Dalam sebuah sandiwara radio Saur Sepuh puluhan tahun silam, Tumenggung Jamali seorang pejabat negara menyebutkan bahwa penyebab wabah penyakit muntah dan berak (diare) yang diderita sebagian rakyat Madangkara adalah lelembut cai. Saya tertawa mendengarnya.
Saya masih SD saat itu, tapi saya sudah tahu tentang kuman karena ilmu kesehatan sudah diajarkan. Lelembut cai yang dimaksud Tumenggung Jamali pastilah kuman patogen (penyebab penyakit) di air. Tapi kenapa disebut lelembut? Itu kan artinya sebangsa jin? Masak iya jin menyebabkan diare? Baru belakangan ini saya paham betapa briliannya pemilihan kata itu. Niki Kosasih si penulis cerita Saur Sepuh benar-benar visioner.
Lelembut dan kuman (bakteri atau jasad renik lainnya) memiliki persamaan. Keduanya tak kasat mata. Dulunya begitu. Tak heran jika kuman pun masuk kategori lelembut. Dengan perkembangan teknologi optik, keberadaan kuman dapat terungkap meski harus menggunakan alat yang bernama mikroskop.
Namun, tanpa alat yang bernama mikroskop itu, kuman sama halnya dengan lelembut, sama-sama tak kasat mata. Bagi mata telanjang, lelembut dan kuman sama-sama invisible-nya meski berbeda alasannya. Yang satu karena gaib keberadaannya, yang satu karena mikro ukurannya.
Pasien penderita sakit parah tentu tak ingin terlalu mempermasalahkan apakah sakitnya disebabkan oleh lelembut ataukah kuman. Ia hanya ingin secepatnya sembuh. Asalkan kompeten mengobati sakitnya, entah dokter (terapis medis) ataukah terapis nonmedis mana pun akan dimintai jasanya. Toh dokter maupun terapis nonmedis pun sekadar perantara. Pemberi kesembuhan yang sesungguhnya adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Begitu pula halnya bagi para pasien Ningsih Tinampi.
Ningsih Tinampi, seorang ibu yang beralamat di Pandaan Jawa Timur, merupakan terapis nonmedis yang aktivitasnya viral di dunia maya sejak beberapa waktu lalu. Hal ini karena ia mengunggah aktivitas pengobatannya yang "gaib" dan fenomenal itu ke channel Youtube. Dengan menggunakan kata kunci "Ningsih tinampi" niscaya kita mudah menemukan channel ofisialnya.
Dalam puluhan video berbagai durasi itu diperlihatkan bagaimana Ningsih Tinampi atau kerap disapa Bu Ning (BN) melakukan terapi "aneh" pada para pasiennya. Terapi sambil bercanda, "berkomunikasi" dengan berbagai makhluk gaib yang mendiami tubuh pasiennya. Hanya dengan menggunakan bahasa sehari-hari, kadang bahasa Indonesia, lebih sering bahasa Jawa Suroboyoan. Adu argumentasi, persuasi, dan bahkan tindakan represif pun dilakukan agar si makhluk gaib yang biasa disebutnya setan atau demit itu mau keluar dari tubuh pasien.
Dulu, BN menggunakan wortel untuk menekan-nekan tubuh pasien, sekarang menggunakan alat semacam botol. Saat ditekan-tekan itulah sebagian pasien akan bertingkah seperti bukan dirinya sendiri. Kesurupan. Makhluk gaib atau demit di badan pasien itulah yang muncul dan menguasai kesadaran si pasien. Selanjutnya, BN akan berdialog dengan si demit melalui perantara tubuh (panca indera) pasiennya. Demit itulah yang diyakini sebagai penyebab berbagai penyakit atau gangguan kesehatan fisik/psikis pasien.
Demit yang mendiami pasien BN ada yang sengaja dikirimkan orang (dukun santet), ada yang masuk karena "kesembronoan" si pasien sendiri (tak sengaja mengundang demit memasuki tubuhnya), ada juga yang masuk karena keusilan si demit.
Tidak Semua Pasien BN Sakit Akibat Disantet
Dalam beberapa video, BN berulang kali menyatakan bahwa tidak semua pasiennya terkena santet. Sekitar 20% pasien BN hanya sakit biasa (atau kalaupun karena gangguan gaib, itu pun bukan karena ulah dukun santet). Bahkan, ada pasien yang disarankan untuk berobat ke dokter (rumah sakit) dan mengurus BPJS-nya.
