Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Waspadai Kejahatan Perbankan dan Pinjaman Fintech Ilegal Mengincar saat Ramadan

8 Mei 2019   14:03 Diperbarui: 8 Mei 2019   14:13 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa-masa bulan Ramadan dan memasuki pra dan pasca lebaran sebenarnya akan banyak pengeluaran dan juga biaya-biaya tak terduga lainnya. Seperti buka bareng atau sekadar ngabuburit bersama teman lama, keluarga atau bahkan rekan kerja.

Belum lagi setelah itu memasuki Idul Fitri, biaya pengeluaran juga akan lebih besar, apalagi bila kamu harus mudik ke kampung halaman untuk bersilahturahmi bersama keluarga besar. Harus mempersiapkan biaya untuk tiket mudik atau balik, atau bensin dan tol untuk mereka yang menggunakan kendaraan pribadi, setelah itu sesampainya disana tentu kita masih harus mengeluarkan biaya lain-lain. Belum lagi bila ingin bertamasya bersama keluarga besar.

Tentu saja karena ini momen yang jarang terjadi, hanya satu kali dalam setahun tidak apa-apa bila harus mempersiapkan anggaran belanja yang lebih besar ketika bulan Ramadan dan Hari Raya Lebaran.

Namun, bila kita tidak menyikapinya dengan bijak dan mempersiapkan dengan matang, hal ini akan membuat kondisi keuangan kita bisa membengkak dan berada di masa-masa kritis. Dan biasanya pada masa-masa keuangan yang sekarat banyak orang yang tidak bisa berpikir dengan jernih dan matang. Selain akan mengakibatkan gagalnya perencanaan sehingga harus mencari pinjaman, akan selalu ada kejahatan perbankan dari berbagai modus yang mengintip.

Seperti kata Bang Napi dalam setiap akhir tayangan kriminal, kejahatan timbul bukan hanya ada dari niat pelakunya, tapi dari kesempatan. Waspadalah waspadalah.

Oleh karena itu kita perlu mengenali jenis-jenis kejahatan perbankan yang bisa dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab dimana saja dan kapan saja. Medium yang digunakan untuk melakukan tindak kejahatan itupun beragam mulai dari internet, telepon, hingga short message service (sms).

Berikut jenis kejahatan perbankan dan cara menghindarinya.

Penipuan melalui telepon

Trik seperti ini sungguh klasik namun sering sekali memakan banyak korban. Biasanya penipuan melalui telepon diawali dengan iming-iming mendapatkan hadiah atau ketertarikan terhadap barang yang diiklankan. Penjahat ini akan menuntun kamu untuk pergi ke ATM terdekat dan kamu disuruh untuk mengikuti intruksinya.

Untuk menghindarinya kamu perlu cek dan ricek identitas penelepon dan segera tutup telepon kemudian lakukan pengecekan atas identitas penelepon itu. Bila penipu hendak memandumu menuju ATM, segera tutup telepon tersebut. Karena bisa dipastikan itu adalah modus penipuan.

Penipuan melalui e-mail

Kamu juga bisa menerima e-mail yang seolah-olah berasal dari bank. Namun kamu jangan mudah percaya dan patut curiga bila diminta untuk memasukkan nomor rekening dan nomor pin. Itu adalah cara yang digunakan oleh penipu dengan menggunakan teknik phising, yaitu situs web yang dituju terlihat asli padahal tidak.

Untuk menghindarinya jangan pernah membalas e-mail tersebut, terlebih memasukan data pribadi kamu seperti nomor rekening dan PIN.

Bila kamu masih penasaran, sebaiknya kamu menelepon bank yang bersangkutan dan tanyakan perihal e-mail yang kamu terima.

Pemalsuan nomor telepon "call center"

Kejahatan seperti ini biasanya penipu memanipulasi mesin ATM agar kamu gagal bertransaksi dan kartumu seolah-olah tertelan di mesin ATM. Kemudian pada saat yang bersamaan kamu akan diarahkan untuk menghubungi nomor call center palsu dan kamu diminta untuk memberikan identitas pribadi termasuk nomor PIN mu yang sebenarnya bersifat rahasia.

Untuk menghindarinya modus penipuan seperti itu sebaiknya mau mencatat nomor telepon call center 24 jam bank tersebut dan jangan pernah memberikan nomor PIN kepada siapapun karena pihak bank pun tidak akan pernah memintanya.

Dalam modus ini, pelaku kejahatan membuat seolah-olah mesin ATM bank Anda rusak dan kartu tertelan. Anda segera diarahkan untuk menghubungi nomor call center palsu yang ada di sekitar mesin ATM. Nah, di saat itu Anda segera diminta untuk menyebut nomor PIN dan kartu pengganti akan segera dikirimkan. Agar terhindar, selalu catat nomor telepon call center 24 jam bank Anda menjadi nasabah. Jangan pernah memberikan nomor PIN kepada siapa pun karena pihak bank tidak akan pernah memintanya.

Pinjaman Fintech Bodong dan Ilegal

LBH Jakarta memaparkan dugaan pelanggaran aplikasi pinjamna online di kantor LBH, Jakarta (Kompas)
LBH Jakarta memaparkan dugaan pelanggaran aplikasi pinjamna online di kantor LBH, Jakarta (Kompas)

Selain penipuan perbankan, yang perlu kamu waspadai adalah pinjaman berkedok Fintech (Financial Technology) yang bodong atau ilegal.

Fintech adalah sebuah industri baru yang keberadaannya untuk mempermudah masyarakat mengakses produk-produk keuangan seperti literasi atau transaksi keuangan dengan menggunakan kemajuan teknologi sekarang ini.

Cakupannya untuk bisnis Fintech inipun sangat banyak seperti peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding) remitansi hingga riset keuangan. Karena industri Fintech masih tergolong baru di Indonesia masih banyak yang kaget dengan keberadaannyayang bertujuan untuk mempermudah malah menjadi mempersulit hidup konsumen.

Satu bidang industri Fintech seperti peminjaman online, terlihat kita bisa mendapat pinjaman berbentuk utang atau Peer to Peer Lending (P2P) dengan mudah, tanpa harus basa-basi yang basi dengan teman, kamu hanya perlu memasukan data yang dibutuhkan dan dalam waktu yang cukup singkat bisa mendapatan uang.

Yang perlu kamu waspadai adalah saat ini banyak sekali Fintech ilegal beredar di Indonesia.

Pada awal 2019 yang lalu, banyak media menyorot korban dari Fintech dari peer to peer (P2P) lending ilegal yang meresahkan. Hal ini dikarenakan mereka tidak mampu membayar utang ketika sudah jatuh tempo.

Bagaimana tidak selama tiga pekan di bulan November 2019 lalu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sudah menerima 1330 laporan dari para korban pinjaman online (Pinjol) yang berasal dari berbagai startup Fintech.

Yang menjadi permasalahan adalah, para fintech ilegal ini menyelenggarakan P2P lending dengan melakukan banyak pelanggaran.

Mereka (korban) yang mengadu karena sebagai debitur, pihak fintech sebagai pemberi pinjaman dianggap telah melanggar hukum dengan menyebarkan data pribadi dan juga merasa menerima ancaman, fitnah hingga pelecehan seksual.

Keresahan ini memuncak ketika ada korban yang berencana ingin bunuh diri karena dipermalukan, atau bahkan ada yang disuruh untuk menjual ginjal mereka. Pelanggaran-pelanggaran yang diterima oleh korban fintech yang paling sering dialami adalah bagaimana mereka menagih pinjaman yang ada.

Dari aduan yang masuk, LBH merinci 14 aduan, dan ironisnya, sebagian besar dari ribuan korban tersebut meminjam uang di bawah Rp 2 juta.

Per Januari 2019, OJK mencatat terdapat 231 fintech ilegal tambahan yang ada, sebelumnya pada akhir 2018 tercatat 404 fintech ilegal yang terdeteksi oleh OJK. Sehingga per Januari 2019 sudah tercatat total 635 fintech ilegal di Indonesia. Sebuah angka yang besar untuk jumlah korban yang mengerikan.

Selain itu, mereka yang telah melakukan pinjaman uang di berbagai aplikasi fintech tersebut merasa dirugikan dengan potongan biaya admin dan juga bunga mencapai 20 persen. Sehingga fintech tersebut hampir mirip dengan rentenir yang memberikan pinjaman dengan bungan besar.

Sebagai gambaran kasar, bila kamu meminjam uang dari fintech ilegal ini sebesar Rp 1 juta, maka uang yang kamu terima sekitar 800 ribu karena harus dipotong biaya administrasi dan harus dikembalikan sebesar Rp 1.200 ribu atas bunga 20 persen dalam jangka waktu yang ditentukan, biasanya jatuh tempo sekitar 2 minggu.

Bila pada saat jatuh tempo kamu masih belum membayar utang tersebut, maka kamu akan dikenakan denda sekitar Rp 50 ribu perhari. Semakin lama kamu melunasi utang tersebut maka uang yang harus dibayarkan juga semakin besar.

Bukan berarti kamu tidak boleh melakukan P2P lending, ketika Ramadan dan Lebaran tentu banyak pengeluaran yang membutuhkan uang, tentu solusi tercepat adalah mencari pinjaman. Namun harus perlu diperhatikan bahwa sebelum membuat kesepakatan, ada baiknya untuk cek dan ricek legal status dari fintech tersebut, kamu bisa mengeceknya di laman www.ojk.go.id

Karena fintech ilegal yang tak berizin dari OJK terlihat sangat membantu kita memperoleh pinjaman uang dengan mudah, namun kamu perlu berhati-hati karena itu berpotensi akan merugikan masyarakat.

Selain itu kamu juga perlu memperhatikan syarat dan ketentuan dari peminjaman seperti besaran bunga, denda, waktu jatuh tempo hingga akses data pribadi. Hal ini agar kamu nanti tidak kaget, karena ada beberapa fintech yang meminta izin data pribadimu, bila kamu keberatan jangan lakukan pinjaman.

Dan pastikan bahwa kamu mempunyai kemampuan untuk membayar utang yang kamu pinjam dalam tempo yang telah disepakati. Jangan melakukan pinjaman tanpa perencanaan yang matang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun