Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tidur Berpahala? Yang Benar Saja!

8 Juni 2016   06:28 Diperbarui: 8 Juni 2016   20:51 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu yang paling terkenal di antara sekian banyak tagline di bulan Ramadan bagi umat Islam menyatakan bahwa "tidurnya orang berpuasa adalah ibadah". Tagline itu dikatakan bersumber dari hadis Nabi. Kalau dianggap ibadah, berarti berpahala. Tidurnya orang yang berpuasa itu berpahala.

Memang ada pro dan kontra dalam menyikapi dan menanggapinya. Sebagian yang pro menganggapnya sebagai bentuk kemurahan Allah pada umatnya di bulan Ramadan. Sebagian lagi yang kontra beranggapan bahwa hadits tersebut dhoif adanya, palsu belaka.

Kalau kita mencari rujukan pada buku atau referensi lain untuk dibaca, hampir pasti kita malah tambah bingung ke mana-mana. Karena masing-masing pendapat sama-sama memiliki prosedur pembenarannya. Lalu, mengapa kita tidak menghentikan pencarian rujukan berbentuk bacaan dan memilih mengaktifkan dulu daya nalar kita? Karena bisa jadi sangat sederhana logikanya. Coba saja.

Misalkan dalam durasi satu jam, Omdo yang sedang berpuasa memilih tidur nonstop, sementara Omda yang juga sedang berpuasa memilih main game di komputernya. Besar mana pahalanya? Memang, pahala urusan Allah, tetapi kita sedang mencoba bernalar menggunakan akal karunia-Nya. Kalau main game di komputer (dianggap) tidak berpahala, maka pahala Omdo lebih banyak daripada pahala Omda. Karena Omdo dapat tambahan pahala dari tidurnya yang teryakini sebagai ibadah.

Daripada jadi aneh dan makin kacau bahasannya, saya langsung pada kesimpulan saja. Hadist itu memang "kurang relevan". Tapi kurang relevan bukan karena dhoif atau palsunya, melainkan kurang relevan dalam hal penafsirannya. Karena beragam analisis yang ada cenderung terlalu fokus pada istilah "tidur"-nya, bukan pada kata "ibadah"-nya.

Seperti kita ketahui bersama, tidur tidak membatalkan puasa. Orang yang sedang tidur tetap dihitung puasanya. Dan puasa itu berpahala. Jadi, orang yang sedang tidur tetap dianggap berpuasa, tetap mendapat pahala, tetapi pahala puasa, bukan pahala tidurnya. Durasi puasanya tetap dianggap kontinyu. Karena tidur bukan time out puasa. Sederhana, bukan?

So, implikasi sederhananya, tidur saat puasa itu justru membuang kesempatan menambah pahala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun