Namanya Kalagemet, kata Kitab Pararaton. Ia anak Raja Brawijaya pendiri sebuah kerajaan sekaligus raja pertamanya. Wilwatikta nama kerajaannya.
Sumber lain mengatakan Kalagemet lahir dari ibu bernama Tribhuwaneswari yang merupakan putri Kertanegara raja Singasari. Menurut Pararaton, Kalagemet lahir dari putri Melayu bernama Dara Petak yang dibawa Kebo Anabrang ke Tanah Jawa. (Kebo yang ini adalah nama perwira gagah perkasa sakti mandraguna.)
Layaknya dalam sistem dinasti, Kalagemet terlahir untuk jadi raja. Menggantikan ayahnya. Born to be king. Jadi, gak perlu ngapa-ngapain kursi singgasana kerajaan sudah pasti jadi miliknya seorang. Ibarat tinggal siapin pantat doang. Jenjang karir hanya berlaku untuk orang luar. Tak berlaku untuk anak raja.
Mungkin karena tidak ikut berkeringat dan berdarah-darah dalam mendirikan kerajaan itulah Kalagemet kurang pandai bersyukur dan malah bersikap semaunya saat menerima estafet kepemimpinan dari ayahnya. Mudahnya ia melenggang di hamparan karpet merah menuju singgasana menyebabkannya melupakan jasa para prajurit dan perwira yang jelas lebih senior daripadanya. Alhasil, banyak prajurit dan perwira yang membelot karena merasa tidak mendapatkan penghargaan semestinya, karena merasa penguasa tidak mengutamakan kepentingan kerajaan di atas kepentingan pribadi dan keluarganya, tidak nasionalis, tidak demokratis. Jelas saja. Dalam sistem dinasti kerajaan, demokrasi mana dipake. Â Sebenarnya gak masalah asalkan rajanya kuat dan memperhatikan kepentingan rakyat. Tapi, si Kalagemet ini agak "komika Cikarang guru les Inggris" (cemen-red) dan hanya fokus pada dirinya sendiri dan keluarganya. Maka keutuhan kerajaannya ibarat telur di ujung tanduk kerbau. Rawan pecah. Kalau kerbaunya tidak hati-hati.
Wilwatikta memang mengalami banyak ancaman kudeta. Karena rajanya kurang cakap memimpin. Mungkin karena masih muda. Belum banyak pengalaman praktik lapangan. Baru sempat baca teori. Â
Namun, bukan cuma itu. Â Kalagemet yang bergelar Jayanagara juga diceritakan flamboyan. Suka menggoda para wanita. Tapi tidak untuk dinikahi. Karena sebagian yang digodanya berstatus istri orang lain. Yang sangat ekstrem, Kalagemet (diceritakan) melarang kedua adik tiri perempuannya menikah karena akan dinikahinya sendiri. Ditengarai alasannya politis. Ia khawatir kekuasaannya terancam oleh adik-adik iparnya. Mungkin baginya, kerajaan adalah aset keluarga, sementara rakyat hanyalah bagian kecil dari semesta pembicaraannya (teori himpunan-pen).
Entah untung entah malang, yang jelas ide tentang pernikahan inter-dinasti (Kertarajasa-red) itu belum sempat terlaksana. Kalagemet keburu tewas di tangan Tanca, tabib yang sedang disuruh mengobati penyakit bisulnya. Tanca lalu dibunuh oleh Gajah Mada, seorang prajurit karir yang kala itu menjabat komandan pasukan Bhayangkari pengawal raja. Kelak, sepeninggal Kalagemet, Gajah Mada berperan besar dalam membawa Wilwatikta ke puncak kejayaannya tanpa harus jadi raja.
Penggalan sejarah yang menceritakan pemerintahan Jayanagara memang penuh konflik dan bisa dikatakan sedikit mencoreng kebesaran Wilwatikta. Kisah tentang raja yang sibuk dengan dirinya, sibuk mengkhawatirkan aset keluarga dan tahtanya, dan justru melupakan jasa orang-orang di sekitarnya. Meski ganteng layaknya anak raja yang bertabur fasilitas perawatan level kerajaan, perilaku politis atau kebijakannya (sepertinya) tidak untuk ditiru. Gantengnya boleh ditiru. Kalau bisa. Tapi yang perlu diingat, ganteng bukan jaminan kualitas kenegarawanan seseorang. Apalagi ganteng-ganteng Kalagemet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H