Ketika memutuskan menikah janganlah didasari karena terbawa nafsu, pikirkan baik-buruknya kelak. Menikahlah asal siap membina rumah tangga. Jangan menikah hanya karena mau menghalalkan saja, tapi benar-benar memahami segala konsekuensinya nanti.
Setiap yang berumah-tangga tentunya menginginkan keturunan. Dengan kesiapan ilmu dan mental yang matang tentu keturunan atau anaknya akan terdidik dengan benar dan mendapat kasih sayang seutuhnya dari kedua orangtuanya. Jangan sampai terpaksa menikah dalam kondisi belum matang (baca: labil), karena jika pernikahan itu dihadiahi keturunan, ujung-ujungnya malah akan mengakibatkan perceraian. Lalu siapa yang jadi korbannya? Siapa lagi kalau bukan anaknya.
Banyak kasus di berita bahwa ada seorang ibu kandung yang tega membunuh janinnya (aborsi) akibat malu atau memukuli anaknya yang masih balita, dikarenakan kesal dengan suaminya yang tak kunjung menafkahi dirinya. Kasus seperti ini menjadi contoh bahwa menikah itu tidak boleh gegabah, sekali lagi “kematangan” baik mental maupun finansial itu perlu agar tidak ada lagi anak yang jadi korban para orangtua labil.
Intinya
Semua harus dipersiapkan secara matang agar nanti tak berhenti di tengah jalan. Jangan sampai salah memilih pasangan hidup dikarenakan buru-buru atau nafsu belaka. Pada akhirnya jikalau kalian berpisah dalam kata “perceraian”, maka nantinya semua itu akan meninggalkan bekas, yaitu sakit hati dan buah hati. Oleh karena itu jadilah generasi berencana dengan menikah pada usia ideal dan tuntutlah ilmu setinggi-tingginya karena seorang anak berhak dilahirkan dari rahim ibu yang cerdas. Keluarga cerdas raih masa depan cemerlang!
Facebook : Anggia AP
Twitter : @giagya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H