Ada seorang raja yang terkenal sangat jumawa. Dari Jawa Timur. Kekuasaannya sangat besar. Undang-undang kerajaan dibuatnya sedemikian rupa sehingga tak ada satupun yang berhak membantah perintahnya.
Suatu hari, Â seorang peramal sakti datang ke kerajaan itu. Ia menghadap raja untuk meminta izin praktik. Sang raja hanya memandang sebelah mata. Ia tak percaya peramal. Ia berniat mempermainkannya.
Diam-diam sang raja menyuruh permaisurinya mengikatkan bokor emas ke perutnya dengan kain sutra supaya terlihat seperti sedang hamil besar. Setelahnya, sang permaisuri diminta datang ke balairung istana tempat si peramal menghadap.
Raja menyuruh peramal itu meramal kandungan permaisurinya itu. Sang peramal mengatakan kalau sang permaisuri akan segera melahirkan seorang anak laki-laki.
Sang Raja senang karena permainannya berhasil. Tapi ia juga marah karena si peramal itu ternyata tidak tahu apa-apa. Raja menganggap peramal itu cuma penipu. Peramal itu pun diusir dan dinista.
Tiba-tiba terjadi kehebohan. Sang permaisuri yang membawa bokor emas tiba-tiba hamil betulan. Bokor emas menghilang dalam perutnya. Sang raja kembali marah besar. Ia menuduh istrinya berbuat serong. Permaisuri pun diusir. Meski bersumpah tidak melakukan perbuatan serong, permaisuri tetap diusir, bahkan diancam akan dibunuh jika tidak segera meninggalkan kerajaan.
Patih kerajaan yang mengetahui kejadian itu segera mengingatkan sang raja. Bahwa semua itu mungkin sudah kehendak-Nya. Peramal tadi tentu sakti mandraguna. Apa yang dikatakannya bisa menjadi nyata. Sang Patih menyarankan raja memanggil permaisuri dan mengakui bayi yang dikandung sebagai anaknya.
Sang Raja makin murka. Si patih dianggapnya bersekongkol dengan permaisurinya. Si patih pun diusir setelah dipecat dengan tidak hormat. Para punggawa yang berusaha mengingatkan raja pun dipecat. Semuanya. Diusir keluar dari istana. Balairung istana pun lengang. Sebenarnya masih ada tersisa segelintir orang. Mereka adalah para badut dan penjilat yang rela harga diri dan haknya diinjak-injak raja demi tetap diizinkan menikmati seteguk dua teguk fasilitas kerajaan.
Raja masih geram. Di tengah kemarahannya ia berujar,
"Permaisuri kuusir. Patih kuusir. Punggawa-punggawa kuusir. Kalau perlu RAKYATKU SEMUA AKAN KUUSIR!"
Tiba-tiba terdengar suara keras. Suara tepukan kasar pada bentangan kulit kebo. Makin keras, lalu mereda. Saat suara itu terdengar pelan sekali, sang raja tampak terkejut, lalu kembali berujar.
"Kalau rakyatku semua kuusir, aku jadi raja kerajaan lelembut, dooong," katanya sambil menepuk jidatnya sendiri.
Tiba-tiba terdengar tertawa keras banyak orang. Mungkin penontonnya. Diikuti suara gamelan yang didominasi kendang Suroboyo-an. Tanda si ludruk yang mengangkat cerita Joko Kendhil itu segera berganti adegan.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H