Mohon tunggu...
Gia Ghaliyah
Gia Ghaliyah Mohon Tunggu... Guru Fisika -

"Karena dengan menulis, saya meninggalkan banyak jejak sebagai saksi bahwa saya ikut andil memberikan solusi-solusi untuk bangsa ini."

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gerakan Pendidik Muda Cinta Anak Bangsa Sebagai Strategi Menghadapi AEC 2015

3 Oktober 2015   19:13 Diperbarui: 3 Oktober 2015   19:13 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemuda adalah harapan masa depan bangsa Indonesia. Kalimat itulah yang menjadi dasar penggerak semangat dan motivasi dalam pergerakkan pemuda. Siapakah pemuda? Agent of change? Karena itu, setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus pelajar, mahasiswa ataupun yang sudah menyelesaikan pendidikannya merupakan faktor-faktor penting yang sangat diandalkan oleh bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan juga mempertahankan kedaulatan Bangsa.

Dalam upaya mewujudkan cita-cita dan mempertahankan kedaulatan bangsa ini tentu akan menghadapi banyak permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi. Masalah-masalah yang harus dihadapi itu beraneka ragam. Dengan masalah-masalah yang sudah ada maupun yang akan datang, penting bagi rakyat Indonesia, terutama pemuda Indonesia untuk membiasakan diri dalam meningkatkan dan memperbaiki produktifitas kita sebagai bangsa Indonesia. Bangsa ini butuh orang–orang yang mampu bersuara dan memberikan sumbangsih konkrit bagi negaranya dengan segenap kemampuan dan daya kredibilitas yang dimiliki.

Pendidikan adalah salah satu tantangan yang harus dihadapi pemuda Indonesia. Salah satunya permasalahan sekaligus tantangan bagi pendidikan Indonesia adalah tidak meratanya pendidikan yang layak di daerah-daerah terpencil. Mampukah pendidik muda Indonesia menghadapi permasalahan-permasalahan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak di daerah-daerah pelsook dan perbatasan negeri? Mampukan pendidik muda Indonesia bersatu untuk menjawab tantang ASEAN Economic Community 2015?

Strategi Pemuda Indonesia Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

ASEAN Economic Community (AEC) 2015 merupakan salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Indonesia sangat perlu mencetak tenaga kerja terampil, karena tenaga kerja terampil yang paling banyak berpengaruh dan sangat ditekan dalam ASEAN Economic Community 2015. Menurut Global Competitiveness Index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum 2012-2013 memperlihatkan bahwa peringkat daya saing Indonesia berada pada posisi ke-50 dari 144 negara, turun dari posisi ke-46 pada 2011. Untuk kawasan ASEAN, Indonesia hanya menempati urutan ke-5 di bawah Singapura (2), Malaysia (25), Brunei (28), dan Thailand (38). SDM merupakan hal yang sangat penting sebagai pelaku dalam AEC 2015. SDM yang berkualitas, cekatan, inovatif dalam mengambil ide, langkah, dan tindakan, akan mampu bersaing dan kuat menghadapi tantangan yang dihadapai.

Sebagai pemuda Indoensia, kita harus optimis bahwa Indonesia juga tidak akan kalah dengan kualitas tenaga kerja terampil dari negara-negara tetangga se-Asia Tenggara. Sebenarnya Indonesia masih kurang dalam bidang pendidikan, sehingga kita kalah dalam hal sumber daya manusia dengan negara lain. Maka dari itu, Indonesia harus meningkatkan kualitas pendidikan agar kita tidak kalah saing dengan negara lain, yaitu dengan cara mencetak pendidik muda yang berkualitas dan menciptakan pendidikan yang berkualitas serta memberikan pendidikan yang layak untuk daerah-daerah pelosok di Indonesia.

Berdasarkan data BPS tahun 2013, tenaga kerja Indonesia yang produktif adalah 120 juta orang. Lalu bagaimana jika nanti tenaga kerja asing masuk ke Indonesia seperti tenaga kerja Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan lain-lain yang memiliki kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris atau keterampilan lainnya yang lebih baik dibandingkan negeri kita? Dalam waktu yang singkat, perguruan tinggi Indonesia harus mampu mempersiapkan lulusan yang siap bersaing di kancah internasional. Sebab jika tidak, nantinya kita justru menjadi penonton di negeri sendiri.

