Mohon tunggu...
Ghusyara Hima
Ghusyara Hima Mohon Tunggu... -

Mahasiswa psikologi yang sedang mengerjakan tugas-tugasnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Skala Psikologi sebagai Alat Ukur

12 Agustus 2018   23:53 Diperbarui: 12 Agustus 2018   23:55 7696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam ranah psikologi para peneliti seringkali melakukan penelitian dimana di dalamnya membutuhkan adanya pengukuran untuk memberikan hasil penelitian. Pengukuran merupakan kegiatan yang sangat fundamental dalam keilmuan. Pengetahuan tentang manusia, objek, kejadian, dan proses diperoleh melalui pengamatan. Penafsiran yang masuk akal terhadap segala hasil pengamatan tersebut seringkali harus dilakukan melalui proses pengukuran, yaitu semua yang menarik minat keilmuan memerlukan pengukuran (DeVellis, 2003: 4).

Pengukuran atau proses kuantitatif suatu atribut pada bidang fisik telah memiliki berbagai alat ukur seperti timbangan untuk berat badan, stature meter untuk tinggi badan, thermometer untuk suhu udara dan lain-lain, yang dapat diterima secara universal atau meyeluruh. Validitas, reliabilitas, dan objektivitas hasil pengukuran di bidang fisik tidak lagi menjadi sumber kekhawatiran dan tidak banyak lagi dipertanyakan oleh banyak orang, dan untuk menjaga akurasi hasil pengukuran fisik selalu dapat dilakukan tera ulang atau kalibrasi secara berkala.

Pada pengukuran di bidang nonfisik, terlebih lagi ranah psikologi, masih berada dalam taraf perkembangan, yang artinya beberapa tes dan skala psikologi yang terstandart (standart measures) dan yang telah terstandartkan (standardized measures) kualitasnya belum dapat dikatakan optimal. Pengukuran atribut psikologi lebih sukar dan mungkin tidak akan pernah dapat dilakukan dengan tingkat validitas, reliabilitas, dan objektivitas yang tinggi di bandingkan dengan pengukuran atribut fisik. Hal ini disebabkan karena :

  1. Atribut psikologi bersifat laten, yang eksistensinya ada secara konseptual. Artinya objek pengukuran psikologis merupakan konstrak yang tidak dapat diamati secara langsung melainkan hanya dapat diungkap secara tidak langsung melalui banyak indikator keperilakuan yang operasional. Bukanlah hal mudah merumuskan indikator keperilakuan dengan tepat.
  2. Aitem-aitem di dalam skala psikologi ditulis berdasarkan indikator keperilakuan yang jumlahnya terbatas. Keterbatasan tersebut mengakibatkan hasil pengukuran psikologi menjadi tidak cukup komprehensif sedangkan indikator perilakuan tersebut sangat mungkin masih tumpah tindih dengan indikator keperilakuan dari atribut psikologi yang lainnya.
  3. Respon yang diberikan oleh subjek terhadap stimulus dalam skala psikologi dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak relevan seperti gangguan kesehatan subjek, kondisi disekitar, suasana hati subjek, dan hal-hal seperti itu.
  4. Atribut psikologi yang ada di dalam diri manusia stabilitasnya tidak tinggi. Dapat berubah seiring berjalannya waktu dan situasi.
  5. Interpretasi terhadap hasil ukur psikologi hanya dapat dilakukan secara normatif. Yang artinya terdapat banyaknya sumber eror dalam pengukuran psikologi.

Keterbatasan-keterbatasan yang ada di dalam pengukuran psikologi tersebut menjadikan prosedur konstruksi skala-skala psikologi lebih rumit dan harus dilakukan secara penuh perencanaan dan sistematik sehingga sumber eror yang ada dapat ditekan lebih dalam dan menjadi sekidit mungkin. Jadi sejak awal pembuatan skala psikologi harus diperhatikan permasalahan validitas pengukuran, dari awal langkah konstruksi sampai terakhir dan sesudahnya.

