Surya perlahan terlelap
Kedalam horison menyelinap
Silau tak lagi mengacau
Sepasang mata yang galau
Belai bayu telah luruh
Iba pada tulang rapuh
Suara telah lupa
Siapa sosok telinga
Zenith hanya terdiam
Nadir kian melegam
Dunia penuh dusta
Perlahan Karam tak bersisa
Tiap-tiap nama
Mulai mengenakan topengnya
Tak pernah searah
Antara hati dan langkah
Seakan telah sejati
Berdiri tanpa nurani
Hidup begitu fana
Seperti tak mengenal makna
Namun sungguh Tuhan
Benar Maha Rahman
DiciptakanNya keajaiban
Di sisi awan-awan
Perlahan hadir dan menemani
Kilau-kilau kecil gagah berani
Laksana lentera perkasa
Menguatkan setiap asa
Menjadi warna-warni
Awan nebula di sanubari
Saling menyapa
Antar hati yang masih hampa
Seiring detik melangkah
Konstelasi tersusun indah
Tergambar Lukisan-lukisan sayup
Menguatkan hati yang gugup
Mengenalkan ketulusan
Melupakan kedustaan
Menghapuskan air mata
Memunculkan senyum bahagia
Mengajarkan apa itu cinta
Kepada hati yang buta
Menjadi klimaks cerita
Di bola langit gulita
Konstelasi itu akan terpatri
Jauh di lubuk hati
Tak kan pernah terhapus masa
Hingga ruh di raga menuju surga
Tertanda aku
Untuk setiap orang yang mengindahkan hidupku :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H