Pemerintah harus mendukung penuh demi terciptanya pemuda Indonesia yang berkualitas. Pemuda-pemudi Indonesia pun juga harus segera sadar bahwa ASEAN Economic Community 2015 harus siap dihadapi dengan kemampuan kompetensi yang mumpuni. Mampukah pemuda-pemudi Indonesia siap bersaing menghadapi AEC 2015? Tentunya mampu. Pemuda Indonesia harus berperan penting untuk menghadapi AEC 2015, yaitu menciptakan kualitas diri yang mumpuni untuk kompetensi dan keterampilan-keterampilan yang diharapkan. Indonesia, sebagai negara penggagas berdirinya ASEAN, seharusnya menjadikan AEC 2015 sebagai agenda prioritas nasional dalam meningkatkan SDM, mebangun infrastrukur, sampai tercapai sebuah tujuan, dimana Indonesia bisa menjadi Macan Asia. Mengedukasi di negeri sendiri dengan pendidikan yang berkualitas dan memeratakan pendidikan yang layak di daerah-daerah pelosok dan perbatasan, sadar dengan kompetensi dan keterampilan yang kurang, sosialisasi, lalu proteksi diri dan proteksi negeri dengan memberikan pengabdian kepada masyarakat. Pemuda-pemudi Indonesia juga harus memiliki integritas, yakni berkata, bersikap dan bertindak jujur serta berpihak pada nilai yang benar dan kepentingan publik.

Urgensi Pendidikan di Indonesia

Pendidikan adalah salah satu pemutus tali kemiskinan. Pendapat itu sepertinya telah lama kita kenal. Akan tetapi sudahkah bangsa ini membiarkan rakyatnya berpesta pora merayakan pendidikan? Sudahkah setiap warga negara di negeri ini mengenyam pendidikan hingga ke jenjang yang paling tinggi? Pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia yang diwacanakan oleh pemerintah ternyata belum membuat semua lapisan masyarakat Indonesia khususnya daerah pelosok dan perbatasan belum menikmati pendidikan dengan selayaknya, seperti contoh di Pulau Kalimantan, Pulau Irian Jaya, Pulau NTB, Pulau NTT, dan sebagainya. Program pendidikan sekolah gratis di Indonesia yang diumbar para wakil rakyat ketika akan dipilih hanya omong kosong belaka. Sekolah negeri yang oleh pemerintah ditujukan untuk menampuang masyarakat miskin agar dapat menempuh pendidikan ternyata lebih banyak diisi oleh masyarakat kelas menegah atas.

Melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, sulit untuk membuat gambaran umum untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya. Jika sekilas kita melihat pada sekolah-sekolah unggulan yang ada di kota, mungkin kita bisa berbangga dengan kondisi pendidikan kita saat ini. Sekolah-sekolah tersebut sudah sangat mapan dalam hal fasilitas dan kualitas. Para murid dan guru dari sekolah-sekolah elit selalu dimanja dengan fasilitas pendidikan yang lengkap dan mutakhir. Segala proses pembelajaran dijalankan dengan nyaman dan mudah sehingga dapat menghasilkan murid yang berkualitas. Namun, ketika kita melihat kondisi pendidikan di daerah pelosok dan perbatasan, keadaan tersebut sungguh berbanding terbalik.

Kondisi ini membuat masyarakat di daerah pelosok dan perbatasan Indonesia tidak dapat meningkatkan kompetensi pendidikannya karena tidak adanya pemerataan pendidikan yang seimbang. Alhasil perekonomian masyarkat pedalaman pun tidak meningkat untuk memeroleh kehidupan yang layak. Harus ada langkah proakitif pemerintah pusat maupun daerah untuk membangun pendidikan yang merata ke semua daerah sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia yang bermutu di segala lini daerah yang ada di Indonesia. Ada cukup banyak masyarakat di perbatasan dan pedalaman yang terpaksa harus tidak bersekolah karena kekurangan biaya dan termarginalnya mereka dari program-program pendidikan Pemerintah Pusat. Oleh karena itulah, mereka sangat berharap pemerintah benar-benar mewujudkan amanat yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945.

Pengabdian Kepada Masyarakat: Kegiatan Kerelawanan Pendidik Muda

Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah salah satu bentuk konkret dari seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia, karena sudah menjadi keharusan bagi setiap perguruan tinggi untuk melahirkan manusia-manusia yang intelek, kritis, peduli, dan berakhlak mulia. Dalam rangka memenuhi hal tersebut, mahasiswa itu sendiri harus tahu dan paham dengan bentul apa yang dimaksud dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian.

Poin ketiga dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah pengabdian. Pada hal ini mahasiswa harus mampu bersosialisasi dengan masyarakat dan mampu berkontribusi nyata. Salah satu bentuk kontribusi nyata dari pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan kerelawanan atau Volunteerism Activities. Kegiatan kerelawanan adalah wadah bagi mahasiswa untuk melakukan pengabdian ilmu yang didapat untuk diterapkan langsung kepada masyarakat sebagai salah satu penerapan dari tri dharma perguruan tinggi. Selain itu menurut penulis, kerelawanan adalah kegiatan yang tidak hanya sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat saja, tidak hanya dapat mengeksplorasi hard skill dan soft skill saja, tidak hanya memperkaya link ataupun hubungan pertemanan saja, tetapi bagi penulis, kegiatan kerelawanan juga merupakan salah satu ladang amal sebagai tabungan untuk akhirat nanti.

Peran pemuda saat ini sedang dipertanyakan. Ternyata sudah banyak para pemuda khususnya mahasiswa di beberapa daerah yang sudah sadar untuk bergerak memberikan kontribusi langsung dengan melakukan pengabdian kepada masyarakat. Menjadi “Pendidik Muda” merupakan kegiatan kerelawanan yang mampu mengurangi permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia, terutama di daerah pelosok dan perbatasan.

Gerakan Pendidik Muda Cinta Anak Bangsa

Salah satu solusi yang sedang diterapkan oleh pemuda-pemudi Indonesia untuk mengatasi permasalahan pendidikan adalah membuat gerakan-gerakan Pendidik Muda Cinta Anak Bangsa, misalnya membuat komunitas-komunitas yang bergerak di bidang pendidikan di daerah tempat tinggal, bergabung menjadi relawan pendidikan di yayasan anak ataupun menjadi pengajar di Community Development (Comdev) di kampus.

Kegiatan kerelawanan mampu menjawab tantangan ASEAN Economic Community 2015, dimana dibutuhkan SDM berkualitas sebagai tenaga terampil untuk mengatasi permasalahan-permasalahan bangsa terutama di bidang pendidikan. Mahasiswa yang tergabung dalam komunitas atau yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan bisa menjadikan dirinya sebagai pendidik muda, dimana mereka juga dapat mengasah hard skills dan soft skills yang dimiliki. Pendidik muda yang mengabdikan pikiran, tenaga, dan waktunya untuk ikut memberikan pendidikan yang layak di daerah pelosok dan perbatasan, ternyata mampu mengurangi sedikit demi sedikit permasalahan pendidikan yang tidak merata ini. Bayangkan, apakah yang terjadi jika semua pemuda tergabung dalam gerakan-gerakan Pendidik Muda Cinta Anak Bangsa?

Pemuda-pemudi Indonesia yang sevisi dan semisi untuk pendidikan yang lebih baik dapat membuat ataupun tergabung dengan yayasan atau komunitas-komunitas yang bergerak dalam pendidikan untuk daerah-daerah pelosok, seperti Rumah Belajar, KOPAJA, I-YES, Nusantara Young Leaders, Kampung Sarjana dan masih banyak lainnya. Bagaimana dengan pemuda-pemudi di perkotaan? Pendidik Muda di perkotaan juga dapat melakukan kegiatan kerelawanan terfokus untuk anak-anak jalanan, dimana mereka juga membutuhkan pendidikan yang layak.  

Mahasiswa juga dapat membuat Community Development (Comdev) dimana membuat pergerakan pengabdian masyarakat untuk pendidikan anak-anak di daerah yang dekat dengan kampus. Seperti yang dilakukan oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ), kampus negeri yang berada di tengah-tengah kota. Setiap fakultas di UNJ memiliki daerah-daerah tersendiri untuk focus umenjalankan misi Community Development Campus.

Peran pendidik muda sangatlah dibutuhkan untuk pergerakan kegiatan kerelawanan, dimana mereka dapat mengurangi permasalahan pendidikan di Indonesia dan menjawab tantangan AEC 2015 2015, yaitu bukan sebagai sekadar ancaman, melainkan sebagai peluang untuk menuju Indonesia yang lebih baik. Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada semua mahasiswa sebagai garda terdepan bangsa untuk ikut tergabung dalam kegiatan kerelawanan Gerakan Pendidik Muda Cinta Anak Bangsa sebagai bentuk pemenuhan point ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu melakukan pengabdian masyarakat

Daftar Pustaka

Hidayati, Harifah. 2014. Peran dan Strategi Pendidikan Tinggi dalam Menghadapi AEC 2015. Tersedia di: http://unihaz.ac.id/id/page/peran-dan-strategi-pendidikan-tinggi-dalam-menghadapi-aec-2015 [Diakses pada tanggal 10 Februari 2015]

Sesangka, Bambang Aris. 2014. Mutu Pendidikan: Banyak Perguruan Tinggi Tak Siap Hadapi MEA 2015. http://www.solopos.com/2014/08/29/mutu-pendidikan-banyak-perguruan-tinggi-tak-siap-hadapi-mea-2015-531118 [Diakses pada tanggal 12 Desember 2014]

Wibisono, Adhe Nuansa. 2014. AEC 2015 dan Reformasi Pendidikan Indonesia. The Habibie Center: Jakarta.

*Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk lolos seleksi sebagai Volunteer VTIC Foundation, sehingga penulis bisa melakukan kegiatan kerelawanan, yaitu mengajar anak-anak TKI di Serawak, Malaysia.

Kegiatan Kerelawanan Mengajar Anak-anak TKI di Serawak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun