Padahal jarak antara lokasi bom dengan dengan gerobak sate milik Pak Jamal ini hanya sekitar 100 meter.
Jangan lupakan juga usai bom meledak di Sarinah tersebut masih ada tembak-tembakan dengan menggunakan peluru asli antara polisi dengan para teroris, namun tetap saja Pak Jamal masih santuy mengipasi sate-sate untuk para pelanggannya. Tidak takut bagaimana nyawa menjadi taruhannya.
Meskipun ada bom yang meledak dan juga kejadian tembak-tembakan Pak Jamal dan pelanggannya ternyata masuk dalam kategori orang yang santuy ini.
Kesantuyan orang Indonesia tampaknya sudah melekat dalam diri orang Indonesia sebagai satu bentuk ekspresi dari penyelesaian sebuah kejadian yang tidak perlu diribetkan lagi.
Bila orang Barat, Mark Manson harus menulis sebuah buku petunjuk dengan tajuk The Subtle Art Of Not Giving A F*CK, atau Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat, maka orang Indonesia tidak perlu mempelajari cara-cara untuk santuy, karena santuy sudah menjadi identitas yang masuk dalam aliran darah orang Indonesia.
Santuy adalah sebuah bentuk perlawanan dari beratnya hidup, besarnya tanggung jawab, repetan istri, julidan tetangga, sindiran kenapa belum menikah hingga mepetnya jatuh tempo segala hutang dan cicilan KPR dan motor dan masih banyak hal yang bila dipikirkan terasa akan menjadi sangat berat.
Memikirkan hal-hal berat tentang hidup tak akan pernah ada habisnya, kesusahan hari ini belum selesai dan masih ada kesusahan-kesuahan lainnya yang menunggu esok hari.
Daripada hidup bersusah-susah selalu, lebih baik santuy dulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H