Memang, pasien yang diterapi BN adalah pasien yang mengalami gangguan gaib, gangguan yang diakibatkan oleh makhluk gaib alias demit. Demit-demit itu pada sebagian kasus masuk dengan sendirinya ke tubuh pasien dengan alasan si makhluk gaib iseng, suka, atau dendam pada pasien tersebut (meski si pasien tidak menyadari telah membuat marah mereka). Sebagian lagi sengaja diundang atau didatangkan ke tubuh pasien oleh pasien itu sendiri melalui ritual lelaku (amalan atau ngelmu, baik kanuragan maupun kebatinan) atau dimasukkan oleh praktisi spiritual (melalui perantara susuk, jimat, atau media lain untuk kekebalan, pengasihan, kewibawaan, dll.).
Pada sebagian kasus yang lain (dan ini porsinya terbanyak), demit sengaja dikirimkan ke tubuh pasien oleh dukun santet atas permintaan (order) orang tertentu yang sakit hati, dendam, atau menginginkan keburukan pada si pasien.
Gangguan Gaib Berakibat Sakit Fisik (?)
Fakta atau info inilah yang menjadi salah satu keunikan dalam proses pengobatan Ningsih Tinampi. Bahwa gangguan gaib, terutama yang berupa santet, dapat berujung pada sakit fisik, seperti sakit jantung, liver, hipertensi, dan bahkan kanker. Keterangan ini diperoleh dari hasil "wawancara" BN dengan para makhluk gaib yang merasuki pasiennya.
Demit kiriman dukun santet biasanya tidak hanya satu, bisa puluhan, bahkan ratusan. Masing-masing dengan tugas yang spesifik. Ada yang berdiam di pembuluh darah, jantung, perut, hati, atau di organ tubuh lain, semua. Semua bertindak sebagai parasit. Tak beda dengan kuman patogen dalam tubuh manusia. Hanya saja, deskripsi perilakunya beda.
Patogen mikro (kuman) mungkin hanya memakan, meracuni, atau merusak jaringan tubuh manusia sambil terus berkembang biak, tetapi patogen gaib jauh lebih variatif deskripsi perilakunya. Ada yang menusuk-nusuk organ tubuh pasien dengan menggunakan paku, ada yang memasukkan ulat belatung, ada yang memukul-mukul semaunya; ada yang menyumbat pembuluh darahnya, dan sebagainya. Tentu saja itu semua dilakukan secara gaib. Tapi pasien bisa merasakan akibatnya secara nyata.
Gangguan Gaib dapat Memicu Perilaku Buruk
Tidak semua demit yang dikirimkan dukun santet dimaksudkan untuk menyakiti seseorang secara fisik. Karena order pada dukun santet berbeda-beda. Sebagian demit ada yang bertugas merusak rumah tangga target atau korban santet. Caranya dengan mempengaruhi perilaku si korban agar tidak akur dengan pasangannya (suami/istri-nya). Ada juga yang membuat salah satunya terpikat dengan pria atau wanita lain. Intinya, rumah tangganya dihancurkan, tapi si korban tidak menyadari kalau itu rekayasa pihak lain dengan bantuan dukun santet.
Mengerikan sekali, kejam, dan berbahaya. Saya membayangkan kalau yang akan dihancurkan dengan cara seperti itu bukan skala sebuah rumah tangga, tetapi sebuah negara di mana banyak orang sengaja dimasuki demit-demit temperamental berjiwa teroris yang gemar berseteru dengan pihak lain untuk selalu mengacaukan keadaan. Berlebihankah kekhawatiran semacam ini? Atau justru terlambat karena memang sudah terjadi?
Menguak Banyak Misteri?
Meski kontroversial, pengobatan alternatif Ningsih Tinampi telah menguak berbagai "misteri" dalam kehidupan sehari-hari. Misteri yang semula dibiarkan berada di ranah mistis dengan berbagai missing link itu kini seakan menemukan alur logikanya. Siksa kubur yang bukan menimpa jasad fisik (tetap berlaku walau jasad tidak dikubur, misal dikremasi) adalah salah satunya. Paling tidak dalam pemahaman saya. Meskipun ada juga celahnya. Tak cukup hanya satu artikel untuk membahasnya.
Bagi dunia akademis, mestinya fenomen Ningsih Tinampi bisa jadi puluhan bahan skripsi, tesis, atau bahkan disertasi. Bukan hanya aspek sosial, aspek sains fisik atau fisikanya pun perlu ditelaah. Karena sudah saatnya missing link antara fisika dan metafisika dikaji secara ilmiah dengan lebih intensif. Dan, masyarakat awam tinggal menunggu pseudosains mana saja yang akhirnya diakui sebagai sains.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H