Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Duo Audrey dalam Lingkaran Distorsi Hoaks dan Disinformasi di Indonesia

9 Juli 2019   14:51 Diperbarui: 9 Juli 2019   15:10 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Audrey Yu | Surya Malang

1

Baru-baru ini kita dihebohkan dengan viralnya terkait informasi seorang anak jenius asal Surabaya yang mempunyai kepintaran di atas rata-rata bernama Audrey Yu Jia Hui yang disebut-sebut pernah bekerja di Badan Antariksa Amerika (NASA).

Selain itu, dikabarkan Audrey juga bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT G-20) di Jepang pada 28-29 Juni 2019 lalu.

Disebutkan oleh salah seorang pengguna Twitter mengatakan Audrey mempunyai kecerdasan dan kepintaran di atas rata-rata anak seusianya.

Audrey menempuh pendidikan dengan waktu yang singkat pendidikan SD ditempuh dalam waktu 5 tahun, SMP 1 tahun, SMA 11 bulan dan pada usia 13 tahun dia hendak melanjutkan pendidikan ke universitas, namun konon katanya universitas menolak karena usia yang masih terlalu muda.

Di Indonesia ditolak, maka Audrey melanjutkan pendidikannya di Virginia, dalam waktu belajar 3 tahun, Audrey menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 nya. Audrey dikabarkan memiliki dua gelar sarjanan yakni Fisika dan Bahasa.

Kemudian disebutkan juga bahwa Audrey pernah mendaftarkan diri menjadi TNI dengan modal ijazah S2nya, namun ditolak karena usianya yang masih dibawah 17 tahun.

Audrey Yu | Surya Malang
Audrey Yu | Surya Malang

Terjadi kerancuan terhadap informasi Audrey Yu Jia Hui ini, ada beberapa informasi yang benar namun ada juga yang hoaks alias informasi palsu.

Beberapa informasi yang benar tentang Audrey seperti kejeniusan Audrey yang menjadi satu dari 72 duta prestasi Indonesia dalam pagelaran Festival Prestasi Indonesia.

Audrey juga bersekolah di The College of William and Mary di Virginia, AS dan memang sudah berbakat sejak masih kecil, Audrey juga pintar berbahasa Prancis.

Dan saat ini Audrey sedang menempuh pendidikan S-3 nya di AS.

Audrey juga telah menulis dua buku yang berjudul Mellow Yelolow Drama yang menceritkan kisah patah hatinya yang dinilai tidak pantas menjadi orang Indonesia seutuhnya karena ia adalah seorang keturunan Tionghoa. Buku Mellow Yellow Drama ini terbit pada tahun 2014.

Buku keduanya berjudul Mencari Sila Kelima yang berisi semacam surat cinta kepada Indonesia, buku ini terbit pada tahun 2015.

Sedangkan untuk informasi terkait Audrey pernah bekerja di NASA dan juga bertemu Presiden Jokowi pada KTT G-20 di Jepang dan ditawari bekerja di BPPT (Badan Pengkajian dan Penrapan Teknologi) adalah tidak benar alias HOAKS.

#JusticeForAudrey

Justice for Audrey | Tribun Style
Justice for Audrey | Tribun Style

Dua bulan sebelum viralya Audrey Yu Jia Hui, ada peristiwa yang  jauh lebih menggemparkan menjadi viral kemudian mendapat sorotan oleh berbagai media nasional, yakni kasus pengeroyokan 12 orang yang bernama Audrey yang disebabkan karena asmara anak muda.

Audrey diduga mengalami kekerasan secara fisik dengan perutnya dipukul, kemudian kepalanya dibenturkan ke aspal, Audrey juga disiram dengan air.

Dan konon kabarnya para pelaku pengeroyokan Audrey ini melukai alat kelamin korban agar dianggap tidak perawan lagi.

Sontak hal ini memicu reaksi dari masyarakat Indonesia yang sudah terkenal dengan sifat responsifnya, perpaduan pelaku pengeroyokan 1 lawan 12, aksi tindak kekerasan yang brutal dan juga narasi melukai alat kelamin agar tidak kerawan berhasil membuat masyarakat geram dan marah.

Beberapa tokoh di Indonesia baik itu influencer, youtuber, selebritis, pun bereaksi dengan peristiwa yang dihadapi oleh Audrey.

Sedangkan dari pernyataan para tersangka, mereka mengaku telah menjambak rambut Audrey, mendorong hingga jatuh, memiting dan melempar Audrey dengan menggunakan sandal. Terkait membenturkan kepala Audrey dan melukai alat kelamin Audrey dibantah oleh para pelaku.

Hal ini dikuatkan dengan hasil forensik dari kepolisian.

Dari hasil visum ini bahwa berita tentang terkait kekerasan pada organ vital Audrey tidak benar, dari hasil forensik ini organ vital dari Audrey masih utuh, tidak ada robekan, luka dan tidak ada trauma fisik pada area sensitif tersebut.

Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kak Seto Mulyadi juga mengungkapkan berdasarkan informasi yang diterima di lapangan bahwa gambaran terhadap pengeroyokan Audrey yang brutal, parah dan tragis itu tidak benar.

Orang Indonesia Suka Narasi Hiperbolis

Duo Audrey ini merupakan contoh kecil bukti dari kasus hoaks dan disinformasi di Indonesia masih dalam tahap yang memprihatinkan. Masih banyak orang Indonesia terlalu responsif ketika ada sesuatu yang dilemparkan di dunia maya seperti kasus Audrey ini.

Di era kemajuan teknologi ini, kita masih sering dihanyutkan dengan berita-berita yang belum bisa dipastikan kebenarannya tapi dengan mudah dan cepatnya begitu percaya atas informasi yang diterima.

Terlebih bila berita-berita semacam tersebut diiringi dengan narasi yang dibesar-besarkan yang belum tentu pasti kebenarannya seperti Audrey yang bekerja di NASA dan bertemu dengan Jokowi di KTT G-20.

Atau narasi tentang pengeroyokan seorang pelajar perempuan oleh 12 orang yang menyebabkan organ vital perempuan tersebut terlukai.

Decak kagum kejeniusan Audrey atau geram karena apa yang dilakukan oleh Audrey seperti menafikan ada fakta yang harus kita telusuri terlebih dahulu, ada informasi yang harus diuji kebenarannya, bukan malah berlaku responsif terhadap informasi tersebut.

Kita masih perlu belajar bahwa informasi yang dilemparkan di dunia maya baik melalui sosial media bukan informasi utuh yang sudah teruji kebenarannya, karena kita tidak pernah tahu akan motif dari pengirim informasi yang kadang juga menggunakan akun palsu yang sudah jelas-jelas diragukan.

Menelaah informasi yang bergerak bebas di sosial media masih menjadi pekerjaan besar untuk masyarakat Indonesia, kita masih perlu belajar untuk menahan diri dan tidak menjadi orang yang responsif terhadap apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun