Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Pak Menteri, Kapan Staples Mau Dilarang dalam Bungkus Makanan?

3 Maret 2020   10:04 Diperbarui: 3 Maret 2020   10:17 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan sekali dua saya mengalami, melainkan sudah berkali-kali. Merasakan staples dalam mulut, membaur dalam makanan yang sedang saya kunyah. 

Bahkan, pernah salah satunya menyelip di gigi saya, dalam keadaan terbuka, masih berbentuk huruf U. Meski gusi sedikit luka setelah berhasil mengevakuasinya, saya masih bersyukur karena terselamatkan dari "kecelakaan" yang lebih parah.

Staples yang hampir tertelan itu pastinya bukan merupakan bagian atau komposisi makanan yang saya makan. Staples dalam makanan itu merupakan benda asing ikutan. Asalnya dari proses pengemasan atau pembungkusan makanan. Mungkin karena keteledoran pengemasnya, staples yang belum terpakai ikut meloncat masuk menyelip di antara makanan.

Ada beragam jenis makanan yang dalam bungkus sering terkandung staples. Makanan kering salah satunya. Makanan kering itu dikemas dalam plastik kecil-kecil yang distaples. Ada yang cukup 1 staples, ada yang 2, atau bahkan 3 kalau yang 2 itu dianggap kurang sempurna bengkoknya oleh pengemasnya.

Penggunaan staples juga banyak ditemukan dalam bungkus makanan basah yang menggunakan kertas minyak. Gado-gado, tahu gimbal, somay, nasi rames, dan bahkan nasi padang (lepas dari ori atau tidaknya) sekarang ini biasa dibungkus dan di-staples. 

Penggunaan staples pada bungkus makanan basah semacam ini memiliki risiko tinggi karena staples mudah lepas jika kertasnya basah. Jika lepas, ada kemungkinan bercampur dengan makanan dan ikut termakan oleh konsumen. Jelas ada potensi bahaya, tetapi entah mengapa budaya men-staples bungkus makanan ini masih merajalela?

Ternyata bukan plastik dan kertas bungkus saja yang di-staples. Bungkus berupa daun pisang pun sekarang banyak yang di-staples. Pembuat nagasari, bothok, serta lontong atau arem-arem sekarang ini sudah maen staples saja pada daun-daun pembungkus makanan yang dibuatnya. 

Segel tradisional yang bernama biting (bs. Jawa, lidi yang diruncingkan) sudah dilupakan, mungkin dianggap tidak praktis. Padahal, biting relatif lebih aman digunakan daripada staples. Karena ukurannya lebih besar dan lebih panjang sehingga mudah terdeteksi, nyaris mustahil tertelan bersama makanan.

Kalau segel bungkus daun pisang dulunya biasa menggunakan biting, segel bungkus plastik zaman dulu biasanya menggunakan api lilin. Itu sederhananya, primitifnya. Kalau yang sudah modern menggunakan heat sealer. 

Intinya, ujung plastik direkatkan dengan menggunakan sumber panas. Segel plastik pembungkus makanan dengan menggunakan api lilin maupun heat sealer jelas jauh lebih aman daripada staples, begitu juga dengan plastik berperekat,  tapi kenapa tidak dipilih? Apakah para produsen makanan sekarang tidak lagi peduli pada keselamatan konsumennya? Tidak peduli atau tidak paham?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun