Bila dilihat dari data, kasus bunuh diri memang banyak terjadi di usia remaja dan dewasa muda. Namun mengejutkannya sesunggunya intensi untuk bunuh diri lebih banyak ditemukan pada wanita, akan tetapi kasus bunuh diri yang benar-benar terealisasikan lebih besar pada pria. Hal ini mungkin disebabkan berbagai hal seperti awareness mengenai bagaimana mengekspresikan rasa sakit secara emosional pada pria kurang di-promote. Kita terbiasa mengekspektasikan bahwa laki-laki seharusnya tidak menunjukkan rasa sakitnya, mens don't cry. Padahal kan hak untuk merasa dan mengekspresikannya juga seharusnya bisa dimiliki semua orang.
Mungkin ini ada kaitannya dengan yang terjadi pada Ishida. Dia adalah anak laki-laki tunggal yang tinggal hanya dengan ibunya, itupun ibunya sibuk susah payah bekerja. Jadi Support systemnya kurang, dan dia terbiasa membangun citra diri dari hubungannya dengan teman-temannya. Bayangkan bila satu-satunya tempat dia merasa 'ada' tiba-tiba runtuh, dan karena ia dianggap sebagai pelaku maka semakin tidak memiliki 'hak' untuk mengekspresikan rasa sakit dalam dirinya. Tidak heran bila rasa sakit yang tidak pernah diekspresikan apalagi dibereskan ini berujung pada keputusan fatal.
Tunnel Vision, dia gak bisa melihat hal lain diluar dari rasa sakitnya
Hal menarik yang aku tangkap dari film ini terletak pada klue yang ditampilkan pada scene pertama dan terakhir dari film ini, yang aku yakini menggambarkan salah satu konsep terkenal yang menjelaskan suicidal intention, tunnel vision.
Jadi Tunnel vision salah satunya adalah sebuah pengalaman yang bisa dialami seseorang dengan suicidal intention. Dari namanya yang berarti pengelihatan di terowongan. Orang-orang dengan keinginan bunuh diri mengalami hal yang disebut cognitive constriction. Yaitu seperti seseorang yang berjalan dalam terowongan gelap, mereka melewati pengalaman dimana ia kehilangan kemampuan untuk melihat ke hal lain diluar rasa sakitnya dan satu-satunya titik cahaya di ujung terowongan baginya adalah jalan menuju kematian. Ini adalah pengalaman yang dilaporkan bisa dialami oleh orang dengan suicidal intention, mereka benar-benar berada di situasi dimana ia kehilangan perspektif luas, dikelilingi oleh rasa sakit, sampai yang terisisa hanyalah pandangan untuk mengakhiri hidup.
Mungkin inilah yang sedang dialami oleh Ishida, ketika rasa sakit yang terkurung sudah jadi terlalu overwhelming untuk ditanganinya sendiri. Sampai ia merasa seperti tidak ada hal lain diluar itu, perlahan pandangannya makin terbatas, makin terbatas, dia mulai tidak bisa menatap wajah orang-orang disekitarnya, mulai tidak bisa memaknai hubungan dengan orang lain, bahkan tidak bisa mempertimbangkan hubungannya dengan ibunya :( sedih banget loh kalau ibunya sampai ditinggal sendirian. Tapi memang seperti itulah situasi yang dia alami. Hanya saja gimana sih caranya terbebas dari cognitive constriction itu?
Kadang kita sebagai orang yang tidak berada dalam situasi yang dialami orang-orang yang memiliki suicidal intention atau ideation menjadi mudah memberikan judgement, menganggap bahwa individu tersebut adalah pribadi dengan mental lemah atau kurang beribadah. Alhasil ketika kita menghadapinya, otomatis memberikan kata-kata seperti "kamu sih..." "gitu aja kok..." "kamu seharusnya..." padahal hal ini sebenarnya kurang tepat kalau kita benar-benar mau membantunya.
Orang dengan cognitive constriction berarti saat ini sedang berada dalam bubble sempit dan pengap, maka bila kita berniat membantunya, artinya kita berusaha untuk melowongkan buble tersebut, perlahan demi perlahan meluaskan pengelihatan yang terhimpit. Jadi memberikan judgement semata tidak efektif, dan siapa sangka bila mungkin malah dapat menambah rasa sakit. Mungkin cara terbaik adalah meyakinkan dan memberikan harapan bahwa rasa sakitnya itu bisa dikurangi, dan hal-hal sederhana dan mudah dicerna yang menjadi alasan untuk dia melanjutkan hidup sebenarnya masih ada dan masih bisa ditemukan lebih banyak lagi. ya istilahnya kita berusaha mengurangi rasa sakit dan memperbesar alasan bertahan. Nah ini juga ditunjukkan dari film ini
Sadar ndak sih sebenarnya sepanjang sebagian besar film itu Ishida masih belum benar-benar menggugurkan niat mengakhiri hidupnya. Waktu ia mulai dapat satu teman, dekat dengan korban bullynya dulu, ketemu teman lain, dan peristiwa-peristiwa itu dia jalani dengan niat hidup yang sebenarnya masih minim. Ya itu karena menggugurkan niat menghilangkan nyawa sendiri itu butuh proses yang gak sebentar. Berat sekali. Dan bersyukur kalau-kalau momen yang berhasil melapangkan pandangan terhimpitnya itu bertubi-tubi datang pada dirinya. Ada nagatsuka sebagai teman pertama yang tanda X nya lepas dari wajahnya, dia bisa dekat dengan nishimiya dan adiknya, serta teman-teman lain berdatangan.
Sampai pada akhirnya dia baru benar-benar sadar "oh ternyata aku masih bisa lanjut hidup"