Atribut Psikologi sebagai Objek Ukur

Atribut psikologi hanya dapat diukur sampai tingkat skala ordinal. Hasil ukur skala psikologi dapat pula dinyatakan secara interval yaitu dengan melalui proses penskalaan, tetapi tetap tidak memiliki satuan ukur yang jelas dikarenakan tidak adanya titik nol absolut.

Atribut psikologi yang dapat dijadikan sebagai objek ukur dikategoriasikan menjadi beberapa macam, yaitu :

  1. Atribut kemampuan (kognitif)

Kemampuan yang bersifat potensial

Kemampuan potensial umum (Intelegensi)

Kemampuan potensial khusus (Bakat)

Kemampuan yang bersifat aktual (Prestasi)

  1. Atribut bukan kemampuan

Kemampuan psikologi adalah atribut yang menunjukan kapasitas intelektual atau fungsi fikir manusia, oleh karenanya sering disebut sebagai kemampuan kognitif yang terbagi menjadi kemampuan potensial dan kemampuan aktual.

Atribut potensial merupakan modal dasar dalam bentuk peluang atau probabilitas teoritik individu untuk berkembang mencapai perfomansi yang optimal. Potensi merupakan batas performansi optimal yang mungkin dicapai oleh individu.

Satu bentuk potensi kognitif adalah kapasitas intelektual dalam pemecahan permasalahan secara umum yang sering disebut intelegensi, ada juga bentuk yang lainnya adalah kapasitas intelektual dalam berbagai bidang khusus, seperti bakat verbal, bakat mekanikal, bakat seni, dan lain-lain. Kemampuan kognitif bersifat stabil dan dalam pengukurannya perubahan angka biasanya tidak lebih dari fluktasi varian eror standar. Sedangkan prestasi merupakan paduan interaktif antara potensi dan usaha (pembelajaran dan pelatihan).

Atribut psikologi yang bukan kemampuan kognitif terkadang disebut sebagai atribut kepribadian dan atribut afektif. Menurut Cronbach (1970: 5), atribut bukan kemampuan dikenal sebagai performansi tipikal (typical performance), performansi tipikal inilah yang menjadi objek ukur skala-skala psikologi.

Karakteristik skala psikologi

Di dalam ranah psikologi umunya tes digunakan untuk penyebutan alat ukur yang mengukur atribut kognitif, dan akan disebut sebagai skala apabila mengukur atribut non-kognitif. Ada beberapa karakteristik skala psikologi, yaitu :

  1. Stimulus atau aitem dalam skala psikologi berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung menunjukkan atribut yang akan diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang diukur. Dengan subjek memahami dengan mudah isi aitemnya namun subjek tidak mengetahui apa yang sedang diukur maka subjek akan memberikan jawaban yang menginterpretasikan terhadap isi aitem, sehingga jawaban subjek akan lebih bersifat proyeksi diri dan perasaannya dan merupakan gambaran tipikal reaksinya.
  2. Dikarenakan atribut psikologi diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selali berisi banyak aitem.
  3. Tidak ada jawaban benar maupun salah, semua respon subjek terhadap suatu aitem dapat diterima apabila dijawab dengan jujur dan sungguh-sungguh. Skor yang diberikan hanya merupakan kuantitas yang mewakili indikasi adanya atribut yang diukur.

Karakteristik tersebut merupakan ciri pengukuan terhadap atribut tipikal. Didalam penggunaannya sebagai alat penelitian psikologi, skala performansi tipikal digunakan untuk mengungkap aspek-aspek afektif dan berbagai variabel kepribadian lain seperti agresifitas, motivasi, kecemasan, dan sebagainya.

