Melatih diri menjadi dewasa sama seperti melatih tangan kita menggunakan pisau, bila kita semakin lihai menggunakannya itu akan bermanfaat untuk kita dan apabila kita payah, itu akan mencelakai kita dan orang lain.Â
Sekarang ini, menjadi dewasa seperti barang mewah yang bisa kita jumpai. Banyak sekali kita mendengar atau bahkan kita sendiri yang mengeluhkan kenapa banyak orang di sekitar kita yang tidak bisa bersikap dewasa.
Selain itu, kita juga sudah terlalu sering mempunyai daftar kriteria bagaimana orang harus bersikap dewasa. Sebuah daftar kriteria ini pun tidak sedikit, ketika ada orang yang bersikap tidak sesuai dengan daftar imajiner yang kita buat, dengan mudah asumsi untuk memutuskan bahwa orang tersebut tidak dewasa akan terbentuk begitu saja.
 Bukan berarti menjadi dewasa itu tidak penting, seperti tadi yang saya tulis, kedewasaan itu sebuah barang mewah sekarang itu, semua orang punya kesempatan untuk mendapatkannya, tapi tidak semua orang bisa melakukannya.
Bahkan sekarang banyak orang yang berpura-pura supaya bisa terlihat seperti orang dewasa, tapi kepura-puraan itu sementara, kita tidak bisa menyembunyikan selamanya tapi ada kesempatan untuk merubahnya.
Saya punya beberapa pertanyaan jawaban tentang mengapa orang-orang sekarang sulit menjadi dewasa. Pernyataan ini hadir dari pertanyaan-pertanyaan yang saya haturkan untuk diri sendiri. Semua ini karena menjadi dewasa itu sebuah kemewahan yang tidak semua orang mau memperjuangkannya.
Kenapa kita sulit menjadi dewasa?
EGO EGO EGO EGO. Ego adalah hal natural yang dimiliki oleh manusia ketika kita lahir. Dari bayi hingga kita menjadi sebesar ini, ada ego yang turut bertumbuh dalm diri kita. Ketika masih kecil kita selalu menuntut untuk diperhatikan, diutamakan, diberi spotlight.Â
Keinginan-keinginan seperti itu akan tetap tumbuh hingga kita nanti pergi, siapa juga yang tidak ingin diperhatikan dan diutamakan, tapi masalahnya bagaimana kita mengendalikan keinginan-keinginan tersebut.
Ingin diperhatikan, diutamakan, diberipengertian tentu saja baik, tapi ego menambahkan beberapa takaran dosis berbahaya yang akan menyakiti orang lain.
Ego ini sudah seperti rasa lapar, semua orang pasti pernah merasa lapar tapi tidak semua orang punya kendali ketika mereka lapar. Begitu juga dengan ego.Â
Kita semua pasti punya ego tapi tidak semua bisa mengendalikannya.
Ego yang beriringan dengan pertumbuhan kita kadang terlalu sulit untuk dikendalikan. Terlebih kalau kita sudah menjalani hidup dengan waktu yang cukup lama. Ego menjadi raksasa dan rasa lapar dalam waktu yang bersamaan. Semakin kita tua, secara alami tingkat rasa serba tahu juga semakin meningkat, semakin kita serba tahu, semakin menjadi kesombongan dan kesongongan kita.
Meski berjalan beriringan dengan waktu, ego sering tidak sejalan dengan kedewasaan. Kita lihat atau diri kita sendiri banyak orang-orang tua tapi selalu ingin dimengerti, dipahami, diperhatikan, semua berpusat tentang dirinya sendiri dengan cara yang salah.
Bila orang tua yang memiliki kesempatan dan waktu belajar menjadi dewasa lebih lama saja masih belum berhasil, apalagi anak muda yang menghabiskan waktu lebih sedikit.
Walaupun ada kemungkinan kita bersikap dewasa lebih cepat, jalannya selalu tidak gampang, dan tentu saja lebih berat.
Kenapa kita sulit menjadi dewasa?
Alasan yang kedua adalah karena kita selalu mengharapkan orang lain yang menjadi dewasa ketika menghadapi kita tanpa tahu bagaimana cara kita menghadapi orang lain.
We put the expectation of maturity on other people instead ourself
Ih ga dewasa banget sih dia, ih harusnya kan dia begini, dasar ga dewasa, ih kelagukannya engga banget deh, ih kok dia bisa gitu ya, seberapa sering kita menyalahkan orang lain dan terlalu sibuk melihat, menilai ketidakdewasaan seseorang tanpa sadar bahwa kita sendiri juga perlu untuk menjadi dewasa.
Merendahkan ketidakdewasaan orang lain adalah satu bentuk ketidakdewasaan kita sendiri.
Sebenarnya kita tidak punya tanggungjawab akan ketidakdewasaan orang lain tapi malah sesibuk itu untuk mengurusinya. Kedewasaan orang lain adalah tanggung jawab orang tersebut, sedangkan kedewasaan kita adalah tanggungjawab kita sendiri bukan orang lain.
Terlalu sibuk melihat kekurangan orang lain tidak serta merta akan membuat kita menjadi lebih dewasa, buat kita jadi lebih jiji sih iya banget.
Kita pun saling bertautan, kita sibuk melihat ketidakdewasaan orang lain dan orang lain juga sibuk mengurusi kekurangan kita. Hidup di suasana seperti ini sesungguhnya menjadi bom waktu yang bisa meledak tanpa kita sadari. Dan akhirnya kita akan menua dan kemudian menjadi pergunjingan tetangga hingga hidup kita berasa sia-sia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H