"Di Balik Pria Sukses Ada Wanita yang Hebat". Ungkapan itu tampak begitu mewakili hubungan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya, Ani yudhoyono. Bagaimana tidak, Ani Yudhoyono selalu mendampingi SBY, baik saat menjadi ibu negara, maupun sekarang, di saat fitnah datang bertubi-tubi kepada suaminya.
Ketika SBY melaporkan kuasa hukum Setya Novanto, Firman Wijaya, yang dianggap melakukan fitnah dan mencemarkan nama baiknya, ia menolak diwakili oleh kuasa hukumnya. Ia lebih memilih untuk didampingi sang istri dalam memperjuangkan keadilan.
Menurut Kuasa hukum SBY, Ferdinand Hutahaean, SBY menolak opsi agar tim kuasa hukumlah yang akan berangkat dan menyelesaikan masalah ini. dan mengatakan ingin menghadapi semua fitnah itu secara langsung. Lantaran hal itu, SBY berinisiatif mendatangi Bareskrim Polri secara langsung dan melaporkan Firman Wijaya.
"Para kader tak perlu mendampingi saya ke Bareskrim. Biar saya sendiri yang datang ke Bareskrim, saya hanya mau ditemani Ibu Ani, istri tercinta yang selalu menemani dalam suka dan duka," tutur SBY.
Bapak demokrat itu tampak begitu menghargai dan mencintai istrinya, dengan berjuang bersama melalui proses hukum yang legal tanpa intervensi.
Wanita hebat akan selalu berusaha ada dan menguatkan laki-lakinya, untuk semangat membangun masa depan, semangat menghadapi kegagalan-kegagalan yang ditemui. Doa-doanya tidak pernah terputus mendoakan kebaikan untuk lelakinya.
Dulu pada maret 2012 saat Ani baru selesai operasi pengangkatan kandung empedu, ia tetap ikut mendampingi Presiden SBY kunjungan kerja. Tiga bulan kemudian, Ani Yudhoyono kembali harus menjalani tindakan medis lantaran sakit gangguan syaraf.
Bukan hanya suami, Ani selalu "pasang badan" dan melindungi anak-anaknya yang diserang fitnah. Putra keduanya Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, difitnah karena kerap mengenakan baju lengan panjang, untuk menutupi tato di lengannya. Ani menilai dugaan orang yang mengatakan alasan Ibas selalu menggunakan pakaian lengan panjang karena ada tato salib sebagai fitnah.
Ia langsung mengunggah foto anaknya kala mengenakan baju lengan pendek. Terlihat tidak ada tato ditangan ibas. Wajar rasanya, Ani mengeluarkan 'the power of emak-emak' ketika keluarganya di fitnah.
Di media sosial, Ani kerap "diserang" oleh pengguna yang tidak jelas. Saking tidak adanya bahan, serangan-serangan mulai tidak masuk akal dan remeh-temeh. Seperti Foto-foto keluarga SBY pakai batik saat di pantai, Foto yang dikatakan tidak simetris, Foto dibilang hasil editan, Disebut ada penampakan, dan lain-lain.
Semua ibu pasti akan melindungi anaknya dengan cinta kasih. Dan kini cinta itu diturunkan ke anak-anak hingga cucu-cucunya.
Cinta pada Pandangan Pertama
Dalam buku 'SBY, Sang Demokrat' (2004) diceritakan bagaimana kisah dua sejoli, SBY dan ANI bertemu.
Diceritakan, suatu hari, ketika SBY duduk di tingkat empat Akabri, ada acara di Balai Taruna. Sebagai Komandan Divisi Korps Taruna, SBY harus melapor kepada Sarwo Edhie Wibowo, sang Gubernur, untuk memberi sambutan peresmian balai tersebut.
Tak dinyana, di situ pulai SBY pertama kali bertemu Ani, yang ketika itu sedang berlibur di Lembah Tidar. Saat itulah, pandangan mata mereka bertemu. Salah satu putri kesayangan Gubernur Akabri itu tinggal di Jakarta dan baru kali itu ke Magelang, menemui orangtuanya.
Setelah pertemuan tersebut, Ani sungguh tertarik kepada pria yang memiliki postur tinggi gagah, apalagi kalau SBY sudah mengenakan pakaian dinas taruna.
Sejak itu, setiap ada pesiar, SBY selalu menyempatkan diri main ke rumah dinas gubernur. Siapa tahu Ani lagi di Magelang. Kian lama hubungan keduanya meningkat ke pacaran. Semakin lama, keduanya makin mengenal satu sama lain.
Ani menemukan kedewasaan yang lebih pada diri SBY. Sebaliknya, SBY mendapatkan perhatian lebih dan kasih sayang dari Ani.
Waktu SBY menceritakan hubungan cintanya kepada sang ayah di Pacitan, pensiunan Danramil itu kaget bukan main. Hati Soekotjo galau. Ia menganggap putra tunggalnya itu telah salah dalam memilih teman. Kok berani-beraninya menggoda putri seorang jenderal.
"Apakah tidak jomplang statusmu dengan anak gubernur yang pangkatnya mayor jenderal?" tanyanya kepada SBY.
SBY perlu berkali-kali untuk meyakinkan orangtuanya bahwa ia tidak pernah minder, tidak pernah kecil hati. Bahkan, ia tidak pernah canggung bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan para anak jenderal, teman-temannya di Akabri.
Lama-kelamaan, Soekotjo menganggap kekhawatirannya itu terlalu berlebihan. Sebab, Sarwo Edhie ternyata tidak melihat itu semua.
Mungkin, karena SBY pandai bergaul dan berkepribadian baik hingga Sarwo Edhie tidak pernah mempersoalkan faktor calon besan yang pangkatnya jauh di bawahnya. Kepribadian SBY memang memikat. Tutur katanya selalu santun meski kepada bawahannya.
Kini keduanya tetap mesra walau di saat sulit, di mana politik kerap menjadi politainment. Lawan politik kerap mencari keburukan-keburukan apapun untuk menggerus citra SBY, ANI, dan keluarga. Ani tetap tegar dan setia mendampingi SBY, walau dalam badai cobaan yang berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H