Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menilai Kepantasan Grace Natalie Menjadi Menteri "Milenial" Jokowi

10 Juli 2019   15:53 Diperbarui: 10 Juli 2019   17:01 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah MK menolak semua gugatan terkait sengketa hasil pemilihan suara yang diajukan oleh BPN, maka dengan resmi KPU mengumumkan penetapan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 akan dijabat oleh petahana Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin.

Dan babak baru pun dimulai, Jokowi saat ini sedang mencari dan mempertimbangkan orang-orang yang akan masuk ke dalam Kabinet Kerja jilid 2.

Satu sinyal yang dilontarkan oleh Jokowi adalah, bahwa menterinya nanti adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan dan tingkat profesionalitas yang tinggi.

Selain itu, Jokowi berencana akan menggaet menteri dari kalangan milenial. Milenial adalah ungkapan untuk mereka yang lahir antara tahun 1984 hingga 1997, jadi mereka yang berumur antara 22 hingga 35 tahun masuk dalam golongan milenial.

Dari banyaknya kandidat "menteri milenial" yang dilontarkan di publik baik melalui sosial media hingga media mainstream, satu nama yang paling gencar disebut-sebut adalah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie.

Namun, cukup pantaskah Grace Natalie untuk duduk menjadi menteri dan bekerja bersama di bawah kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam periode ini?

Mari kita lihat dan nilai sendiri dari track record dari sosok politisi perempuan muda dari partai dengan warna merah cerah ini.

Latar Pendidikan dan Karir

Grace Natali | IG/gracenat
Grace Natali | IG/gracenat

Grace Natalie adalah lulusan dari SMAK 3 BPK Penabur, Jakarta yang kemudian melanjutkan pendidikan dengan mengambil jurusan akuntansi di Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII).

Di kampusnya, Grace mengikuti kompetisi SCTV Goes To Campus dan berhasil lolos dalam tingkat nasional dan bahkan masuk dalam lima besar.

Dari sinilah asal mula Grace berkenalan dengan dunia jurnalistik dan kemudian menjadi salah satu penyiar di Liputan 6 yang tayang di SCTV.

Perjalanan karir Grace Natalie di dunia jurnalistik pun berkembang dan pernah menjadi penyiar di beberapa stasiun televisi lainnya seperti ANTV dan TVOne.

Bahkan Grace juga berkesempatan mengikuti kursus kilat di Maastricht School of Management di Belanda dari Januari hingga April 2009 silam.

Tidak hanya itu, pengalaman Grace di dunia jurnalistik semakin bertumbuh dan berkembang dan sempat terjun ke lapangan untuk liputan di daerah-daerah yang cukup rawan.

Grace pernah meliput tragedi tsunami Aceh 2004, meletusnya Gunung Talang Sumatera Barat, konflik Poso di Sulawesi Tengah, hingga liputan terorisme Agustus 2009 di Temanggung, Jawa Tengah.

Dalam karirnya di dunia jurnalistik, Grace juga pernah mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara ekslusif dengan beberapa tokoh internasional seperti Abhisit Vejjajiva (Perdana Menteri Thailand), Jose Ramos Horta (Presiden Timor Leste), Steve Forbes (CEO Majalah Forbes), George Soros.

Dalam dunia jurnalistik, pengalaman dan profesionalisme Grace Natalie sudah tidak kaleng-kaleng, atau diragukan lagi.

Hal ini dengan beberapa penghargaan yang diterima oleh Grace Natalie seperti Anchor of The Year 2008, Runner Up Jewel of the Station 2009 versi News Anchor Admirer, hingga salah satu wanita dari 100 wanita terseksi 2009 versi FHM Indonesia.

Pada Juni 2012, Grace melepaskan pekerjaannya di TVOne dan beralih dengan pekerjaan baru sebagai CEO dari Saiful Mujani Research and Consulting, yakni sebuah lembaga riset dan konsultasi yang berakar pada survei opini publik di Indonesia.

Dua tahun menjadi CEO Saiful Mujani Research and Consulting, Grace memutuskan terjun ke dunia politik dengan mendirikan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada tahun 2014.

PSI juga turut serta pada pemilihan umum (Pemilu) 2019 yang lalu, beberapa kader PSI sebenarnya berhasil masuk ke parlemen, namun terganjal dari presidential threshold 4 persen, sedangkan PSI hanya mendapatkan suara nasional sekitar 2 persen lebih.

Sikap Politik PSI

Grace Natalie dan Tsamara | Ig/gracenat
Grace Natalie dan Tsamara | Ig/gracenat
Dalam sikap politisnya, PSI menjadi partai yang terlihat tegas, seperti mendukung BTP pada Pilkada Jakarta yang lalu, kemudian dengan mendukung Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019 ini.

Selain itu, dibandingkan dengan partai-partai yang baru bermunculan, PSI terlihat lebih vokal bahkan jika dibandingkan dengan partai-partai lama yang berdiri.

Di bawah kemudi kendali seorang Grace Natalie, PSI terlihat bergerak di luar jalur mainstream partai kebanyakan yang diam terhadap isu-isu tertentu seperti menolak poligami. menolak menolak perda syariah atau perda yang berdasarkan pada hukum agama, hingga mendukung ekspor sawit dalam upaya penguatan rupiah.

Padahal menurut WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) hampir semua industri sawit yang dikuasai oleh korporasi itu bersifat merusak lingkungan.

Selain itu, PSI juga memberikan pendampingan terhadap kasus Rizky Amelia (Amel) yang diduga mendapatkan pelecehan seksual dari mantan pimpinannya di BPJS Ketenagakerjaan dan juga mendesak disahkannya RUU PKS.

Dalam upaya advokasi, PSI berikan bantuan hukum terhadap 16 korban perdagangan manusia yang diduga akan dijadikan pekerja seks komersial di Tiongkok.

Memimpin partai baru, sepak terjang Grace Natalie dinilai cukup mumpuni dengan gebrakan-gebrakan yang diberikan yang dilihat tidak main aman secara politis yang berisiko hilangnya suara dari masyarakat. Bahkan Faisal Basri pun memberikan suaranya ke PSI.

Namun, apakah dengan track record yang sudah dilewati oleh Grace Natalie bisa memantaskan dirinya untuk menjadi menteri milenial di kepemimpinan Jokowi. Karena memimpin lembaga kementrian tidak sama menjadi jurnalis ataupun memimpin sebuah partai politik. Ada banyak keputusan dan kepentingan hidup orang banyak yang diatur di bawah lembaga pemerintahan tersebut. 

Namun bukan berarti Grace tidak mempunyai potensi untuk menjadi menteri di era kepemimpinan Jokowi.

Jadi, kita tinggal melihat bagaimana langkah Jokowi selanjutnya dalam menentukan menteri-menterinya di kabinet kerja jilid II.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun