Sekadar teori tentang puasa Ramadan yang kita jalani. Saat setan-setan diangkat dari dalam diri, ada ruang di relung hati yang tak lagi terisi. Kosong melompong tak berpenghuni. Maka ego kita bebas merajalela menempati. Tak heran jika saat puasa Ramadan kita jadi tambah sensi, ego kita tambah tinggi.
Berdasarkan hukum kekekalan energi, kenaikan ego dan pertambahan sensi sebanding dengan banyaknya ruang kosong di hati yang ditinggalkan setan dan kemudian diisi nilai-nilai diri. Â Kesimpulan populernya: yang mendadak insyaf atau mendadak fanatik dan galak, berarti kemarin setannya lumayan banyak. #hipotesis
Nggak percaya? Boleh saja. Tunggu nanti saat hari raya, saat lebaran tiba. Saat setan-setan 'dikembalikan' ke dalam diri kita. Memaksa menghuni kembali ruang-ruang hati yang kemarin ditinggalkannya. Maka si ego kembali mengerut seperti sediakala, jadi lebih mudah merendah meminta maaf pada sesama, meski tidak tahu persis salahnya apa. Apalagi setelahnya. Puasa sunah seakan justru jadi puasa yang sebenarnya. Karena biasanya tidak lagi dihiasi kegeraman pada warung makan yang buka siang-siang.
Lalu, apakah berarti setan ada manfaatnya? Dalam hal menekan ego, memang iya, setan ada manfaatnya. Tapi dalam hal mempengaruhi ego justru sebaliknya. Bagi ego-ego yang sukar dikendalikan, setan-setan sangat berbahaya.
So, mau pilih yang mana: pribadi yang banyak setannya atau pribadi yang sedikit setannya? Yang dalam keadaan normal egonya tinggi, setannya sedikit. Yang dalam keadaan normal egonya rendah, setannya banyak. Yang dalam keadaan normal egonya sedang, jumlah setannya pun semenjana. Bagi manusia, sebenarnya bukan masalah banyak – sedikitnya setan dalam dirinya, melainkan kemampuan mengendalikannya, kemampuan melemahkannya. Kita gunakan analogi imunisasi atau vaksinasi. Setan yang lemah merupakan vaksin bagi si ego.
Ego juga penting, tapi jika tak terkendali bisa jadi semacam kanker yang menggerogoti relung hati. Kalau relung hatinya dijaga setan yang lemah, ego tidak bisa mengokupasi. Karena setan lemah tak punya daya untuk pergi atas kemampuannya sendiri. Si ego harus menunggu bulan puasa untuk dapat berkuasa sepenuhnya, saat setan-setan rame-rame ditarik dari peredarannya, maka si ego tak punya rival yang dapat membatasinya. Just something like that…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H