Kontestasi Pemilihan Umum untuk presiden dan wakil presiden 2019 akhirnya sudah berakhir jua. Sebuah drama cukup panjang akan menemui babak baru lagi. Bila kita mengingat kembali mulai dari penetapan pemilihan calon wakil presiden baik dari Prabowo maupun Jokowi sama-sama penuh drama yang sangat sentimental.Â
Mulai dari penetapan Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden dengan drama "jendral kardus" di pihak Prabowo hingga kekagetan massa ditetapkannya Ma'ruf Amin sebagai wakil dari Jokowi yang tidak diduga-duga, padahal banyak yang memprediksikan bahwa kandidat terkuat saat itu adalah Mahfud MD yang dianggap kompeten menangani situasi yang urgen di Indonesia saat ini: hukum dan agama.
Kemudian setelah penetapan secara resmi paslon presiden dan wakil presiden oleh KPU pada September 2018 lalu, pembentukan TKN dan BPN yang menyusun strategi kampanye terlihat di televisi maupun pengumpulan massa "down to earth" yang juga menyulut perhatian semuanya.Â
Perang para buzzer akan terus menyala namun dengan intensitas yang mereda, kebringasan di sosial media perang hoax dan data, berlomba dalam kelihaian dalam penggiringan opini untuk menarik suara sudah kita lihat dalam beberapa bulan terakhir.
Setelah melewati lima kali debat, akhirnya kita mendapatkan pemimpin yang memegang kemudi untuk lima tahun ke depan. Berdasarkan quick count dari beberapa lembara survey, kontestasi pemilihan presiden kali ini dimenangkan oleh petahana yakni pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin yang meraup suara sebesar 54.52 persen dari 97 persen jumlah suara yang masuk berdasarkan Hitung Cepat Litbang Kompas.
Sebenarnya kemenangan Jokowi-Ma'ruf amin sudah bisa diprediksikan. Hal ini dilihat dari strategi dan langkah taktis yang dilakukan oleh Jokowi dan TKN dalam merebut top of mind dalam masyarakat Indonesia sendiri.
Berikut beberapa alasan-alasan taktis kenapa pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin bisa menang dalam Pilpres 2019 dengan selisih perolehan suara lebih enam persen.Â
Kita bisa melihat bagaimana persona-persona yang ditangkap oleh masyarakat dalam top of mind mereka, bukan tentang data atau program-progam yang diunggulkan karena keduanya memiliki kesamaan yang persis hanya berbeda narasi saja.
Persona Jokowi
Secara persona Jokowi sebenarnya membawa narasi perasaan yang menyentuh untuk masyarakat. Meskipun semua turut andil media dan sosial media, kita melihat beberapa aksi dimana ada seorang nenek di Lamongan yang menangis ketika bertemu dengan Jokowi dan memeluknya, beberapa kelucuan anak-anak ketika diwawancarai dan ditanyai jenis-jenis nama ikann oleh Jokowi ketika blusukan,
Dan ada satu momen yang paling menyentuh ketika seorang anak berkebutuhan khusus bernama Rafi Fauzi yang berteriak kepada Jokowi karena ingin bertemu dan digendong oleh Jokowi.Â
Peristiwa tersebut tak ayal menjadi nilai tambah pada persona Jokowi yang mengusung narasi perasaan yang dianggap tak berjarak dengan rakyatnya.
Selain itu, bila kita perhatikan dengan seksama selama kampanye ini, intensitas publikasi narasi perasaan haru tentang orang-orang yang menangis karena keinginannya bertemu Jokowi terpenuhi itu lebih banyak dibandingkan pada sisi Prabowo itu sendiri.
Selama ini di pihak Prabowo, ketika sedang berkampanye seperti tidak terlihat momen yang mengharukan. Bila pun ada jumlahnya tidak sebanyak Jokowi.
Kenapa hal ini bisa mempengaruhi suara yang masuk ke Jokowi? Karena di Indonesia sendiri narasi siapa yang paling bisa menyentuh perasaan dialah yang berpotensi memenangkan kontestasi. Dan Jokowi melakukan itu.
Privilege Sebagai Seorang Petahana
Sebagai seorang petahana, Jokowi mempunyai keuntungan tersendiri yang tidak bisa dilakukan oleh Prabowo, yakni membuat keputusan-keputusan strategis yang secara tidak langsung menguntungkan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Setidaknya selama masa kampanye, Jokowi tidak cuti menjadi presiden, hal tersebut adalah sah dan dijamin oleh undang-undang.
Ketika pada masa kampanye, Jokowi sebagai presiden sendiri membuat beberapa keputusan yang sangat taktis dan strategis untuk memicu suara yang masuk seperti menaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan aparatur kepolisian, tidak hanya PNS dan Polri, Jokowi juga menaikan gaji tentara TNI.
Tidak hanya itu, Jokowi juga meneken Peraturan Presiden (PP) terkait gaji perangkat desa setara dengan PNS golongan IIA. Selain itu Jokowi juga meneken PP tentang pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) 2019 dan juga gaji ke-13 untuk para PNS atau ASN yang ditargetkan akan cair mendekati hari raya.
Meskipun dikatakan keputusan yang dibuat oleh Jokowi sebagai Presiden dengan tujuan kepentingan masyarakat dan tidak mengandung unsur politis, namun kita tidak bisa memungkiri hal ini secara tidak langsung menguntungkan dari Jokowi dan sangat politis sekali.
Apakah keputusan Peraturan Presiden ini menyalahi aturan? Tentu saja tidak. Apakah etis? Semua tergantung dari perspektif masing-masing. Namun secara sekarang Jokowi-Ma'ruf Amin memenangkan kontestasi ini.
Jokowi Tidak Blunder
Prabowo beserta dengan tim suksesnya sebenarnya sudah salah dalam memulai kampanye, yakni terkait kasus Ratna Sarumpaet yang secara tidak langsung berpengaruh besar terhadap kepercayaan kepada Prabowo menjadi bekurang.
Kemudian beberapa hal yang diucapkan oleh Prabowo seperti "Tampang Boyolali" "Unicorn" "Kesalahan pemerintahan sebelum Jokowi" dan juga apa yang Prabowo lakukan seperti menggebrak podium yang dia lakukan ketika sedang berkampanye di Jogja. Hal ini terbukti suara Prabowo anjlok di wilayah Boyolali.
Selain itu, Prabowo terlihat beberapa kali marah-marah. Menghilangkan konteks kemarahan dari Prabowo, tak sedikit orang yang menganggap Prabowo mempunyai anger management issue. Sehingga akan berbahaya bila dia menjadi presiden Indonesia karena karakternya yang cenderung diktaktor.
Sementara itu, Jokowi terlihat lebih kalem dan terus menjaga dirinya agar tidak masuk dalam situasi yang merugikan dengan tidak bersikap terlalu responsif dan cenderung jaga image.
Tim Sukses dan Relawan yang Solid
Dari rentang waktu sekitar enam bulan selama kampanye ini, terlihat jelas baik tim sukses dan relawan dari Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf terlihat lebih solid dibandingkan dengan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno.
Pertama dari isu meruaknya Partai Demokrat berada di dua kaki dengan membebaskan para kadernya memilih siapa yang akan menjadi presiden dengan tujuan untuk menyelamatkan suara Demokrat di daerah.
Selain itu, dari sisi publikasi persona materi kampanye dari Jokowi-Ma'ruf lebih bervariasi dan bermacam-macam. Mulai dari Goyang Jempol yang dibuat oleh Kill The DJ, Hanung Bramantyo dan rekan semuanya, hingga iklan-iklan shitpost dengan tajuk komedi seperti Dilan hingga kuntilanak yang semuanya dibuat oleh relawan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Sedangkan materi promosi dari BPN Prabowo-Sandi terlihat lebih sedikit dan kurang bervariatif yang terlihat lebih mengandalkan lagu dari Sang Alang yang berisi lebih banyak  tentang keburukan Jokowi daripada kelebihan dari program dari Prabowo-Sandi.
Ibu Iriana, Kaesang Pangarep dan Jan Ethes
Terakhir
Para haters Jokowi mungkin bisa membenci sosok Jokowi sesuka mereka, tapi akan sulit untuk mereka bisa membenci Ibu Iriana, karena she's so lovely.Â
Bila dilihat selama mendampingi Jokowi, Ibu Iriana menampilkan sosok yang keibuan, sederhana, tidak neko-neko dan setia kemana pun Jokowi melakukan kampanye di berbagai tempat. Dan pada masa-masa akhir dari kampanye, kita selalu dilihatkan kemesraan dari Jokowi dan Ibu Iriana.
Yang kedua adalah Kaesang Pangarep, cuitan-cuitan konyolnya di Twitter memberikan pesona tersendiri. Para warga net pun seperti tidak mempunyai jarak dengan anak orang nomor satu di Indonesia ini.Â
"Perseteruannya" dengan sang kakak Gibran atau kecemburuannya ketika Jokowi lebih memperhatikan Jan Ethes dibanding dengan dirinya sebagai anak bungsu, walaupun itu semua hanya sekadar gimmick dengan tujuan bercanda namun memberikan pengaruh positif bahwa Kaesang tidak jaga image dengan dirinya sendiri.
Beberapa kali, cuitan-cuitan "kontroversial" dalam versi bercanda yang dilakukan oleh Kaesang mempunyai respon yang positif dengan mendapatkan ribuan retweet dan replies.
Dan terakhir, cucu pertama Jokowi, Jan Ethes sudah mempunyai pesonanya tersendiri. Kita sendiri melihat tingkah polah kelucuan dan keimutan Jan Ethes yang menggemaskan ketika tampil di media.
Beberapa kali juga, "aksi" Jan Ethes menjadi trending tpic karena ke-UWU-an dia baik di Twitter maupun Youtube.
Orang-orang terdekat dari Jokowi ini mungkin tidak terlibat secara langsung dalam kampanye, namun mereka memberikan persona positif untuk sosok Jokowi sendiri yang bisa memberian pancaran pesona yang positif yang bisa membuat sekitar 54 persen memilih dia sebagai pemimpin Indonesia lima tahun kedepan.
Quick count sudah menunjukkan hasilnya, dan sekarang kita tinggal menunggu real count yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum itu sendiri.Â
Kontestasi pemilihan sudah berakhir, dan kita seharusnya sedang memasuki babak yang kehidupan dalam bernegara yang baru.Â
Pendukung yang menang tidak udah terbang, sedangkan pendukung yang kalah tidak usah tumbang. Sudah saatnya menghentikan perpecahan karena perbedaan dukungan karena rumah kita adalah Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H