Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Abdi Dalem Edan-edanan dalam Politik Indonesia

6 Agustus 2023   07:20 Diperbarui: 6 Agustus 2023   07:31 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi pernikahan ala keraton Jawa biasanya melibatkan peran abdi dalem edan-edanan. Abdi dalem edan-edanan memakai kostum dan riasan yang mencolok dan aneh menyerupai wong edan (orang gila). Begitu pula dengan tingkah maupun gerakannya. Mereka membuat tertawa dan terhibur orang yang melihatnya. Hebatnya, dalam kirab agung, pasukan abdi dalem edan-edanan justru berada di barisan terdepan. Konon, fungsinya sebagai penolak bala, penolak bahaya.

Penggunaan pasukan yang berdandan/bertingkah aneh untuk menolak bahaya ini sepertinya ditiru "mentah-mentahan" oleh entitas politik di Indonesia. Istilah "mentah-mentahan" di sini maksudnya tanpa mempertimbangkan nilai luhur filosofinya. Jadi, yang diadopsi hanya ide tentang: berdandan/bertingkah aneh untuk menolak bala/bahaya. Ya, entitas politik juga melengkapi diri dengan abdi dalem edan-edanan penolak bala. Dan, ternyata cukup efektif juga.

Abdi dalem edan-edanan dalam entitas politik sebenarnya dapat jelas teramati. Mereka sering beropini aneh, bertingkah aneh, sok pintar, kadang benar-benar menyebalkan tetapi tidak pernah sekali pun merasa bersalah atas apa yang mereka lakukan. 

Sebagian opininya aneh karena jelas-jelas mengkhianati logika. Sebagian lagi opininya aneh karena dibungkus framing dengan kata-kata sulit nan berbelit sehingga yang nalarnya kurang waspada akan menganggapnya logis, padahal sejatinya tidak. Tak jarang, abdi dalem edan-edanan politik itu ikut pula menyebarkan hoaks. Tentu dengan tambahan narasi yang mereka buat semaunya, seenak udel mereka.

Satu hal yang mengherankan, mereka itu, para abdi dalem edan-edanan politik itu sangat kuat sekali backingannya. Mereka hampir tidak dapat tersentuh hukum meski tindakan mereka (mestinya) sudah masuk kategori pidana. 

Kalaupun tersentuh hukum, biasanya tidak dilanjutkan prosesnya. Kasusnya dibiarkan, mereka bisa bebas meski menyandang status tersangka. Mereka bisa kembali bebas meneruskan aktivitas mereka sebagai abdi dalem edan-edanan bagi entitas politik yang menaungi mereka. Mereka bisa kembali menyebar opini bodoh, hoaks, atau bahkan ujaran kebencian.

Memang, abdi dalem edan-edanan dalam politik tidak berdandan dan berkostum ala orang edan. Karena keberadaan mereka bukan untuk menghibur. Karena peran mereka lebih ke pamer perilaku tak waras dan pernyataan yang tak dapat dipertanggungjawabkan secara akal sehat. Kalau pun ada yang profilnya mirip pelawak atau komedian, itu hanya kebetulan. Abdi dalem edan-edanan mirip Doyok Srimulat, Gepeng Srimulat (versi sinis/melotot), serta Charlie Chaplin itu jelas hanya kebetulan.

Meski tak resmi seperti pengurus harian, peran abdi dalem edan-edanan politik tak dapat dianggap enteng. Posisi mereka strategis sekali. Mereka bisa menyerang lawan tanpa dibalas. Mereka bisa memaki orang tanpa khawatir konsekuensinya. Mungkin karena paham bahwa siapa pun pasti malas berurusan dengan orang tak waras. 

Penegak hukum pun bingung kalau objek laporannya golongan abdi dalem edan-edanan. Karena orang edan tak bisa dikenai pasal. Kalau pun dalam pemeriksaan dinyatakan jiwanya sehat, abdi dalem edan-edanan akan banting setir menjadikan "berbagai penyakit" sebagai penolongnya. Karena orang sakit tak boleh disidang. Teramat sangat licin sekali memang.

Namun, abdi dalem edan-edanan politik juga punya kelemahan. Yaitu saat induk semangnya memutuskan untuk lepas tangan. Bisa jadi karena nyinyirannya yang kelewatan sehingga sulit diselamatkan.  Bisa juga  karena dianggap keberadaannya tidak lagi signifikan. Saat itulah abdi dalem edan-edanan politik akan menjalani proses seperti orang kebanyakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun