Pena lebih tajam dari pedang. Begitulah kata seorang kritikus sastra ketika peradaban sastra mencapai puncak di dunia. Jika sebuah pedang dapat menusuk satu orang berbeda dengan kata atau ucapan yang dapat membunuh atau menusuk ratusan bahkan ribuan orang dengan lebih kejam. Tulisan bisa menjadi senjata ampuh untuk melakukan suatu perubahan. Tulisan bisa menjadi inspirasi, tetapi tulisan juga bisa membawa keburukan.
Tulisan Asma Nadia di Harian Republika edisi Sabtu (26/9) berjudul, “Karpet Merah Perenggut Nyawa” memantik banyak kritik publik yang mungkin di luar dugaan si penulis sendiri. Tulisan Asma Nadia yang mengomentari insiden Mina itu dianggap terlalu tendensius dan seolah menggiring opini publik bahwa penyebab insiden yang merenggut banyak nyawa itu adalah pemerintah Arab Saudi. Bahkan, tulisan novelis ternama tanah air ini dituding sarat dengan muatan pembelaan terhadap aliran syiah.
Dalam tulisannya, Asma Nadia merujuk pada sumber berita yang banyak beredar di dunia maya. Berikut kutipan tulisannya :
“…Akan tetapi, beberapa media melansir meninggalnya lebih dari 700 orang jamaah haji di Mina kali ini dipicu iring-iringan pengamanan seorang pejabat kerajaan yang menghambat jalan. Berita tersebut sudah dibantah pemerintah setempat karena mereka juga mempunyai standar pengamanan yang tidak akan mengganggu jamaah haji.”
Setelah menuliskan itu, pada paragraf berikutnya Asma Nadia melanjutkan dengan tulisan yang terkesan menguatkan paragraf sebelumnya. Berikut kutipannya :
“Terlepas apa penyebabnya, saya pribadi pernah terjebak dalam situasi unik ketika umrah, beberapa tahun lalu. Saat sedang bertawaf mengelilingi Ka'bah, tiba-tiba putaran terhenti, sementara dari arah belakang jamaah tetap merangsek ke depan. Saya terimpit dan nyaris kehabisan napas. Suara kepanikan terdengar di mana-mana. Desakan semakin dahsyat hingga paru-paru kian sulit bernapas.
Dalam waktu sempit, saya dan sejumlah jamaah memutuskan menunda penyelesaian tawaf, dan mencari cara keluar dari putaran padat di tengah. Di sekitar saya wajah-wajah panik, beberapa muslimah sempat terlepas jilbabnya karena dorongan dan tarikan, bahkan ada yang jatuh pingsan.
Ternyata arus tawaf terhenti mendadak karena saat itu pintu Ka'bah dibuka, disertai kehadiran pejabat kerajaan. Syukurlah, jamaah tidak terlalu membeludak hingga tidak jatuh korban jiwa.Kehadiran tokoh penting yang lebih sering mengganggu keteraturan umum mengingatkan saya pada kecelakaan beruntun di jalan tol beberapa tahun lalu, ketika iring-iringan VVIP yang melesat, memaksa arus kendaraan untuk berhenti atau menepi tiba-tiba.”
Sesungguhnya ada beragam versi yang dilansir sejumlah media, baik dalam maupun luar negeri, terkait penyebab insiden Mina tersebut. Sayangnya, Asma Nadia hanya mengutip satu versi saja. Versi berita yang diduga sementara orang merujuk pada kantor berita Iran. Kita tahu, Iran merupakan negara penganut syiah.
Ia mengutip sumber berita yang notabene belum jelas kesahihannya, lalu dikuatkan dengan pengalaman pribadinya sewaktu umrah. Tulisan dengan kesimpulan yang terlalu prematur. Ia menafikan kaidah menelaah persoalan secara komprehensif.
Kalau mau adil, sesungguhnya ada berita lain yang juga sedang ramai diperbincangkan terkait penyebab tragedi tersebut. Sayangnya, Asma Nadia terkesan mengesampingkan berita ini. Diberitakan bahwa tragedi disebabkan oleh ulah rombongan jamaah haji Iran yang mengambil arah berlawanan dengan cara menerjang arus utama jemaah haji yang jendak melontar jumrah. Jika saja Asma Nadia juga mengutip berita ini, maka protes mungkin bisa dihindari. Kritik yang mengait-ngaitkan tulisan Asma Nadia dengan syiah juga mungkin tidak akan berkembang.