[caption id="attachment_177070" align="alignleft" width="300" caption="Sumber photo: http://beckgaymormon.blogspot.com/2011/11/maurice-em-forsters-classic.html"][/caption] Mengapa homosexual di Iran dihukum gantung sampai mati? Mengapa di Indonesia masuk dalam daftar UU pornografi, bahkan di beberapa daerah masuk dalam perda dan mengkriminalkannya? Suara perempuan Mahardika misalnya melaporkannya.: “Adapun kebijakan daerah (PERDA) yang masih menjadi salah satu peraturan negara yang mengkriminalkan homoseksual dibeberapa propinsi,seperti di propinsi Sumatera Selatan dan Sumatera Barat yang menyamakan homoseksual sebagai pelacur. Kemudian diperkuat dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menyebutkan homoseksual sebagai persenggamaan menyimpang” http://perempuanmahardhika.blogspot.com/2011/06/hari-internasional-melawan-homophobia.html
Dalam sebuah blog mesjid universitas terkemuka Indonesia ITB, bahkan menolak pendapat yang mengatakan bahwa homosexual bukan sebuah penyimpangan sexual - ia merupakan sex orientasi yang berbeda dari heterosexual. Penolakan itu menurut blog ini, karena Islam (ala mesjid ini) tidak bisa menerimanya sebab memang dilaknat Tuhan dan mendapatkan hukuman mati. http://salmanitb.com/2010/01/islam-tetap-say-no-to-homosexsual/
Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah PBB justru mengangkatnya agar ia mendapatkan tempat di tengah masyarakat tanpa diskriminasi. Keputusan PBB ini adalah mengikuti hasil-hasil penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa pada dasarnya homosexual – kondisinya terletak dalam kromosomnya.
Hingga saat ini penelitian yang sudah sukses dan terbukti secara kuat adalah penelitian antropogenetika yang dapat membuktikan bahwa kondisinya berada dalam kromosom yang dibawa oleh kromosom x’ dari ibu yang turun kepada anak lelakinya. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sifat yang diturunkan merupakan sifat resesif (lemah). Sehingga jika x’berada dalam anak lelaki menjadi x’Y, maka si anak kelak akan mempunyai sifat homoseksual. Sedang bila mengenai perempuan menjadi x’X, si anak perempuan ini akan menjadi carier atau pembawa sifat. Sedang bila perempuan tersebut menampakkan sifat homosexual artinya ia mempunyai kromosom x’x’. Dengan demikian jumlah homoseksual laki-laki jumlahnya lebih banyak daripada wanita, namun sesungguhnya banyak wanita sebagai carier dan tersembunyikanlah sifat-sifat homoseksualnya.
Pembuktian melalui penelitian antropogenetika sudah banyak sekali dilakukan, beratusan bahkan beribuan, jika kita ingin menelusurinya. Pembuktian terkuat adalah melalui kembar identik (monozygote twins) menunjukkan mempunyai kans yang lebih besar daripada kembar tidak identik (non-monozygote twins). Begitu juga pada penelitian biologi molekuler yang berkutat dalam genome, menunjukkan bahwa pada kembar indentik monozigote keduanya mempunyai DNA yang sama, juga beberapa tempat mempunyai varian yang sama, namun berbeda dengan DNA heterosexual.
Debat adakah gen gay?
Banyak yang menanyakan, gen nomor berapa yang berperanan menentukan seseorang adalah gay? Alasannya jika memang orang tidak dapat menemukan nomor berapa gen pembawa sifat itu, maka orang tidak boleh menyebutnya sebagai perilaku homoseksual berada dalam genetisnya. Benarkah?
Tentu saja tidak benar. Sebab penelitian genetika bukan hanya penelitian biologi molekuler yang berkutat dalam penelitian genome. Ada penelitian antropogenetika yang berkutat melihat bagaimana suatu kondisi itu diturunkan. Dengan melalui penelitian pada silsihan, maka bisa ditentukan siapa yang menjadi carier gen pembawa sifat itu. Ada juga penelitian lain yang lebih spesifik melihat bagaimana hubungan antara genetik, sosial, dan hormonalnya, misalnya neuropsikologi, neuroendrokonologi, psychophysiologi, dan sebagainya.
Hingga kini nomor gen dalam rantai DNA kromosom yang merupakan pembawa sifat itu, atau sebagai gen markernya, memang belum didapatkan. Hal ini disebabkan karena perilaku homoseksual adalah interaksi antara genetik + lingkungan + kondisi instriksik seseorang (misalnya hormon seseorang). Dengan adanya interaksi ini maka akan didapatkan beragam variasi wujud individu homoseksual. Wujud homoseksual disebut sebagai phenotype. Keragaman phenotype ini menyebabkan kesulitan pembatasan sampel. Misalnya kualitas orientasi sex yang sama, belum tentu mempunyai gen marker yang sama. Atau gen marker yang sama belum tentu mewujudkan kualitas orientasi sex yang sama.
