Halo, apakabar kawan-kawan pembaca hari ini? Ditengan PSSB Jawa Bali yang lagi berlangsung, tiba-tiba saya kepikiran untuk membahas hal tentang memilih dan dipilih ini. Sebenarnya kita yang pilih kampus untuk melanjutkan studi ataukah kita sebenarnya yang dipilih oleh kampus? Hayo, mana sih sebenarnya yang benar? Sempat kepikiran nggak tentang ini?
Dulu ketika baru lulus sekolah menengah atas dan harus memilih mau melanjutkan untuk kuliah dimana otak ini seperti dikasih kejut listrik dan dipaksa untuk berfikir dan memilih secepatnya.
Ada dari teman-teman yang dari awal sudah tahu banget inginnya lanjut studi dimana, ada juga yang mendaftar jalur prestasi yang punya kerjasama dengan sekolah lalu nurut saja jurusan apa yang mereka dapat, yang penting diterima dengan jalur prestasi, walaupun jurusan yang menerima mereka adalah jurusan yang tidak favorit atau minim sekali peminat.
Ada juga teman yang ikut-ikutan mendaftar secara jalur penerimaan pada umumnya dan memilih kampus-kampus favorit dan lagi hangat-hangatnya jadi pembahasan. Ada lagi nih tipe teman yang rela berjam-jam mantengin laptop dan mencari informasi, langkah apa yang harus mereka ambil, karena ini menyangkut masa depan, begitulah jawaban mereka.
Saya sendiri cuma melihat fenomena kelulusan sekaligus awal dimulainya babak baru di step yang lebih tinggi ini tanpa tahu, diri sendiri ini inginnya apa. Alhasil ikut-ikutan mendaftar di mana-mana, tempat studi yang kualifikasinya sesuai. Mulai dari kampus yang sepenuhnya dapat perhatian dan ikatan kerja kedinasan dengan pemerintah, kampus negeri favorit, sampai kampus-kampus yang saya baru mendengar nama itu disebut.
Ujung-ujungnya malah menunda kuliah satu tahun dan asik kerja jadi penyiar radio. Benar-benar random dan apa yang terjadi diluar keinginan. Dulu ketika kecil dan diajak sama guru untuk pertama kalinya ke studio RRI, rasanya seperti masuk ke dunia lain, tiba-tiba telinga dipasangi penutup yang saya akhirnya tahu itu namanya headset. Terus dari telinga bisa kedengaran suara sendiri yang lagi cerita dongeng untuk siapapun yang pada hari itu lagi dengar saya dan teman-teman lagi siaran.
Sejak hari itu saya suka sekali dengan dunia siaran radio. Setiap kali ikut ayah naik vespa dan saya berdiri di depan, pakai helm kecil seukuran kepala saya waktu itu, saya merasa seperti sedang siaran radio dan asik sendiri nyanyi-nyanyi lalu menyapa pendengar. Haha. Nggak nyangka akhirnya setelah lulus sekolah bisa langsung mengudara.
Asik sendiri dengan dunia kerja yang baru, kadang lupa kalau masih punya tanggung jawab untuk memilih akan melanjutkan kuliah dimana dan mengambil jurusan apa. Akhirnya karena dunianya sudah mulai berkembang dan lingkaran pergaulan juga sudah semakin lebar, mulailah bertanya-tanya tentang dunia kampus dan jurusan-jurusan yang mungkin bisa jadi referensi. Setelah setahun kemudian memikirkan akhirnya mantap untuk memilih akan ambil jurusan apa dan kuliah dimana.
Tapi, ternyata perjuangan ini tidak berhenti dan selesai sampai disitu saja guys. Setelah sudah tahu ingin ambil jurusan apa dan mendartar dimana, kembali lagi nih kita harus mengikuti proses administrasi dan pendaftaran awal, mengisi semua formulir dan mengikuti step by step sebelum akhirnya diterima di kampus yang kita mau.
Ternyata setelah kita memilih, kita juga harus berusaha kasih tahu sama kampus pilihan kita kalau kita pantas mereka pilih sebagai mahasiswa. Oh ferguso, ini melelahkan.
Pada akhirnya setelah sekarang ada di dunia kerja, saya mulai paham dan ingin sekali membagikan pengalaman saya ini untuk teman-teman, adek-adek, atau siapa saja yang sedang membaca tulisan ini untuk memiliki pandangan dan rules, serta nalar berfikir yang lengkap tentang pemilihan kampus untuk melanjutkan studi. Supaya tidak masuk damam fase galau dan bingung seperti saya kala itu.
