Yayasan Biennale Yogya selenggarakan pameran seni Biennale Yogya XV Equator #5 di enam lokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pameran karya seni unik penuh arti yang diadakan 20 Oktober hingga 30 November 2019 ini mengangkat tema 'Do We Live in the Same PLAYGROUND?'.
Tahun ini pameran utama Biennale Yogya XV Equator #5 berlangsung di Taman Budaya Yogyakarta, Jogja National Museum, Jalan Ketandan Kulon 17, Kampung Jogoyudan, Helutrans Art Space, dan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Secara cuma-cuma, hanya mengisi buku tamu pengunjung sudah dapat menyaksikan karya seni dari 52 kurator dan seniman dari berbagai kota atau daerah se-Asia Tenggara.
Tema 'Do We Live in the Same PLAYGROUND?' mengajak para kurator dan seniman mengekspresikan seni dari fenomena masyarakat wilayah pinggiran di Asia Tenggara. Pinggiran tidak diartikan hanya soal geografis, tetapi juga soal subjek atau komunitas yang dirugikan secara ekonomi-politik di dalam struktur masyarakat tertentu.
Melalui karya, pengunjung diajak memahami masalah identitas (gender, ras, agama), narasi-narasi kecil atau alternatif, konflik sosial-politk, perburuhan, lingkungan, dan berbagai praktik kesenian yang masih terabaikan. Melalui ukuran dan media yang beragam, seniman menuangkan buah pikir mereka agar pengunjung dapat menginterpretasikannya melalui objek visual.
Setiap karya di Biennale Yogya XV Equator #5 dilengkapi dengan penjelasan nama, ukuran, media, tahun pembuatan, hingga deskripsi lengkap mengenai ekspresi seni para seniman tersebut. Â Karya unik mereka masing-masing memiliki pesan tersirat dan tersurat yang dapat diinterpretasikan beragam oleh para pengunjung.
Berikut tiga spot karya seni unik di Biennale Yogya XV Equator #5 yang terdapat di Taman Budaya Yogyakarta:
1. Penggambaran Muslimah di Pattani Karya Muslimah Collective
Kelompok yang terdiri atas lima seniman muslimah dari Pattani, Yala, dan Narathiwat, Muslimah Collective mengekspresikan potret Muslimah di Pattani, Thailand. Sketsa hitam putih hingga warna-warni dapat disaksikan pengunjung di salah satu sudut Taman Budaya Yogyakarta.Â
2. Have You Heard It Lately? Karya Studio Malya
Karya seni ini disajikan di dalam satu ruangan gelap yang berisi 64 kaleng yang digantung dan satu telepon merah di tengah-tengahnya. Uniknya, kaleng tersebut berisi 64 kesaksian dan komentar terkait tragedi kemanusiaan 1965.
Pengunjung dapat mendengarkan satu per satu kesaksian tersebut dengan mendekatkan kaleng pada telinga. Kaleng diibaratkan  telepon yang dapat membuat pengunjung tergugah untuk mengangkat dan mendengarkannya.
3. Sira Setata Karya Popok Tri Wahyudi
Karya yang dibuat berbahan dasar tikar dan rafia ini menggambarkan perjuangan dan kehidupan bangsa Asia Tenggara termasuk Indonesia dalam bentuk rangkaian cerita. Tikar yang digambar menggunakan tali rafia warna-warni tersebut digantung landscape sehingga menarik perhatian pengunjung.
Terdapat penggambaran peta Indonesia dan Asia Tenggara yang disertai dengan kapal yang ketika itu digunakan penjajah untuk mengeksplor kekayaan alam Indonesia.
"Spot-spot di Biennale Yogya tahun ini unik. Saya tertarik sama yang Have You Heard Lately? karena banyak cerita yang bisa kita dengar di sana," ujar Nugroho Adi, pengunjung asal Kulon Progo.
Selain pameran karya seni, Yayasan Biennale Yogya juga mengadakan workshop yang diisi oleh seniman dan komunitas di Yogyakarta seperti Workshop Damar Kurung Kampung Jogoyudan dan Workshop Plasticology . Beberapa musisi seperti The Beast Kids asal SD Tumbuh Yogyakarta, Voice of Baceprot (VoB) dari Garut, dan Pistakun Kuantalaeng asal Thailand  turut memeriahkan awal rangkaian Biennale Yogya XV Equator #5.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H