Faktor-faktor yang melemahkan validitas

Dalam pengertian yang paling umum, validitas adalah ketepatan dan kecermatan instrument dalam menjalankan fungsi ukurnya. Arti dari validitas sendiri menunjuk pada sejauhmana skala tersebut mampu mengungkapkan secara akurat dan teliti data mengenai atribut yang dirancang untuk mengukurnya. Validitas sangat erat kaitannya dengan tujuan ukur, dimana setiap skala hanya dapat menghasilkan data yang valid untuk satu tujuan ukur yang spesifik. Validitas adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap alat ukur.

Berguna atau tidaknya suatu alat ukur sangat ditentukan oleh bagaimana validitasnya, oleh karena itu sejak awal tahap perancangan sampai akhir perancangan usaha-usaha untuk menegakkan validitas harus selalu dilakukan dengan benar. Perancang skala harus benar-benar memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi validitas skala psikologi, faktor-faktor yang dimaksud antara lain :

Konsep teoritik tidak cukup dipahami

Perancang skala psikologi harus memahami dengan baik atribut yang akan diukur, hal ini sangat penting karena apabila perancang tidak mengenali konsep atribut yang akan diukur maka akan menjadikan aspek dan indikator yang tidak tepat, yang pada akhirnya akan menyebabkan aitem-aitem yang tercipta menjadi tidak valid. Perancang skala psikologi harus memahami batas-batas (domain) atribut yang dikukur, bila tidak maka akan menyebabkan tumpang-tindih (overlap) dengan kawasan ukur atribut lain, yang nantinya akan menjadikan skala menjadi tidak komprehensif.

Aspek keperilakuan tidak operasional

Konsep atribut yang jelas akan mempermudah dalam perusuman indikator-indikator keperilakuan yang juga akan lebih mudah dipahami oleh penulis aitem. Indikator keperilakuan dibuat berdasarkan batasan konseptual tentang atribut yang akan menjadi operasional yang terukur, apabila perumusan ini tidak operasional dan menimbulkan penafsiran ganda maka akan menciptakan aitem-aitem yang tidak valid, aitem yang tidak valid akan menjadikan skala yang tidak valid pula.

Penulisan aitem tdak mengikuti kaidah

Responden akan sulit memahami apabila penulisan aitem tidak mengikuti kaidah, seperti kalimat yang terlalu panjang, tidak mengikuti tata-bahasa, aitem yang hanya mendorong responden untuk memilih jawaban tertentu, atau aitem yang memancing reaksi negatif. Dapat dipastikan bahwa kesalahan-kesalahan tersebut adalah hasil dari proses penulisan aitem yang mengabaikan kaidah-kaidah penulisan yang standar.

Administrasi skala tidak berhati-hati

Skala dan aitem yang baik apabila disajikan kepada respoden dengan cara yang sembarangan dapat menghasilan data yang tidak valid. Administrasi skala perlu berbagai persiapan dan antisipati dari pihak penyaji. Penyaji harus memperhatikan penampilan skala (validitas tampang), desain dari skala harus ditampilkan dengan desain yang indah, mudah dipahami, dengan huruf-huruf yang jelas dan tepat, sehingga responden akan dengan serius memberikan jawaban dan akan mendapatkan hasil data yang valid. Selain itu situasi ruang juga harus dikondisikan dalam keadaan yang tenang, nyaman, pencahayaan yang terang, dan tidak ada gangguan atau kehadiran dari pihak ketiga, sehingga responden tidak akan terganggu dan merasa nyaman ketika memberikan jawaban. Responden atau subjek juga harus dalam kondisi yang sehat, baik fisik maupun psikologis.

Pemberian skor tidak cermat

Kekeliruan penggunaan kunci jawaban dan penghitungan skor yang salah sering terjadi oleh pemeriksa, meskipun ada kunci jawaban yang digunakan. Pada skala konversi skor, kesalahan dapat terjadi sewaktu mengubah skor menjadi skor derivasi karena salah lihat pada tabel konversi.