Kalian pernah nggak mendengar dari teman atau orang tua teman, atau siapapun tentang memilih kampus dan jurusan akan menentukan cepat lambatnya atau seberapa bonafitnya tempat kerja yang akan menerima kalian nantinya. Kalian percaya nggak akan hal itu? Terus kalau kalian jawab percaya, alasannya kenapa? Emangnya kalau kalian diterima di sebuah perusahaan yang kece badai, itu akan merubah sesuatu?
Kalau boleh memberikan penjelasan versi saya, memilih tempat untuk melanjutkan studi adalah sebuah tahap kita untuk menentukan relasi seperti apa yang akan kita pilih untuk nanti ke depannya jadi tempat kita berinteraksi dan tempat kita memupuk koneksi dengan rekan atau patner kita nanti. Siapa teman yang nantinya akan membuka jalan untuk membangun pondasi yang kuat dalam bisnis atau hubungan kerja.Â
Contohnya ketika kuliah di kampus yang alumninya banyak jadi petinggi-petinggi negeri seperti menteri, presiden, atau bahkan pemilik bisnis yang menggurita, kita bisa dengan bangka menyebut bahwa itu adalah teman sekolah kita dulu. Eh tapi, kenapa harus pakai teman untuk menunjukkan siapa kita sih, kenapa tidak kita sendiri yang sukses supaya teman-teman se-alumni kita bangga punya teman seperti kita.
Duh kenapa ujung-ujungnya mengarah ke pride sih. Haha. So sorry guys. Ini hanya intermezo dan tulisan yang tak berujung. Intinya kalian boleh mencoba apa saja. Ada teman yang dulu sempat bilang kalau dia lebih suka jadi yang terbaik di kampus yang nggak terlalu baik atau favorit juga nggak apa-apa dari pada berhasil masuk di sekolah favorit dan terlihat biasa saja dan jadi mahasiswa mayoritas dan tidak terlalu dikenal.
Semua kembali lagi kepada tujuan kalian guys. Pilih sekolah atau pilih kampus hanyalah sebuah kendaraan yang bisa kita sewa untuk menuju tempat yang jadi tujuan kita nanti. Mau jadi pebisnis atau pekerja kantoran semua terserah kepada masing-masing.
Mau bilang kampusmu dimana akan menentukan mudah atau tidaknya kalian memperoleh pekerjaan juga kembali ke kepercayaan diri kalian dan keluarga masing-maisng. Tidak ada benar salah dalam memilih kampus atau sekolah. Bukan berarti swasta lebih baik atau negeri lebih baik. Sekolah di negara sendiri atau di negara tetangga lebih baik. Tidak ada yang bisa menjamin apapun.
Jadi, kampus apapun yang kalian pilih nantinya, berjuanglah di sana, bersenang-senanglah juga, lakukan apa yang kalian ingin lakukan, perdalam apa yang kalian inginkan, pertajam apa yang perlu untuk kalian pakai sebagai senjata nantinya, jangan takut dengan persaingan.
Tidak ada kok persaingan dalam dunia kerja. Itu hanya ilusi yang diciptakan sesama rekan kerja karena mungkin mereka kurang kerjaan atau lagi gabut. Tugas kita sama di muka bumi ini, bukan untuk jadi kaya atau hedon, tapi bagaimana ilmu yang kita dapat, kemampuan diri yang kita pertajam, ujung-ujungnya bisa bermanfaat buat diri sendiri yang utama, lalu untuk sesama dan orang banyak. Seperti lampu pijar dan teknologi yang bisa kita nikmati hari ini.
Stop jadi generasi yang banyak mengeluh dan penuh alasan untuk tameng malas bergerak, jadilah solusi untuk setiap permasalahan yang mungkin muncul di dunia ini suatu saat nanti. Kalau menjadi sesuatu untuk dunia terlihat terlalu besar di mata kalian, setidaknya menjadi solusi dan manfaat untuk diri sendiri atau keluarga juga oke. Tapi yang terpenting adalah kalian bahagia dulu, kalian sayang sama diri kalian dulu.
Lalu banyak mencintai diri sendiri dengan sering mengucapkan terimakasih kepada kedua kaki kalian yang sudah mau kalian ajak kemana-mana, tangan yang sudah mau diajak kerja keras, serta segala apa yang kita miliki, termasuk hembusan nafas. Semoga kita bisa bertanggung jawab atas setiap nafas yang kita hembuskan. Salam sayang (titik dua bintang).Ang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H