Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Horor Koplak) Siluman Langit-langit

12 Januari 2017   23:52 Diperbarui: 26 Januari 2017   13:36 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KELOPLAK..KELOPLAK..KELOPLAK..

Eh, bunyi itu muncul lagi.

"Apaan, seh?" rutukku kesal. Tapi bunyi itu muncul lagi.

KELOPLAK..KELOPLAK..KELOPLAK..

"Huh.. keloplak..keloplak, dasar koplak!" rutukku makin kesal. Tiba-tiba terdengar jawaban dari atas,

"Yo ben‼"

Hissshh‼ Aku mundur, berlari ke ruang lain. Refleks kunyalakan semua lampu yang saklarnya kebetulan kulewati. Padahal siang hari. Kutenangkan diriku sebentar. Mungkin ada hal yang Tuhan ingin sampaikan padaku melalui kalender ini.

Kuamati lagi kalender yang kubawa. Karetnya sudah tak ada, tapi gulungan masih terbentuk seperti masih ada karetnya. Kubuka gulungannya, eh.. kembali lagi, kubuka lagi, kembali menggulung lagi. Ya Tuhan, ada apa ini? Padahal nggak aneh sih, sebenarnya..hihihi.

Kubuka kalendernya. Kuamati bagian depannya. Ada tertulis jelas di sana istilah "Topo Lelono". Wah, topo kan artinya bertapa. Jangan-jangan yang memindahkan kalender itu sejenis siluman yang sedang bertapa dan khawatir lupa jadwal. Wow, pasti asyik sekali kalau itu Pai Su Chen si siluman ular putih yang cuantiikk. Ah, tapi nggak mungkin. Pai Su Chen sudah bertapa ratusan tahun, levelnya udah abad. Yang ini yang ambil kalenderku pastinya baru dalam hitungan bulan proses bertapanya. Membayangkan sesuatu yang mengerikan, secepat kilat aku kembali ke ruang tengah. Setengah berteriak aku katakan, "Jangan memperlihatkan diri kalau masih jelek‼"

Sempat kudengar bunyi "plak", entah bunyi keloplak seperti tadi atau malah ngatain aku koplak, aku tak peduli. Aku ngacir ke ruang lain. Tongsis dan meja masih di ruang salat. Kubereskan nanti saja kalau anak-anak dan ibunya sudah pulang dari belanja. Sementara, aku salat di depan tivi saja.

Ngeri, tapi peristiwa itu membuatku paham mengapa Bu Setya tetangga kami selalu tampak ketakutan kalau bertamu. Pandangannya selalu menyapu sekeliling. Bahkan, di awal-awal keluargaku tinggal di sini, tiap kali bertemu hampir selalu ditanya "nggak ada apa-apa, kan?" Now I know.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun