Mengenal Cantik Nusantara
Suara gemuru air hujan memenuhi isi ruangan yang terdengar sunyi sejak 5 menit yang lalu. "Hari ini giliranku untuk presentasi", kuucapkan mantap sembari mempersiapkan bahan materi yang akan ku sampaikan.
Minggu lalu Bu Silvi yang merupakan guru mapel Bahasa Indonesia, mengumumkan peringatan penting bahwa penilaian harian untuk minggu ini adalah bercerita, seketika seisi kelas ricuh akan keluhan dari seperempat penghuni kelas. Cerita yang bertemakan Indonesia, tambah Bu Silvi, kali ini keluhannya semakin parah, bahkan beberapa dari mereka mengajukan perubahan tema. Aneh batinku, sikap mereka seolah -- olah menggambarkan kebenciannya terhadap kebudayaan negaranya sendiri, mungkin mereka lupa asal muasal mereka, dimana mereka tinggal sekarang, sambungku dalam hati.
Ambisi ku kali ini benar -- benar meledak, pengumuman tadi berhubungan dengan hal yang beberapa hari terakhir membuatku tak henti memikirkannya, dan hal ini membuatku berdiri tegap tanpa gemetar di depan teman -- teman ku sekarang.
"Selamat siang teman -- teman saya Nabiru. Saya, kalian, pasti tahu betul jika kita tinggal di sebuah negara yang bernama Indonesia, kita lahir dan berkembang di negara ini, tapi sudahkah kita mengenal tempat yang kita sebut negara ini?", pertanyaan di akhir kalimat sontak menyapu kesunyian dengan kericuhan yang terdengar sama, ketika tugas presentasi ini diumumkan minggu lalu.
"Tenang -- tenang, saya mengerti, sebagai seorang warga negara kita pasti tahu mengenai asal muasal negara kita dibangun, bahkan persoalan ini juga dibahas di beberapa mapel pelajaran. Namun apakah kalian pernah merasa tertarik dengan berbagai budaya, dan tradisi berbagai tempat di Indonesia pada jaman dahulu?. Â Jaman kita jaman modern, semuanya baru, kebiasaan baru, trend baru, hampir sekian persen kebiasaan kita sudah di pengaruhi oleh globalisasi, penasaran terhadap budaya jaman dulu?, ketinggalan jaman!", lagi -- lagi perkataan ku menyebabkan pro dan kontra penghuni kelas, topik ini benar -- benar seru dibicarakan, batinku semakin semangat.
"Perkembangan jaman sudah pasti akan terus terjadi, padat dan sibuk, sehingga kebudayaan dulu akan segera ditinggalkan untuk menempuh dunia baru. Tidak salah untuk berkembang, salahnya itu melupakan. Puluhan bahkan ribuan budaya unik pernah kita miliki, pernah kita biasakan, apakah kita rela untuk melupakan sesuatu yang membuat kita bisa berkembang seperti sekarang?, bagaimana dengan kalian, apakah kalian rela kehilangan itu?", aku sibuk memperhatikan tanggapan teman -- teman kelas yang hampir seluruhnya menjawab tidak rela.
"Maka dari itu, mengigat kembali adalah perbuatan paling sederhana yang bisa kita terapkan sekarang. Kalian pasti sudah tahu betapa luasnya Nusantara, pulau -- pulau yang bertetangga dan dibatasi oleh lautan indah tiada tara, kaya akan budaya dan melimpahnya sumber daya alam yang tersedia. Suku -- suku banyak tersebar di beberapa pulau, banyak di antaranya memiliki ciri khas yang tidak pernah kita temui, bahkan bisa jadi kaget melihat kebudayaan mereka", akhirnya cerita akan dimuali, slide demi slide di buka bersamaan untuk menunjukan gambaran dari apa yang ku jelaskan.
"Salah satu contohnya adalah saya sendiri. Sejak SMP, ketertarikan saya mengenai budaya Indonesia mulai memenuhi waktu segang yang saya punya, ketika waktu itu datang makan pun saya lewatkan. Akibatnya saya menemui banyak tradisi ekstrem yang mempunyai makna filosofi mendalam. Di antara banyaknya kebudayaan unik, ada satu yang selalu menarik perhatian saya hingga kini, dan sekarang topik utama dari cerita saya, akan segera dimulai", susana hening mulai kembali mengisi ruang kelas, para penghuni kelas diam menunggu mulainya sebuah cerita.
