Ketika seseorang disodori media, ternyata efeknya banyak. Ada yang memakainya untuk cari hiburan. Ada yang memakainya untuk cari duit. Bahkan banyak juga yang memakainya untuk mencari perhatian publik (memangnya situ siapa? Artis?! :P)
Mau tidak mau, ledekan Tukul Arwana beberapa tahun silam kepada orang yang senang bila disorot kamera, terasa masih relevan.
"Masuk TV.. Masuk TV.." Ledek Tukul, yang dilanjutkan dengan.. "Ndesoooo..."
Secara serampangan, TV itu sama juga dengan Facebook atau Twitter, sama-sama media. Dan efek yang diberikan juga mirip-mirip: Perasaan bahagia ketika mendapat exposure. Sama juga bahagianya akan seorang kompasianers yang diberi jatah HL oleh admin yang bertugas.
Tidak ada yang salah dengan itu.
Tapi yang kadang tidak disadari adalah, betapa cepat dan kencangnya isu yang bergulir di Sosial Media. Ia seperti sekumpulan lompatan-lompatan pemikiran dan ide yang terjadi tiap menit. Sanggupkah otak kita memamah info secepat dan sebanyak itu?
Seringkali kita menemukan info beredar di sosial media, sangat-sangat diragukan kebenarannya, tapi kawan-kawan kita dengan gembira turut menyebarkannya. Tiap hari seperti itu. Dan isu-isu yang disebar bulan lalu, sudah lupa tuh! Tiap hari ada isu baru!
Fenomena lain yang sering dijumpai dalam bersosial media di Indonesia adalah, mereka memakainya untuk berjualan. Ini juga aneh sebenarnya. Bagaimana bisa berjualan di platform yang bahkan tidak menyediakan shopping cart. Seringnya hard selling pula, alias nyampah dan bikin spam. Bukannya dapat pelanggan, yang ada malah di-block karena dianggap mengganggu.
Kasus kecil seperti kasus-kasus diatas sering membuat saya termenung sebentar. Jangan-jangan banyak orang belum siap bersosial media. Kita facebookan atau twitteran buat haha hihi, eh dia malah nawarin blackberry....
Celakanya, kadang-kadang, ada pula wartawan pemalas yang malah menjadikan perbincangan di sosial media sebagai berita. Ini mau jadi apa sih?!
Strategi Menjadi Viral: Mainkan Emosi