Mohon tunggu...
GNathalieL
GNathalieL Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswa

kita adalah korban sekaligus pelaku dari lingkungan kita

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Memahami Suicidal Intention Melalui Silent Voice

13 Februari 2022   16:09 Diperbarui: 13 Februari 2022   16:14 2421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
scene awal silent voice-Kyoto Animation 2016

Koe No Katachi merupakan salah satu film animasi jepang yang memberikan bekas dalam. Nama film ini selalu muncul dalam berbagai rekomendasi anime movie terbaik, atau dalam list rekomendasi para anime enjoyers. Utamanya bila kita berbicara tentang kategori heart wrenching movies, film yang memicu perasaan sedih mendalam. Mungkin yang paling diingat adalah film ini berkisah tentang kehidupan anak perempuan tuna rungu dan tuna wicara yang mengalami banyak perlakuan buruk sejak kecil. Namun sayangnya dari sekian pembahasan mengenai silent voice, aku tidak banyak menemukan yang memberikan spotlight khusus mengenai experience apa yang dialami Shoya Ishida, yang justru adalah karakter utama. Padahal mungkin ada pesan yang tak kalah esensial hendak diberikan oleh penulisnya.

Film tahun 2016 Ini diawali dengan scene mengejutkan dari Ishida yang tiba-tiba berada dipinggir jembatan dan hendak melompat. Dan diselesaikan pula dengan scene heart dropping dari Ishida yang akhirnya pertama kali setelah sekian lama menangis dengan lantang. Aku yakin disini banyak penonton yang tangisannya pecah tiba-tiba. Dari hal tersebut kita bisa memahami bahwa cerita ini dibawa untuk mengeksplor perjalanan Ishida yang memiliki intensi untuk bunuh diri. Namun tentu bukan hanya itu cerita yang disampaikan author, masih banyak potret kehidupan lainnya disajikan untuk menjadi bahan refleksi penonton.

Bahas ulang sedikit, jadi Ishida diceritakan ketika kecil adalah sosok anak yang memiliki sifat yang cenderung seenaknya, melakukan sesuatu berdasarkan apa yang ia anggap benar. Saat kecil, Ishida adalah anak yang ceria, percaya diri, bahkan termasuk di'panuti' teman-temannya. Namun dari kehidupan sempurna Ishida, tiba-tiba muncul satu faktor baru yang mengubah kehidupan sekolahnya. Seorang anak pindahan yang berbeda membuat Ishida berteriak 'menarik!' saat pertama kali melihatnya. Namun menarik yang dimaksud bukanlah karena ia ingin berteman dengan anak tersebut, justru Ishida di waktu-waktu berikutnya melakukan tindakan yang mengecewakan. Bersama teman-teman lainnya merundung gadis tuna rungu tersebut.

Terlepas dari situ, menurutku dimomen ini kita bisa melihat author berusaha menampilkan seperti apa tampak sebenarnya dari perundungan yang dilakukan anak-anak. Dan kita juga sedikit bisa memahami apa yang melatarbelakanginya dari perilaku tersebut. kadang sesederhana karena faktor baru itu mengubah banyak hal dari kehidupan sempurna anak berusia 11 tahun. Yap alasan yang sangat kekanak-kanakan.

Namun bagaimana ceritanya seorang bocah laki-laki yang membully teman SDnya berakhir berdiri ditepi jembatan untuk melompat?

Tindakan perundungan yang lebih banyak dilakukan olehnya daripada siapapun di kelas itu telah membuatnya menjalani sisa hidup sekolah dengan buruk. Ketika ia telah membuat telinga Nishimiya berdarah, masalah bully menjadi hal yang besar. Ibunya yang hanya seorang tukang cukur harus menanggung dampak, teman-temannya yang suam-suam kuku melimpahkan semua kesalahan padanya dan berbalik merundungnya secara dingin dengan titel 'anak nakal'. Titel tersebut tak bisa ia lepaskan sampai lulus SD, SMP, bahkan saat kini ia masuk SMA. Dan selama itupun Ishida terus kehilangan harapannya untuk menjalani hidup.

