku merah" dengan dugaan perusakan barang bukti yang berisi catatan daftar penerima suap yang dilakukan oleh dua penyidik yang berasal dari Polri.
Ada dugaan dalam kasus suap impor daging tersebut mengalir dana ke Kapolri yang menjabat saat itu, yakni Jenderal Pol Tito Karnavian yang saat ini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
Hal ini pun menjadi pertanyaan besar, kenapa pengungkapan peristiwa penyiraman air keras kepada Novel Baswedan ini terkesan sangat lamban ketika kepolisian di bawah komando Tito Karnavian. Saat Tito menjabat sebagai Kapolri, 2,5 tahun pelaku penyiraman air keras ini tidak terungkap semua.
Begitu kontras dimana belum genap dua bulan Idham Aziz dilantik oleh Jokowi menjadi Kapolri baru, langsung berhasil menangkap pelaku penyiraman air keras ini. Apakah ada udang di balik batu atas pembiaran ini.
Titik Temu atau Harapan Palsu?
Melihat ke belakang, beberapa kasus yang melibatkan kepolisian selalu berujung mengawang-awang dengan kecurigaan bahwa kedua pelaku yang merupakan polisi aktif, akan diinvestigasi oleh polisi dan kemudian didampingi juga oleh polisi.
Belum lagi, Ketua Presidium LSM Indonesia Police Watch (IPW) mengklaim mengetahui informasi A1 pelaku penyerangan Novel Baswedan tersebut dilatarbelakangi oleh kesal dan dendam. Namun sayangnya, tidak dijelaskan dengan rinci alasan kenapa pelaku dendam terhadap Novel Baswedan. Bila nanti tidak ada pengembangan lebih lanjut, maka kasus ini hanya bersifat personal tanpa ada aktor besar di belakangnya.
Dan bila kasus Novel Baswedan dilatarbelakangi masalah personal hanya karena kesal dan dendam, tentu hal ini akan menjadi pertanyaan besar, seperti kenapa kasus ini berlarut-larut hingga waktu penantian yang sangat panjang bila hanya ada dua pelaku lapanagan, belum lagi isu KPK Taliban yang didengungkan oleh para buzzer.
Bila yang ditangkap hanya  pelaku lapangan saja, sepertinya rakyat Indonesia harus berlapang dada.
Yang jelas, kredibilitas dan integritas pemerintah dan kepolisian dipertaruhkan pada kasus Novel Baswedan, mengingat kasus ini sudah menjadi concern dalam skala nasional. Kegagalan pihak-pihak terkait untuk mengungkap dalang penyiraman air keras bisa juga berarti kegagalan kepolisian dan pemerintah membangun rasa percaya pada pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H