Mohon tunggu...
Gibran Ramadani
Gibran Ramadani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN KHAS Jember

menulislah agar kau dikenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fiqh Nusantara dalam Ruang Lingkup Islam Nusantara

16 Juni 2022   23:15 Diperbarui: 16 Juni 2022   23:30 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mufti tidak boleh beku dengan (hanya menerima) apa yang dinukil dalam kitab-kitab dahir al-riwayah, tanpa memperhatikan zaman dan manusia zaman itu. Kalau ini terjadi, maka akan banyak hak yang ia korbankan dan mudaratnya lebih besar dari manfaatnya."

Yang menjadi catatan penting disini  adalah bahwa taqlid pada diktum fikih tanpa melihat konteks zaman hanya akan membawa madlarat pada manusia dan kehidupannya. Karena diktum-diktum fikih para ulama dahulu dibuat dengan memperhatikan situasi dan zaman di masa mereka hidup dengan mempertimbangkan kemaslahatan pada masa itu.

Oleh karena itu, memberi ruang fatwa untuk selalu diupdate secara terus menerus adalah bagian dari upaya fikih untuk menciptakan kemaslahatan bagi manusia tidak hanya di akhirat namun juga di dunia.

Inilah seharusnya yang menjadi pedoman dalam istinbat al-ahkam as-syar'iyah atau fikih tersebut. Pembedaan yang memiliki potensi berubah dan tidak berubah pada mu'amalah dan ibadah menurut as-Syatibi  memiliki dasar. Dalam pandangan as-Syatibi  soal ibadah, syari'at berfungsi sebagai mubtadi (pembentuk) dan (pencipta hukum). Sementara, dalam hal mu'amalah, syari'at berfungsi sebagai mufammin (penyempurna).

Yang Pertama, fungsi syariat adalah sebagai mubtadi dan munsy dalam ibadah karena memang manusia tidak memiliki kewenangan dalam bentuk ibadah Logikanya. sebelum datang syari'at Islam semula orang hanya dibolehkan mengikuti aturan syari'at sebelumnya. Setelah syari'at Islam datang, maka orang-orang harus mengikuti tata cara Syari'at Islam dalam hal ibadah yang mana telah ditetapkan oleh syariat tersebut. Kecuali dalam konteks syar'u man qablana, Syari'at melakukan afirmasi bahwa ibadah di masa dulu telah "di-stempel ulang" sehingga dapat digunakan umat Islam yang datang sesudahnya.

Pada dimensi lain, dalam soal ibadah yang manfaatnya tidak langsung dapat diketahui atau dirasakan manusia umumnya dan menurut tabiatnya manusia tersebut  tidak merasa punya hajat untuk melakukan ibadahnya, maka perintah Syari'at tersebut  dikukuhkan dalam bentuk wajib dan larangan dalam haram.

Contohnya ibadah sholat. Ibadah ini diperintahkan tuhan kepada manusia dalam bentuk demikian karena jika dilihat dari luarnya saja manusia tidak memperoleh keuntungan secara langsung ketika melakukan sholat sehingga sholat ini dilakukan semata-mata bentuk kepatuhan (ta'abbud) kepada tuhan dan kepatuhan pada perintah Syari'at tersebut.

Selain itu, karena hanya semata-mata ta'abbud ini, maka shalat diperintahkan dengan cara-cara yang keras dan tegas karena jika tidak demikian, maka manusia akan enggan melakukan ibadah shalat. Artinya, bahwa lafadz-lafadz yang menyuruh orang untuk sholat sengaja menggunakan kata-kata tegas yang disertai ancaman siksa neraka.

Kedua, syari'at dengan fungsi sebagai mutammim dalam soal mu'amalah. menurut as-Syatibi,secara umum perintah yang menyangkut mu'amalah keuntungannya dapat dirasakan langsung oleh manusia sehingga tidak menggunakan istilah wajib. Demikian ini karena dalam pandangan as-Syatibi sudah tabiat manusia untuk melakukan perbuatan yang menguntungkan dirinya, meskipun tidak menggunakan istilah wajib.

Pada intinya kebanyakan manusia akan melakukan mu'amalah yang didalamnya terkandung maslahah. Bisa kita menjumpai berbagai contoh muamalah yang menguntungkan manusia tersebut seperti keluarga dan perkawinan. Demikian juga tentang perumahan, sandang pangan dan papan, jual beli dan sewa menyewa yang manusia pada umumnya tahu kegunaan transaksi tersebut sebelum ada syari'at Islam.

Akal manusia dapat mengetahui secara langsung kandungan kemaslahatan dalam hal-hal demikian ini. Yang Fungsi syari'at sebagai mutammim dalam hal muamalah disamping berfungsi memerinci kemaslahatan yang dapat diketahui manusia, juga memberi nilai ta'abbud pada muamalah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun