Akibatnya, orang-orang di sekitar Baiq pun menuduhnya memiliki hubungan gelap dengan M.
Merasa gregetan dengan hal tersebut, Baiq pun merekam pembicaraannya dengan M sebagai bukti bahwa dirinya tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan atasannya tersebut.
Baiq pun 'curhat' permasalahan tersebut dengan Imam Mudawin rekan kerjanya, namun Imam justru menyebarkan rekaman tersebut ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram.
Lantas M pun tidak terima karena merasa aibnya terdengar oleh banyak orang dan melaporkan Baiq ke polisi dengan delik pasal 27 ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Rekaman tersebut direkam oleh Baiq dan disebarkan oleh Imam, namun justru Baiq yang dilaporkan oleh M dan dijatuhi hukuman penjara enam bulan dengan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan.
Pasal Karet UU ITE
1
Baiq Nuril yang menjadi koban dan sebenarnya tidak menyebarkan rekaman percakapan antara dirinya dan Haji Muslim adalah korban dari penerapan pasal karet UU ITE.
Kasus Baiq Nuril ini bisa dianalogikan seperti ini; ada rumah yang kemalingan berkali-kali, lalu pemilik rumah dengan sengaja memasang CCTV supaya ada bukti untuk menunjukkan siapa pencuri tersebut. Setelah itu, sang pencuri terekam oleh CCTV yang dipasang dan dipublikasikan untuk memberikan sanksi sosial terhadap si pencuri.
Namun sidang dipengadilan justru memberikan putusan hukum kepada orang yang rumahnya kemalingan dan si pencuri tersebut masih bebas bergerak, kesalahkaprahan inilah yang seharusnya dibenahi, masa orang yang dizalimi dan mencoba membela diri malah menjadi orang yang dihukum, sedangkan Haji Muslim dan Imam Mudawin bebas dari jerat hukum.
Hal ini lah yang menyebabkan bahwa UU ITE harus direvisi kembali, karena UU ITE sudah memakan beberapa korban, tidak hanya Baiq Nuril saja.
Baiq Nuril merupakan satu dari rentetan korban yang didakwa oleh UU IT. Beberapa orang yang dipidana karena UU ITE ini seperti Prita Mulyasari yang menuliskan surat elektronik tentang ketidakpuasannya terhadap pelayanan kesehatan dari RS Omni Internasional.