Tidak hanya kelakuan para turis-turis yang tidak sopan dan cenderung semena-mena, Pemerintah Provinsi Bali juga sedang menghadapi fenomena "Begpacker" yakni turis mancanegara yang nekat dan miskin datang ke Bali.
Para begpacker ini kerap berlagak menjadi gembel lalu mencari uang di jalanan karena mereka tidak mempunyai uang untuk hidup selama di Bali. Ada juga turis yang mengais-ngais sampah hanya untuk mencari makanan sisa.
Dan ketika pemerintah Indonesia harus dibuat repot menangani masalah ini, lagi-lagi uang dari anggaran negara yang dipakai untuk mengurusi hal ini mulai dari konsumsi, penginapan hingga akomodasi.
Tentu saja hal ini sangat meresahkan membuat kita jengah dan muak, tidak hanya penduduk lokal di Bali tetapi juga sektor pariwisata di Indonesia yang terkesan "melacurkan" diri kepada mancanegara tanpa tahu masalah yang harus dihadapi.
Berdasarkan World's Travel & Tourism Competitive Index (TTCI)Â yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF), Indonesia menjadi negara paling terbuka dengan turis mancanegara peringkat 17 dunia.
Artinya untuk para turis dari mancanegara bisa dengan mudahnya masuk ke Indonesia tanpa keribetan dari aturan yang ketat, belum lagi fasilitas bebas visa yang diberlakukan di banyak negara.
Padahal buat WNI untuk mengurus visa ke luar negeri seperti negara Uni Eropa dan Amerika kerap kali mengalami kesulitan karena banyaknya syarat yang harus diajukan supaya visa mereka diterima dan bisa pergi ke Eropa.
Beberapa syarat yang penting yang harus dilengkapi oleh WNI seperti harus melampirkan tiket pesawat pergi-pulang, booking hotel, hingga lampiran bukti rekening yang dipunyai.
Sehingga negara-negara maju di Eropa dan Amerika inipun tidak harus mengurusi para "begpacker" yang kehabisan biaya untuk makan dan ongkos pulang ke negara asalnya.
Seharusnya kebijakan serupa juga harus diimplementasikan di Indonesia agar tidak sembarangan turis asing yang bisa masuk ke Indonesia dan berlaku seenaknya sendiri bahkan mengemis di bukan negaranya sendiri.