Mungkin dia dikategorikan wanita kuper (kurang pergaulan), tidak pernah pacaran, menundukkan pandangan, membatasi pergaulan dengan lawan jenisnya. Dia juga dibilang fanatik karena memanjangkan hijabnya hingga menutup dada. Tapi siapa sangka perjalanannya yang tertutup itu punya kisah indah hingga aku ingin menuliskannya.
Pagi, awal aku diterima di sebuah sekolah dia menjabat tanganku sambil menyebutkan namanya, meja kerjaku tepat dihadapannya, logat jawanya sangat kental, “aku lama di Jogja kak, merantau disana dari SMU”. Itu sedikit cerita diawal pertemuan kami dan berlanjut sampai persahabatan itu penuh cerita suka dan duka.
Pagi yang cerah, dia mengabarkan aku tentang hari pertunangannya yang sungguh mengejutkan hanya tejadi dalam satu malam. Dia mengenal pria ini sebagai orang yang pantas buat imamnya kelak. Aku sambut kegembiraannya dengan suka cita. Walau terpikir dibenakku jatah curhat bakal berkurang.
Heboh, semua membicarakannya “tidak pacaran kok bisa tunangan?” hati ku berpikir bukannya itu bagus, apa perlu pacaran dulu baru serius? Seperti mau membeli buah, dicicip dulu kalau asem ya di batalkan, kalau manis di beli itu pun kalau tawarannya deal. Aku menarik nafas panjang dan meninggalkan arena gossip itu.
Cerita tentu tak seindah itu saja, ibarat pepatah setelah badai akan ada kehidupan yang baru. Mari aku ceritakan badai itu. Belum genap setahun pertunangan itu hancur karena penghianatan. Siapa sangka pria yang sudah ia kenal sebagai Imam yang pantas memimpinnya kelak berbelok ditengah jalan. Istana yang mulai ia bina bersama kini terlihat gubuk yang hampir runtuh. Tak ada pilihan selain mundur. Dia begitu terpukul. Tak ada air matanya yang tersisa untuk mengisahkan perjalanan “cinta”nya.
Kembali lagi di arena gossip “tidak jadi menikahnya? Kenapa? katanya tunangannya suka sama wanita lain? Bla bla bla”. Aku menggeleng. Diujung telpon sahabatku menangis ku tenangkan semua pasti berlalu, hari ini pasti akan pergi, bersabarlah.
Seperti yang ia kisahkan disetiap hari yang dilaluinya seorang sahabat lama datang menghampirinya, walau itu hanya lewat ponsel. Tak ada harapan dari sahabat yang sudah setahun lebih ia kenal hanya sebatas teman. Tapi siapa sangka, pria yang memendam rasa cinta yang telah lama ini cukup hanya bisa menahan karena saat itu ia telah di khitbah, kini kembali muncul untuk menunaikan niat yang lebih dari sekedar “tunangan”.
Kembali aku dengar curhatnya dari ujung ponsel, “gimana kak? Aku udah kasi ultimatum kalau serius ya datang kerumah orang tuaku, aku gak mau kejadian kayak kemarin lagi kak”. Aku tersenyum “great” kamu sudah melakukan yang terbaik sahabatku.
Rezeki, jodoh dan ajal Allah yang menentukan, ini bukan pepatah tapi janji Allah yang harus sabar, ikhlas dan ikhtiar yang luar biasa. Kisah 3 bulan sebelum “indah pada waktunya” dimulai. Selama setahun lebih bersahabat mereka tak pernah bertemu sama sekali, hanya lewat media sosial network mereka saling melihat satu sama lainnya.
Dan hari itu pun datang, dimana dia sang calon imam memberanikan diri kerumah orang tuanya, disana saat pertama pertemuan dan sekaligus lamaran dadakan. Hanya berlalu seperti kilat. 20 hari sebelum peristiwa penting itu terjadi, kembali aku mendapat telpon dari sahabatku, terdengar kegembiraan dari suaranya, terasa olehku kepedihan hari-harinya berlalu. “kak sekitar 2 minggu lagi aku akan melangsungkan akad nikah, maaf kak mendadak menyampaikannya, semuannya terjadi diluar dugaanku”. Mataku berkaca-kaca Allahuakbar badai itu berlalu. Barakkallahu wa barakaalaika wajama’a bainakuma fii khair, bisikku.
Kulihat dua pasang makhluk Allah tersenyum dibalik kamera ditanganku. Rasanya aku ingin mengatakan sesuatu diarena gossip, inilah yang sebenarmya “cinta” itu. Perkenalan, pertemuan dan Akad.
Ini sepotong kisah “cinta” sahabat terbaikku, ia mengajarkan aku untuk tegar, kuat, sabar, ikhlas dan ikhtiar dalam menghadapi cobaan kehidupan. Dari kisahnya juga aku belajar pacaran bukanlah jaminan sebuah kebahagiaan, jangan takut dibilang jomblo karena tidak punya pacar, karena Kekasih Allah akan datang menemuimu dengan cara yang tak terduga. Dia itu imam yang memimpinmu kelak hingga akhirat. Aamiin.
Kisah ini ku dedikasikan u sahabat tercintaku yang tak bisa aku sebutkan #R. Terimakasih ukhti atas kisahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H