Keliru Interpretasi

Interpretasi terhadap skala psikologi merupakan proses yang penting, skala yang baik apabila diinterpretasikan secara tidak benar dan tepat maka akan sia-sia kesimpulan diagnosisnya karena tidak tepat. Dikarenakan validitas dan reliabilitas skala psikologi tidak sempurna maka harus benar-benar diperhatikan kecermatan interpretasinya agar hasil yang didapat tidak salah.

Langkah-langkah dasar konstruksi

Awal kerja perancangan suatu skala psikologi dimulai dari identifikasi tujuan ukur, yaitu memilih suatu definisi dan mengenali teori yang mendasari konstrak psikologis atribut yang hendak diukur.

Kemudian dilakukan pembatasan kawasan (domain) ukur berdasarkan konstrak yang didefinisikan oleh teori yang bersangkutan. Pembatasan ini harus diperjelas dengan menguraikan komponen atau dimensi-dimensi yang ada dalam atribut termaksud. Dengan mengenali batasan ukur dan adanya dimensi yang jelas maka skala akan mengukur secara komprehensif dan relevan, yang pada gilirannya akan menunjang validitas isi skala.

Komponen atau dimensi atribut teoritik yang telah jelas batasannya tidak jarang masih perlu dioperasionalkan ke dalam bentuk yang lebih konkret sehingga penulis aitem akan memahami benar bentuk respon yang harus diungkap dari subjek. Operasionalisasi ini dirumuskan ke dalam bentuk indikator-indikator perilaku (behavioral indicators).

Sebelum penulisan aitem dimulai, perancang skala perlu menetapkan bentuk atau format stimulus yang hendak digunakan. Format stimulus ini erat berkaitan dengan metode penskalaannya. Biasanya pemilihan format skala lebih banyak tergantung pada kelebihan teoritis dan manfaat praktis format yang bersangkutan.

Penulisan aitem dapat dilakukan apabila komponen-komponen atribut telah jelas identifikasinya atau bila indikator-indikator perilaku telah dirumuskan dengan benar. Biasanya komponen-komponen atribut dan indikator-indikator perilaku disajikan sebagai bagian dari blue-print skala. Di samping memberikan gambaran mengenai isi dan dimensi kawasan ukur, blue-print akan menjadi acuan dalam penulisan aitem. Penulisan aitem sendiri harus pula selalu memperhatikan kaidah-kaidah penulisan yang sudah ditentukan. Pada tahapan awal penulisan aitem, umumnya dibuat aitem yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah yang dispesifikasikan oleh blue-printnya.

Review pertama dilakukan oleh penulis aitem sendiri, yaitu dengan selalu memeriksa ulang setiap aitem yang baru saja ditulis apakah telah sesuai dengan indikator perilaku yang hendak diungkap dan apakah juga tidak keluar dari pedoman penulisan aitem. Apabila semua aitem telah selesai ditulis, review dilakukan oleh beberapa orang yang berkompeten pada bidang penskalaan. Semua aitem yang diperkirakan tidak sesuai dengan spesifikasi blue-print atau yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan harus diperbaiki atau ditulis ulang. Hanya aitem-aitem yang diyakini akan berfungsi dengan baik yang boleh diloloskan untuk mengikuti uji-coba lapangan.

Kumpulan aitem yang telah melewati proses review dan analisis kualitatif kemudian di uji cobakan. Tujuan uji coba ini pertama adalah untuk mengetahui apakah kalimat dalam aitem mudah dan dapat dipahami oleh responden sebagaimana diinginkan oleh penulis aitem. Reaksi-reaksi responden berupa pertanyaan mengenai kata-kata atau kalimat yang digunakan dalam aitem merupakan pertanda kurang komunikatifnya kalimat yang ditulis dan itu memerlukan perbaikan. Tujuan kedua, uji-coba dijadikan salah satu cara praktis untuk memperoleh data jawaban dari responden yang akan digunakan untuk penskalaan.

