Ini tidak berhubungan dengan cerita kenabian. Sekadar dongeng pengetahuan sebagai pelengkap penalaran yang tak pernah masuk dalam materi mata pelajaran.
Alkisah, di awal sebuah zaman Bumi Datar Tentatif, tersebutlah dua laki-laki kembar di dunia tengah. Namanya Ego dan Emo. Tak jelas asal-usulnya, tahu-tahu keduanya dewasa dan berpengetahuan. Jenius, pokoknya. Hasil pemikiran kedua orang itu menjadikan peradaban dunia tengah berkembang pesat.
Ada hal yang unik pada si kembar, keduanya memiliki pikiran yang persis sama. Sama-sama seimbang otak kanan dan kirinya. Ego dan Emo selalu seia sekata, setuju dalam segala hal, tak pernah berbeda pendapat. Sementara masyarakat sekitar sekadar mengekor pemikiran mereka yang sama persis itu. Hal ini menjadikan keduanya merasa bosan.
Tak pernah diskusi dan beradu argumen, sama membosankannya dengan main bulutangkis sendirian di masa sekarang. Akhirnya, keduanya memutuskan untuk berpisah dan sama-sama hijrah: satu ke barat, satu ke timur. Â Ego yang akan ke barat, Emo yang ke timur.
Sebelum berpisah, keduanya bersepakat untuk mengembangkan peradaban di tempat tujuan dengan menggunakan pendekatan yang saling berkebalikan. Bukan dalam arti sesungguhnya. Karena yang dimaksud berkebalikan di sini adalah dominasi otak kanan dan otak kirinya.
Ego akan mengembangkan peradaban dengan berbasis otak kiri di daerah barat, sementara Emo akan mengembangkan peradaban berbasis otak kanan ke daerah timur.Â
Daerah tengah mereka tinggalkan begitu saja. Keduanya berharap meski hanya satu atau dua, ada orang dunia tengah yang meneruskan kebiasaan atau budaya berpikir mereka. Karena budaya berpikir merupakan tiang utama penyangga suatu peradaban.
Ego pun sampai di daerah barat dan Emo pun sampai di daerah timur. Mulailah mereka membangun peradaban masing-masing dengan kejeniusan yang mereka miliki.Â
Masyarakat lokal di barat pun menerima dengan tangan terbuka apa saja yang Ego ajarkan. Demikian pula masyarakat lokal dunia timur tempat Emo menentukan pilihan, mereka menerima dan mengikuti apa saja yang Emo ajarkan. Hal ini ternyata hebat akibatnya.
Hal yang pertama Ego ajarkan pada masyarakat barat adalah cara membaca. Ego mendoktrinasi masyarakat agar budaya membaca menjadi semacam kebutuhan utama.Â
Ini merupakan salah satu contoh tepat pemanfaatan otak kiri. Setelahnya, Ego pun membuat banyak buku berisi pemikiran serta pengetahuannya. Ia meminta masyarakat sekitar membacanya.
Ternyata membaca pun memerlukan energi yang besar. Hal ini membuat masyarakat asuhan si Ego mudah lapar. Mereka butuh sering dan banyak makan. Mereka pun rajin bertani dan berburu untuk mencukupi kebutuhan makan mereka sendiri.Â
Karena sering dan banyak makannya, tak heran postur tubuh mereka tinggi-tinggi dan besar-besar. Nutrisi yang utamanya untuk menunjang kebutuhan membaca akhirnya berefek juga pada fisik dan kekuatan mereka.
Semangat membaca pada masyarakat asuhan Ego di dunia barat sangat tinggi karena keberhasilan doktrinasi Ego. Siang malam mereka rajin membaca. Jika siang mereka manfaatkan sinar matahari sebagai penerang, jika malam mereka gunakan lampu minyak.Â
Lampu minyak menghasilkan jelaga hitam yang kadang tanpa terasa memasuki hidung orang di dekatnya dan menjadikannya risih. Orang itu akan sering mengusap dan memencet-mencet hidungnya sendiri. Lama-kelamaan hidung mereka pun besar dan mancung.
Bagaimana dengan masyarakat dunia timur asuhan si Emo? Emo banyak mengajarkan seni dan spiritual. Emo ajarkan cara menikmati keindahan, menyerap kekuatan alam yang segar dan murni melalui olah pernapasan. Bernapas sehemat mungkin sambil merasakan setiap hembusan.
Emo mengajarkan bahwa siang ditakdirkan untuk terang, artinya itulah saat tepat untuk berkegiatan. Malam ditakdirkan untuk gelap, itulah saatnya beristirahat, tidur dengan napas yang teratur. Karena itulah lambat laun ukuran hidung mereka menyesuaikan peruntukan. Mungil dan tidak mancung karena memang bukan untuk heavy duty.
Masyarakat dunia timur asuhan Emo juga tak sering dan tak banyak makan. Aktivitas fisik seberat apapun jika dilakukan dengan tubuh yang terlatih olah napas tidak menjadikan lelah dan lapar.Â
Sangat efisien sekali. Akibatnya, nutrisi yang masuk terbatas, ukuran rata-rata fisik mereka pun menyesuaikan. Tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu besar.
Begitulah seterusnya. Dengan segala konsekuensinya, peradaban di dunia barat berkembang dengan dominasi otak kiri, sementara peradaban di dunia timur berkembang dengan dominasi otak kanan. Lalu, apa yang dapat kita simpulkan?
Kalau otak kiri ada di barat, otak kanan ada di timur, berarti secara filosofis; dunia kita, bumi kita memang menghadap ke utara. Dan, menurut ilmu Extended Kejawen yang jarang dipahami orang; arah utara itu adalah simbolisme Tuhan. Utara itu dalam bahasa Jawa disebut LOR. Sebuah adaptasi bunyi dari "LORD". Sederhana sekali. Si Kembar memang penuh inspirasi. Meski ambyar ceritanya, logika tetap dipatuhi.
--
(Merujuk pada cerita ini, ada teori hasil pemikiran ahli biologi yang perlu dipertimbangkan lagi kesalahannya. Iya, dipertimbangkan lagi kesalahannya. Karena hingga sekarang masih dianggap salah. Teori Lammarck. Bahwa ukuran organ tubuh dapat berubah berdasarkan frekuensi atau intensitas penggunaan dan perubahan itu diwariskan pada keturunannya.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H