"Mari ikut aku ...!"
"Mari ikut aku ...!"
Gadis itu menutup telinga dengan kedua tangannya rapat-rapat, berharap bisikan yang tidak jelas asal usulnya itu tidak lagi terdengar. Namun itu percuma saja, bisikan yang menganggunya itu terus terdengar.
Matanya mulai memanas, bibirnya bergetar. Keringat terus mengucur dari dahinya. Ia tidak berani bergerak dari tempatnya. Pandangannya terus mengarah pada jendela yang sesekali menampakkan sosok hitam menyeramkan.
Gadis itu tidak tahu harus berbuat apa dalam keadaannya sekarang. Ia meringkuk dalam kegelapan, isakan yang keluar dari bibirnya terdengar semakin kencang.
Ia kembali berteriak histeris saat merasakan kakinya yang tertarik. Meskipun mencoba menahan, tapi usahanya itu sia-sia. Kakinya terus tertarik sampai menyentuh dinding di sisi lain tempatnya tadi. Ringisan pun turut terdengar tatkala ia merasakan nyeri di kakinya akibat menyentuh dinding dengan begitu kencangnya
Tubuhnya bergetar hebat, teriakan demi teriakan terdengar dari mulut gadis itu.
Namun, semuanya tiba-tiba berakhir ketika lampu menyala. Gadis itu mengusap air matanya yang sedari tadi mengalir. Pandangannya menyapu kamar, sampai matanya terfokus pada seorang perempuan paruh baya yang berdiri tidak jauh dari pintu kamarnya.
Gadis itu beranjak lalu berlari mendekati ibunya. Memeluknya erat, menyakurkan rasa takut yang sedari tadi dirasakannya.
"Ibu .... A-ku t-takut," katanya dengan bibir bergetar.
Ibu dari gadis itu tersenyum, lalu mengelus puncak kepala putrinya dengan penuh kasih. "Tidak akan terjadi apa-apa."