Sebaliknya lagi, genotype (gen pembawa sifat) seorang homoseksual juga terdapat bukan di satu nomor, tetapi ada beberapa nomor DNA dan akan berinteraksi secara mosaik, hal ini juga akan menyebabkan phenotypenya yang beragam.
Perilaku homosexual bukan genetik?
Banyak kelompok, terutama kelompok agama yang menentang penjelasan bahwa homoseksual bukanlah karena adanya faktor genetik. Tetapi faktor lingkungan dan keinginan diri sendiri yang menyimpang. Sehingga dimata agama sepasang homoseksual ini merupakan kelompok yang menentang kodrat manusia yang ditentukan oleh Tuhan yaitu berpasangan antara laki-laki dan perempuan sehingga menghasilkan keturunan. Bukan berpasangan dengan sejenis yang tidak akan mampu menghasilakan anak-anak dan meneruskan keberlangsungan kehidupa manusia.
Sekalipun keberadaan agama sudah beribuan tahun, namun homoseksual hingga hari ini saja masih ada sekalipun mendapatkan ancaman hukuman mati dan pelecehan serta penekanan dari lingkungannya. Artinya ajaran agama untuk melarang homoseksual tidak berhasil, walau gay dan lesbian sudah banyak yang dihukum mati semisal seperti di Iran. Ketidak berhasilan larangan agama ini, disebabkan karena pada dasarnya di dunia ini masih banyak wanita-wanita yang merupakan carier atau pembawa sifat tersembunyi di dalam kromosom x’nya. Apakah para wanita carier atau pembawa sifat ini harus pula dimusnahkan? Alangkah malangnya mereka ini.
Homosexual adalah sex orientasi yang berbeda.
Dengan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa homoseksual adalah keturunan, dengan berbekal ini aktivis advokasi homoseksual melakukan gerakan melawan asosiasi psikiater. Hal ini disebabkan karena di dalam buku manual diagnosa psikiatri menyatakan bahwa homoseksual adalah sebuah penyakit mental, atau mental disorder. Gerakan yang sudah dimulai sejak tahun 1960 itu, baru bisa berhasil merubah buku manual sistem diagnosa dari American Psychologist ( yang disebut DSM dari APA) itu tahun 1974. Keputusan ini diambil setelah dilakukan kembali penelitian-penelitian mendalam dan kesepakatan dalam kongres-kongres psikiatri.
Tahun 1990 organisasi kesehatan dunia (WHO) di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah pula membuang item homoseksual sebagai penyakit (dalam manualnya yang disebut ICD – International Clacification of Diseases) – dan diubah menjadi sex orientasi. Penandatanganan perubahan ini dilakukan pada tanggal 17 Mei. Karena itu tanggal 17 mei diperingati sebagai hari anti homophobia secara internasional.
Indonesia sendiri dalam manual sistem disgnosa kepenyakitan jiwa, juga telah mengadopsi keputusan WHO ini tahun 1993. Dengan begitu sebenarnya sistem kesehatan di Indonesia sudah meletakkan bahwa homoseksual adalah bukan lagi sebagai penyakit, bukan lagi sebagai penyimpangan seksual, tetapi merupakan orientasi sex yang berbeda.
Berbagai negara sudah menerima kondisi homoseksual dan memasukkannya ke dalam UU perkawinan, bahwa homoseksual mempunyai hak yang sama untuk melakukan pernikahan dengan sesamanya.
Anti diskriminasi terhadap individu LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender)
Hari Internasional Anti Homophobhia yang perlu diselenggarakan di seluruh dunia, adalah atas kesepakatan berbagai organisasi advokasi homoseksual dari berbagai negara sejak tahun 2002. Hal ini untuk melindungi kaum homoseksual dari perilaku diskriminatif baginya, baik dalam pekerjaan, pendidikan, maupun berbagai kesempatan sosial. Bukan hanya sikap diskriminatif saja, tetapi juga melindungi para homoseksual dari anggapan melakukan penyimpangan seksual, sampah masyarakat, melakukan tindakan tak senonoh, ditangkapi, dihukum baik hukum fisik, maupun hukuman mati.
Tanggal 17 Mei, bukan saja memperingati bagaimana perilaku manusia yang sudah tidak memberikannya toleransi dalam hidup ini, namun juga sudah menutup kesempatannya untuk hidup, bahkan menyia-nyiakannya.
Tanggal 17 Mei adalah hari untuk mengetuk hati kita, agar memberikan toleransi dan kesamaan derajat bagi para homoseksual, atas dasar perikemanusiaan memberikannya hak atas kebutuhannya, sebagai manusia dan individu yang setara dengan para heteroseksual. Diperkirakan jumlah homoseksual sangatlah bear 8 – 12 persen dari populasi manusia. Sangat besar bukan?
http://archpsyc.ama-assn.org/cgi/content/abstract/48/12/1089
http://www.springerlink.com/content/2263646523551487/
http://ctldev.boisestate.edu/programs/documents/MustanskiChiversandBailey(2002).pdf
http://en.wikipedia.org/wiki/International_Day_Against_Homophobia_and_Transphobia
http://beckgaymormon.blogspot.com/2011/11/maurice-em-forsters-classic.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H