Yang perlu dicurigai mengakomodasi kepentingan "majikannya" justru para anggota dewan yang terhormat tingkat satu itu. Secara meyakinkan mereka adalah petugas partai. Justru merekalah boneka-boneka partai yang sesungguhnya. Meski keberadaan mereka sebagai pembuat undang-undang dilindungi konstitusi, ekses-ekses yang terjadi akibat penyalahgunaan wewenang tak bisa dimungkiri. Dan itu terpaksa dianggap sebagai harga yang harus dibayar untuk sebuah demokrasi.
Namun, apakah harga sebuah demokrasi itu juga meliputi "selisih" uang triliunan dalam APBD? Selisih 'hitung' triliunan rupiah bukan masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan ajakan makan siang, malam, ataupun kencan semalaman.
Yang agak mengherankan, ke mana saja warga DKI Jakarta? Adakah mereka merasa kepentingannya telah terwakili oleh para wakil parpol di DPRD? Ataukah rakyat Jakarta sengaja membiarkan gubernurnya yang sekarang ini menuai badai sendirian untuk memperjuangkan kepentingan warganya?
Bingung juga membahasnya. Selain sekumpulan wakil parpol di DPRD dan gubernur serta jajarannya, DKI Jakarta itu sebenarnya siapa? FBR? FPI? UI? TRISAKTI? Mandra? Ridwan Saidi? Laila Sari? Atau Mpok Nori? Siapa yang berhak memberi dukungan atas nama warga DKI? Siapa yang berhak mengatakan "rela" atau "tak rela" atas dana triliunan rupiah milik DKI yang gagal selamat nanti?
Haruskah menunggu Idul Fitri untuk kembali sadar bahwa jalan lancar tak macet itu menyenangkan? Haruskan menunggu musim kemarau untuk kembali sadar bahwa hujan tanpa banjir itu membahagiakan? Dan semua itu jelas perlu uang. Uang yang kini diperjuangkan untuk diselamatkan oleh satu orang.
Lalu bagaimana cara DKI menentukan pilihan? Bagaimana cara DKI menentukan dukungan? Nha.. itu. Sepertinya sudah terlambat karena PEMILU sudah lewat. Ya minimal lewat media sosial meski kurang kuat. Selebihnya tinggal menonton televisi saja. Atau ada cara lain?
Untunglah KPK sudah "hidup" lagi. Kasusnya bakal makin sedap dinikmati. Bakal ketahuan juga siapa yang kemarin  ikutan joget-joget bahagia saat KPK dipreteli. Kini mereka menuju area tangis bombay kayaknya. Kita lihat saja sama-sama. Apa? Nggak mau ya? Oke. Fine. Goodbye..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H