Enam tahun itu telah membuatnya secara kasual berhenti dari pekerjaan sampingannya, menjual semua barang dikamar, diberikan ke ibunya, lalu dengan masih mengenakan seragam berjalan ke jembatan untuk mengakhiri hidupnya.Miris.

Ini salah satu aspek yang menurutku menarik dalam cerita ini. Karena selama ini, cerita mengenai mengakhiri hidup kerap dikelilingi tone gelap dan kesedihan luar biasa. Karena itu, melihat Ishida menganggapnya seolah bukan apa-apa membuat luka tersendiri di hati.

Penggambaran sosok Ishida yang tidak mampu mengekspresikan emosinya dan juga semakin menutup diri dari dunia luar ini sejujurnya adalah hal paling membekas bagiku. Ishida tidak menunjukkan banyak emosi meledak-ledak yang membuatnya mengambil langkah mengakhiri hidup, melainkan menganggap kematian adalah salah satu opsi dalam hidupnya. Serem nggak sih. Menilainya dengan 'mudah' dan merencanakan langkah-langkah untuk melakukannya. Salah satu scene yang paling membuat heran adalah saat niatannya tersebut diketahui oleh ibunya. Ishida menjawabnya dengan sengat enteng seolah-olah itu bukan urusan 'hidup dan mati'. Kira-kira apa yang sebenarnya terjadi padanya?

Kesulitan mengekspresikan emosi karena dia laki-laki dan kurang support system

scene Shoya Ishida ketahuan ibunya - Kyoto Animation 2016
scene Shoya Ishida ketahuan ibunya - Kyoto Animation 2016

Bila dilihat dari data, kasus bunuh diri memang banyak terjadi di usia remaja dan dewasa muda. Namun mengejutkannya sesunggunya intensi untuk bunuh diri lebih banyak ditemukan pada wanita, akan tetapi kasus bunuh diri yang benar-benar terealisasikan lebih besar pada pria. Hal ini mungkin disebabkan berbagai hal seperti awareness mengenai bagaimana mengekspresikan rasa sakit secara emosional pada pria kurang di-promote. Kita terbiasa mengekspektasikan bahwa laki-laki seharusnya tidak menunjukkan rasa sakitnya, mens don't cry. Padahal kan hak untuk merasa dan mengekspresikannya juga seharusnya bisa dimiliki semua orang.

Mungkin ini ada kaitannya dengan yang terjadi pada Ishida. Dia adalah anak laki-laki tunggal yang tinggal hanya dengan ibunya, itupun ibunya sibuk susah payah bekerja. Jadi Support systemnya kurang, dan dia terbiasa membangun citra diri dari hubungannya dengan teman-temannya. Bayangkan bila satu-satunya tempat dia merasa 'ada' tiba-tiba runtuh, dan karena ia dianggap sebagai pelaku maka semakin tidak memiliki 'hak' untuk mengekspresikan rasa sakit dalam dirinya. Tidak heran bila rasa sakit yang tidak pernah diekspresikan apalagi dibereskan ini berujung pada keputusan fatal.

Tunnel Vision, dia gak bisa melihat hal lain diluar dari rasa sakitnya

Hal menarik yang aku tangkap dari film ini terletak pada klue yang ditampilkan pada scene pertama dan terakhir dari film ini, yang aku yakini menggambarkan salah satu konsep terkenal yang menjelaskan suicidal intention, tunnel vision.

Jadi Tunnel vision salah satunya adalah sebuah pengalaman yang bisa dialami seseorang dengan suicidal intention. Dari namanya yang berarti pengelihatan di terowongan. Orang-orang dengan keinginan bunuh diri mengalami hal yang disebut cognitive constriction. Yaitu seperti seseorang yang berjalan dalam terowongan gelap, mereka melewati pengalaman dimana ia kehilangan kemampuan untuk melihat ke hal lain diluar rasa sakitnya dan satu-satunya titik cahaya di ujung terowongan baginya adalah jalan menuju kematian. Ini adalah pengalaman yang dilaporkan bisa dialami oleh orang dengan suicidal intention, mereka benar-benar berada di situasi dimana ia kehilangan perspektif luas, dikelilingi oleh rasa sakit, sampai yang terisisa hanyalah pandangan untuk mengakhiri hidup.

Mungkin inilah yang sedang dialami oleh Ishida, ketika rasa sakit yang terkurung sudah jadi terlalu overwhelming untuk ditanganinya sendiri. Sampai ia merasa seperti tidak ada hal lain diluar itu, perlahan pandangannya makin terbatas, makin terbatas, dia mulai tidak bisa menatap wajah orang-orang disekitarnya, mulai tidak bisa memaknai hubungan dengan orang lain, bahkan tidak bisa mempertimbangkan hubungannya dengan ibunya :( sedih banget loh kalau ibunya sampai ditinggal sendirian. Tapi memang seperti itulah situasi yang dia alami. Hanya saja gimana sih caranya terbebas dari cognitive constriction itu?

Kadang kita sebagai orang yang tidak berada dalam situasi yang dialami orang-orang yang memiliki suicidal intention atau ideation menjadi mudah memberikan judgement, menganggap bahwa individu tersebut adalah pribadi dengan mental lemah atau kurang beribadah. Alhasil ketika kita menghadapinya, otomatis memberikan kata-kata seperti "kamu sih..." "gitu aja kok..." "kamu seharusnya..." padahal hal ini sebenarnya kurang tepat kalau kita benar-benar mau membantunya.

Orang dengan cognitive constriction berarti saat ini sedang berada dalam bubble sempit dan pengap, maka bila kita berniat membantunya, artinya kita berusaha untuk melowongkan buble tersebut, perlahan demi perlahan meluaskan pengelihatan yang terhimpit. Jadi memberikan judgement semata tidak efektif, dan siapa sangka bila mungkin malah dapat menambah rasa sakit. Mungkin cara terbaik adalah meyakinkan dan memberikan harapan bahwa rasa sakitnya itu bisa dikurangi, dan hal-hal sederhana dan mudah dicerna yang menjadi alasan untuk dia melanjutkan hidup sebenarnya masih ada dan masih bisa ditemukan lebih banyak lagi. ya istilahnya kita berusaha mengurangi rasa sakit dan memperbesar alasan bertahan. Nah ini juga ditunjukkan dari film ini

Sadar ndak sih sebenarnya sepanjang sebagian besar film itu Ishida masih belum benar-benar menggugurkan niat mengakhiri hidupnya. Waktu ia mulai dapat satu teman, dekat dengan korban bullynya dulu, ketemu teman lain, dan peristiwa-peristiwa itu dia jalani dengan niat hidup yang sebenarnya masih minim. Ya itu karena menggugurkan niat menghilangkan nyawa sendiri itu butuh proses yang gak sebentar. Berat sekali. Dan bersyukur kalau-kalau momen yang berhasil melapangkan pandangan terhimpitnya itu bertubi-tubi datang pada dirinya. Ada nagatsuka sebagai teman pertama yang tanda X nya lepas dari wajahnya, dia bisa dekat dengan nishimiya dan adiknya, serta teman-teman lain berdatangan.

Sampai pada akhirnya dia baru benar-benar sadar "oh ternyata aku masih bisa lanjut hidup"

scene awal silent voice-Kyoto Animation 2016
scene awal silent voice-Kyoto Animation 2016

scene akhir silent voice - Kyoto Animation 2016
scene akhir silent voice - Kyoto Animation 2016

Dan itulah momen ending dari film ini, yaitu saat ishida pertama kali terbebas dari terowongan. Terbebas dari penjara emosi. perjalanan inilah yang ingin disampaikan oleh author, yaitu saat dari awalnya ia hanya bisa melihat gelap dengan satu titik cahaya yang hampir hilang, kemudian di akhir cerita cahaya itu makin terang dan jelas mengusir kegelapan disekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun