Hal apa yang terlintas di pikiranmu ketika mendengar nama Korea Selatan dan Korea Utara? Satu bangsa yang sama namun memiliki karakteristik negara yang sangat bertolak belakang.
Korea Selatan dan Korea Utara ini seperti kakak adik yang dulu "bermusuhan" namun saat ini terlihat mulai membaik.
Korea Selatan dan Korea Utara memang pada awalnya adalah satu negara yang berada di Semenanjung Korea, dan terpisah pada tahun 1945. Pemisahan ini pun menyebabkan pecahnya Perang Korea yang berlangsung pada tahun 1950 hingga 1953.
Pada Perang Korea tersebut, tidak hanya dua negara yang berperang, namun ada negara-negara yang mendukung kedua negara tersebut seperti sekutu Korea Selatan yang terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Britania Raya.
Sedangkan sekutu Korea Utara adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Uni Soviet.
Yap, Perang Korea yang menjadi cikal-bakal pemisahan antara Korea Selatan dan Korea Utara ini adalah perebutan perluasan ideologi Komunis dan Kapitalis. Hingga saat ini, (meskipun ada banyak perubahan) kiblat ideologi pemerintahan persekutuan negara ini masih sama, Korea Utara, RRT dan Uni Soviet masih memegang ideologi Komunis (dengan banyak perubahan) kemudian rivalnya Korea Selatan, AS, Kanada dan beberapa negara lainnya memegang konsep pasar bebas.
Hampir 74 tahun terpisahnya Korea Selatan dan Korea Utara, baru-baru saja Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan, ia berjanji akan menyatukan Semenanjung Korea pada tahun 2045 mendatang, tepat usia perpisahan mereka 100 tahun.
Dalam pidato memperingati ulang tahun ke 74 dari pembebasan Korea Selatan dari Pemerintahan Jepang, Moon Jae-in mengatakan bahwa denuklirisasi Korea Utara merupakan langkah awal dari bersatunya kedua negara ini.
Denuklirisasi dan kerja sama ekonomi dengan Korea Utara akan menjadi dasar pondasi perdamaian di semenanjung tersebut. Moon Jae-in bahkan bersumpah untuk mewujudkan penyatuan Utara dan Selatan pada 2045.
Dan langkah selanjutnya yang akan diambil adalah Korea Selatan dan Korea Utara berencana akan menjadi tuan rumah bersama pada Olimpiade Seoul-Pyongyang pada tahun 2032.
"Semenanjung Korea yang baru akan membawa kemakmuran baik untuk dirinya sendiri, Asia Timur dan dunia" kata Moon Jae-in di Aula Kemerdekaan di Kota Cheonan dikutip dari The Guardian.
Sebelumnya telah terjadi pertemuan bersejarah antara kedua pimpinan negara tersebut. Pada April dan Mei 2018 silam, Moon Jae-in dan Kim Jong-un bertemu untuk pertama kalinya.
Momen pertemuan orang nomor satu di kedua negara tersebut terakhir terjadi pada 11 tahun silam, yakni sewaktu Presiden Korsel masih diduduki oleh Kim Dae-Jung dan Roh Moo-Hyun bertemu dengan mendiang ayah Kim Jong-un, Kim Jong-Il.
Baik Moon Jae-in dan Kim Jong-un akhirnya bertemu di desa perbatasan Panmunjom, setelah 11 tahun kedua pemimpin negara tersebut tidak pernah bertemu.
Pertemuan tersebut juga berarti sebuah pertemuan politis dengan banyak maksa tersirat yang harus ditafsirkan oleh banyak pemimpin negara dan juga para pengamat politik.
Salah satu pembahasan dalam pertemuan perdana Moon Jae-in dan Kim Jong-un adalah untuk membujuk Korea Utara menjalankan denuklirisasi, yakni penghentian program nuklir yang dipandang sebagai sesuatu yang berbahaya.
Pada pidatonya tersebut Moon Jae-in secara lugas menyebutkan kerja sama ekonomi yang lebih besar dengan Korea Utara sebagai dasar perdamaian di dua negara semenanjung tersebut.
Sepertinya Korea Selatan sedang membentuk kekuatan ekonomi yang baru, yakni dengan menggandeng kekuatan-kekuatan baru, selain Korea Utara, Korea Selatan terlihat membuka peluang damai dan mengakhiri pertikaian perdagangan dengan Jepang yang berakar pada sejarah perang keduanya.
Membangun visi "kekuatan ekonomi yang tidak tergoyahkan" Korea Selatan tampaknya berencana akan memaafkan "dosa" masa lalu yang dilakukan oleh Jepang, dan membuka lembaran baru membangun kekuatan ekonomi bersama di Asia Timur.
Hal ini pun juga tidak beralasan, sebenarnya Jepang dan Korea Selatan juga dalam kondisi perang dingin setelah Korea Selatan dihapus dari "daftar putih mitra dagang" favorit Jepang.
Penghapusan ini terlihat sebagai langkah balasan terkait penangan Seoul dari keputusan Pengadilan Korea Selatan yang memerintahkan perusahaan-perusahaan Jepang memberikan kompensasi kepada sejumlah warga Korea Selatan yang diharuskan menjalani kerja paksa selama Perang Dunia ke-2.
Ketegangan antara Jepang dan Korea Selatan akan mengubah struktur ekonomi dan keamanan yang sudah lama terbentuk dalam kedua tersebut dan melemahkan kerjasama trilateral antara Korea Selatan - Jepang - Amerika Serikat.
Bila hal itu terus berlanjut, diprakirakan pihak yang akan diuntungkan adalah Republik Rakyat Tiongkok, satu raksasa besar ekonomi dunia yang saat ini memanas karena perang dagang dengan Amerika Serikat yang berimbas pada banyak negara, salah satunya adalah Indonesia.
Baik kerja sama maupun perang dagang yang dilakukan oleh negara pemegang kendali dalam sistem perdagangan, keamanan dan nuklir tentunya akan mempengaruhi banyak negara di dunia, terlebih buat mereka yang belum stabil baik dalam sektor ekonominya.
Bila nanti Korea Utara dan Korea Selatan benar-benar bersatu dan menjadi Semenanjung Korea, tentu hal ini akan berdampak banyak bagi Indonesia. Bagaimanapun juga, "penyatuan" dua negara ini pasti melibatkan banyak negara-negara adikuasa untuk saling memberikan pengaruh.
Indonesia, sebagai bangsa yang berpotensi mempunyai kekuatan ekonomi yang besar dan kuat juga harus mempersiapkan diri supaya pada waktunya tiba, kita tidak menjadi gagap dan tertinggal (lagi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H