Kepailitan dan Likuidasi Perusahaan serta Penundaan Pembayaran
1. KepailitanPerusahaan
Pailit adalah sebuah situasi dimana pihak debitur tidak bisa atau kesulitan untuk membayar hutang atau uang pinjaman dari kreditur atau pemberi pinjaman uang, dan pengadilan menyatakan pailit. Perusahaan yang gagal untuk mengembalikan uang pinjaman kepada kreditur ketika jatuh tempo, perusahaan tersebut bisa terkena pailit. Apabila kasus yang satu ini terjadi, maka perusahaan atau kreditur yang memberikan uang pinjaman akan melaporkan situasi tersebut ke pengadilan. Nantinya, pengadilan akan menunjuk seorang kurator untuk mengurus dan juga menjual berbagai aset perusahaan yang gagal membayar hutang. Kemudian, uang tersebut akan diserahkan kepada pihak kreditur.
Perlu dipahami bahwa hanya Pengadilan Niaga yang memiliki wewenang untuk menyatakan sebuah badan usaha dalam kondisi pailit. Badan usaha ataupun kreditur bisa mengajukan permohonan kepailitan kepada pengadilan, namun kurator pilihan pengadilan akan memberikan laporan tersebut sebelum mereka daftarkan untuk masuk sidang. Apabila pihak pengadilan menyetujui, maka lembaga tersebut akan mengadakan sidang bersama dengan pemilik perusahaan dan juga kreditur selambat- lambatnya 20 hari setelah permohonanditerima.
Meskipun sejumlah harta milik debitur akan dijual dan uangnya menjadi hak kreditur, namun ada beberapa jenis harta yang tidak tergolong sebagai harta pailit. Berikut ini adalah beberapa harga pengecualian dalam hal pailit, antara lain:
Uang untuk memberi nafkah yang menurut undang-undang adalah milik debitur secarasah.
Benda-benda semacam alat-alat medis untuk urusan kesehatan, barang-barang yang keluarga debitur pakai, bahan makanan, atau hewan untukbekerja.
Upah atau gaji yang debitur dapatkan dari pekerjaannya. Misalnya saja uang pensiun atau uang tunjangan sesuai dengan ketetapan dari HakimPengawas.
Undang-undang kepailitan
Keadaan pailit ini adalah salah satu kondisi yang lumrah terjadi dalam dunia usaha. Sementara secara bahasa, kata pailit ini berasal dari Bahasa Belanda, yaitu failliet yang mempunyai arti macet dalam melakukan pembayaran. Di Indonesia sendiri, terkait dengan kepailitan sudah diatur di dalam Undang-undang 37 Tahun 2004 mengenai Kepailitan dan PKPU. Dalam UU 37/2004 mengatakan bahwa kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurus dan juga pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana yang sudah diatur di dalam Undang-undangini.
Kurator disini merupakan balai harta peninggalan atau orang yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur yang pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan UU KPKPU. Undang-undang kepailitan pada awalnya muncul dengan tujuan untuk melindungi kreditur dengan cara memberikan kepastian hukum dalam menyelesaikan transaksi utang piutang yang tidak terselesaikan. Saat ini, cara tersebut menjadi tren dan banyak diminati dalam proses penyelesaian sengketa utang piutang karena banyak yang menganggap bahwa prosesnya lebih cepat.Sehingga terkait dengan hak kreditur menjadi lebih terjamin.
2. Hukum penundaan keajiban pembayaranhutang
Kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, mau tak mau memaksa sebagian masyarakat jadi terlibat dengan persoalan utang piutang. Walau terdengar sepele, namun persoalan utang piutang ini bisa berakhir dengan konflik, jika tak diselesaikan dengan baik. Cara terbaik untuk menghindari konflik karena persoalan ini adalah dengan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Uutang.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU, sangat direkomendasikan untuk menghindari konflik dikarenakan utang piutang. PKPU ini merupakan cara menyelesaikan persoalan utang piutang secara perdata, yang mana bisa diajukan oleh pihak debitur maupun pihak kreditur.
PKPU sendiri jika ingin diartikan, bisa dipahami sebagai upaya agar antara pihak debitur, yang berutang, dengan pihak kreditur, yang berpiutang, bisa mencapai kata mufakat. Dengan pengajuan PKPU ini, maka ada tenggat waktu yang diberikan kepada debitur dan kreditur, sesuai dengan keputusan Pengadilan Niaga, untuk menyelesaikan persoalan utang piutangnya.
Perihal PKPU ini juga diatur langsung di dalam undang-undang, yakni UU No.37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan PKPU pada pasal 222 ayat (2). Kesimpulan dari ayat tersebut adalah bahwa pihak debitur dapat mengajukan PKPU agar tercapai perdamaian dengan pihak kreditur, dengan cara membayar sebagian atau seluruh utangnya.
Dengan terdapatnya aturan mengenai PKPU ini dalam undang-undang, sudah pasti cara ini legal dilakukan untuk menyelesaikan persoalan utang piutang. Lagi pula, tenggat waktu untuk menyelesaikan persoalan utang piutang antara debitur dan kreditur ini memang diberikan langsung oleh PengadilanNiaga.
Likuidasiperusahaan
Apa itu likuidasi perusahaan? Likuidasi (pembubaran) adalah proses suatu perusahaan menjual segala aset, menyelesaikan kewajiban perusahaan, mendistribusikan dana yang tersisa kepada pemegang saham, serta menutup perusahaannya sebagai badan hukum. Adapun proses tersebut mengubah aset seluruhnya menjadi uang tunai. Kemudian, jika terdapat pemegang saham yang tidak mengklaim aset hingga akhir prosesnya, maka aset tersebut akan menjadi miliknegara.
Likuidasi juga memiliki arti yang berbeda-beda tergantung pada posisi seseorang dalam suatu perusahaan. Bagi seorang direktur, likuidasi memiliki arti bahwa kekuasaannya dalam perusahaan telah berhenti dan perannya dialihkan pada kurator berlisensi atau praktisi kebangkrutan yang telah ditunjuk perusahaan. Sedangkan, bagi pemegang saham, adanya hal tersebut memungkinkan mereka untuk mendapatkan aset berupa uang tunai. Definisi likuidasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah "pembubaran perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagaian harta yang tersisa kepada para pemegang saham (Persero)". Tujuan utama dari likuidasi itu sendiri adalah untuk melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta perusahaan yang dibubarkan tersebut. Tahap likuidasi wajib dilakukan ketika sebuah Perseroan dibubarkan, dimana pembubaran Perseroan tersebut bukanlah akibat dari penggabungan dan peleburan. Perseroan yang dinyatakan telah bubar tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H