Pada saat itu Gusdur menghentikan SBY dari jabatan Menteri Pertambangan dan Energi. Setelah Gusdur lengser, Megawati mengangkat kembali SBY menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan.
Saat itu SBY karena tidak mau dijadikan pasangan Megawati dalam kontestasi Pilpres berikut dan malah SBY mendirikan partai sendiri dan maju sebagai calon presiden dan menang.
SBY juga mengalahkan Megawati sebanyak dua kali, yakni pada Pilpres 2004 dan juga 2009. Ini juga lah yang mungkin menambah daftar luka Megawati terhadap SBY.
Perang dingin antara SBY dan Megawati ini juga yang menjadi "batu sandungan" untuk Jokowi berkoalisi dengan Demokrat.
Selain itu, SBY juga dikenal sebagai rival dari Prabowo ketika mereka berdua di AKABRI, perang dingin antara Prabowo dan SBY juga terjadi yang mengakibatkan Prabowo lulus setahun lebih lama dari yang seharusnya.
Namun koalisi Megawati dan Prabowo pada saat itu tidak bisa mengalahkan pasangan SBY-Boediono dan hanya mendapatkan 26,79 persen suara, sedangkan SBY mendapatkan 60,8 persen suara.
Kemesraan hubungan antara Megawati dan Prabowo ini berlanjut di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada tahun 2012, PDI Perjuangan berkoalisi dengan Gerindra dengan mengusung Jokowi yang merupakan kader PDI Perjuangan dan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) yang juga kader Gerindra.
Dan merekapun memenangkan kontestasi tersebut, Joko Widodo menjadi Gubernur DKI Jakarta dan didampingi oleh Ahok.
Perseteruan antara Megawati dan Prabowo pun mulai muncul pada Pilpres 2014 yang lalu, di mana Megawati sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan mengajukan Joko Widodo sebagai calon presiden dan melawan Prabowo-Hatta.
Prabowo merasa dikhianati karena konon katanya "kesepakatan politik" antara Prabowo dan Megawati yang mengisyaratkan Jokowi tidak akan maju di Pilpres 2014 ini justru diingkari oleh Megawati.