"Cantik, sebuah kata yang pasti ingin didengar seorang wanita, ketika seorang mengucapkan kata tersebut, mucul sebuah simpul merona yang siapa saja bisa ikut tersenyum melihatnya. Cantik, sebuah kata yang jika mau didengarnya saja harus membutuhkan sebuah usaha. Sebagai seorang perempuan keinginan untuk tampil baik di depan banyak orang juga saya rasakan, membeli banyak skincare demi kulit halus seperti bayi, diet agar memiliki badan ideal, dan pada akhirnya hanya rasa lelah yang saya rasakan. Jelas diluar sana lebih banyak lagi perempuan yang melakukan usaha yang jauh lebih melelahkan dari apa yang saya lakukan", teman -- teman kelas yang separuhnya adalah wanita mulai bersuara atau hanya mengangguk setuju degan ucapanku.
"Setiap daerah memiliki devinisi cantik yang berbeda - beda, dan cantik juga memiliki devinisi yang berbeda -- beda. Namun sayangnya, kata cantik sudah memiliki gambarannya sendiri, bahkan cara untuk menjadi cantik juga sudah ditentukan. Indonesia memiliki wanita cantik yang berbeda -- beda disetiap daerahnya, apalagi daerah yang masih kental akan kebudayaan tradisionalnya, banyak yang memenuhi standar kecantikan dengan hal ekstrem, salah satunya adalah tradisi kerik gigi suku Mentawai di Pulau Siberut, Sumatera Barat", kubuka slide berikutnya yang memperlihatkan gambaran dari seorang wanita yang memiliki gigi runcing.
"Gambar ini menunjukan seorang wanita yang teramat cantik di suku Mentawai, giginya sudah dipahat runcing sedemikian rupa agar terlihat menarik di mata lawan jenis. Bagi suku Mentawai gigi runcing menjadi simbol kecantikan perempuan dewasa, semakin banyak gigi yang runcing akan menjandi semakin menarik, para perempuan disana rela menahan rasa sakit selama proses pengerikan yang berlangsung kurang lebih satu jam.
Standar kecantikan suku Mentawai menjadi satu dari ribuan standar ekstrem yang ada di Indonesia, usaha dan pengorbanan bisa kita rasakan hanya dengan melihat video dokumenter yang banyak berlalu -- lalang di media sosial. Tradisi ini menggambarkan betapa berat pengorbanan seorang wanita demi meninggikan derajat mereka, namun sekarang mayoritas wanita tidak di hargai keberadaanya, masih banyak pelecehan terhadap wanita, masih banyak deskriminasi gender yang menyebabkan wanita memiliki batasan dalam melakukan banyak hal. Dengan adanya fakta ini marilah kita sama -- sama belajar mengerti dan memperdalam ilmu pengetahuan mengenai ragam suku dan budaya Indonesia, karena masih banyak sekali hal -- hal menarik yang bisa kita pelajari. Sekian dari saya, terimakasih", kututup presentasi ini dengan perasaan lega sebab teman -- teman dan juga Bu Silvi tampak tertarik dengan topik pembahasan yang aku sampaikan.
Suasana kelas semakin ricuh karena obrolan mengenai topik cantik yang ku bahas tadi, banyak yang setuju, ada juga yang tidak dan kebanyakan anak laki -- laki. "Baik, dari apa yang disampaikan oleh Nabiru mengigat dan mencari tahu mengenai kebudayaan Indonesia menjadi simbol rasa cinta terhadap tanah air kita, banyak kebudayaan yang mungkin bisa kalian bicarakan dan kembangkan dengan teknologi yang tersedia. Tradisi kerik gigi menjadi salah satu kebudayaan yang juga menggambarkan pengorbanan seorang wanita dalam memenuhi standar kecantikan di daerahnya, semua wanita itu cantik, standar kecantikan itu memanglah ada di sekitar kita, namun itu bukalah hal yang harus kita penuhi, kita yang seorang perepuan harus menjadi diri sendiri yang sudah cantik dari dalam, bagi yang laki -- laki, dijaga teman -- teman kalian yang perempuan", ucap Bu silvi meringkas presentasiku sembari menggoda murid laki -- laki dikelas ku. Aku menjadi penutup pada sore hari ini, tak lama bel tanda pelajaran sudah berakhir berbunyi dan membuat ribut seisi sekolah, waktunya pulang.
Kegiatan ini berdampak besar bagi ku dan teman -- teman ku yang lain, tiap harinya ada saja seseorang yang memulai topik pembicaraan mengenai budaya Indonesia yang ekstream dan sakral, bisa jadi pembahasan ini akan terus menjadi topik hangat yang dibicarakan dalam kelas hingga entah kapan, semoga seterusnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H