Analisis aitem merupakan proses pengujian parameter-parameter aitem guna mengetahui apakah aitem memenuhi persyaratan psikometris untuk disertakan sebagai bagian dari skala. Parameter aitem yang diuji paling tidak adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem, yaitu kemampuan aitem dalam membedakan antara subjek yang memiliki atribut yang diukur dan yang tidak.

Hasil analisis aitem menjadi dasar dalam seleksi aitem. Aitem-aitem yang tidak memenuhi persyaratan psikometris akan disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu sebelum dapat menjadi bagian dari skala. Sebaliknya, aitem-aitem yang memenuhi persyaratan pun tidak dengan sendirinya disertakan ke dalam skala. Proses kompilasi akan menentukan mana di antara aitem tersebut yang akhirnya terpilih.

Pengujian reliabilitas skala dilakukan terhadap kumpulan aitem-aitem terpilih yang banyaknya disesuaikan dengan jumlah yang telah dispesifikasikan oleh blue-print. Apabila koefisien reliabilitas skala ternyata belum memuaskan, maka penyusun skala dapat kembali ke langkah kompilasi dan merakit ulang skala dengan lebih mengutamakan aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi sekalipun perlu sedikit mengubah proporsi aitem dalam setiap komponen atau bagian skala.

Proses validasi pada hakikatnya merupakan proses berkelanjutan. Pada skala-skala yang akan digunakan secara terbatas pada umumnya dilakukan pengujian validitas berdasar kriteria sedangkan pada skala yang dimaksudkan untuk digunakan secara luas biasanya diperlukan proses analisis faktor dan validasi silang (cross validation).

Format final skala harus dirakit dalam tampilan yang menarik namun tetap memudahkan bagi responden untuk membaca dan menjawabnya. Dalam bentuk akhir, skala dilengkapi dengan petunjuk pengerjaan dan mungkin pula lembar jawaban yang terpisah.

Penutup

Dalam penelitian psikologi, skala psikologi sangat diperlukan untuk proses membuatan alat ukur. Skala psikologi sendiri harus melalui berbagai proses agar dapat digunakan sebagai alat ukur. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi atau merendahkan nilai-nilai skala psikoogi apabila salah dalam penggunaannya. Di dalam skala psikologi juga terdapat validitas dan reliabilitas yang mempengaruhi hasil kualitas dari skala psikologi tersebut.

Sebagai perancang skala psikologi harusnya memahami dengan baik dan benar tentang bagaimana skala psikologi digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian psikologi. Apabila perancang memiliki kompetensi yang baik dalam pemahaman skala psikologi akan menciptakan suatu skala psikologi atau alat ukur yang baik dan tepat dengan validitas, reliabilitas, dan objektivitas yang tinggi, begitu pula sebaliknya apabila perancang tidak memahami dengan baik skala psikologi sebagai alat ukur maka akan menghasilkan alat ukur yang tidak bisa menguji atribut psikologi yang diukur.

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2016). Dasar-dasar Psikometrika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2007). Tes Prestasi: Fungsi Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (1995). Sikap Manusia -- Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2012). Penyusun Skala Psikolgi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gregory, R.J. (2013). Tes Psikologi: Sejarah, Prinsip, dan Aplikasinya. Jakarta: Penerbit Erlangga (versi original dipublikasi 2011)

Latipun. (2006). Psikologi Eksperimen. Malang: UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang

Marliani, R. (2010). 'Pengukuran dalam Penelitian Psikologi'. Psympatic, Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. III, No.1: 107-120

Sumadi, S. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Andi Ofset. Yogyakarta

Widhiarso, W. dan Suhapti, R. (2009). 'Eksplorasi Karakteristik Item Skala Psikologis yang Rentan terhadap Tipuan Respon'. Jurnal Psikologi. Vol 36, 1, 73-91

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun