Mohon tunggu...
Ghulam Haidar dkk.
Ghulam Haidar dkk. Mohon Tunggu... Lainnya - Sekelompok Mahasiswa

Annisa Fitriyani, Azizah Anggun, Habiba Akeyla.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Food Estate

29 Desember 2020   22:10 Diperbarui: 30 Desember 2020   09:16 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Food estate merupakan sebuah program yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai upaya dalam mewujudkan ketahanan pangan. Food estate ini tidak hanya difokuskan pada bidang pertanian saja, tetapi juga di bidang perkebunan dan peternakan. Pengimplementasian food estate ini diutamakan di daerah luar Jawa karena di sana ketersediaan lahan masih cukup luas. 

Berdasarkan pernyataan Presiden Joko Widodo dalam rapat Sepetember 2020, target utama pengembangan food estate berada di Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Sumatra Utara.

 Saat ini, pengembangan lumbung pangan di Kalimantan Tengah ditargetkan selesai bulan Desember 2020, sedangkan lumbung padi di Sumatra Utara telah berada di tahap pengajuan IP4T dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Selain itu, terdapat beberapa daerah yang juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai lumbung pangan, seperti Sumatra Selatan dan Papua.

Lidya Yuniartha, seorang reporter, yang dikutip dari nasional.kontan.co.id, menerangkan bahwa tahap awal dari program food estate akan dilakukan proses intensifikasi lahan di kawasan eks pengembangan lahan gambut (PLG) seluas 30.000 hektare (Ha). Hal tersebut tentu harus memperhatikan aspek ekologis di sekitar lahan pengembangan. 

Ditinjau dari apa itu lahan gambut, perlu diketahui bahwa lahan ini dapat dikatakan tanah yang terbentuk dari timbunan bahan organik sehingga kandungan karbon pada lahan gambut sangat besar.

Gambar 2. Lahan Gambut. (Sumber : wartasawit.com)
Gambar 2. Lahan Gambut. (Sumber : wartasawit.com)

Tanah gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 - 4. Sifat fisik tanah gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian, seperti berat isi (bulk density), kadar air, daya menahan beban (bearing capacity), pengeringan yang tidak balik (irriversible drying),  dan subsiden (penurunan permukaan). 

Kadar air tanah gambut berkisar 100 -- 1.300% dari berat keringnya. Hal ini berarti gambut dapat menyerap air sampai 13 kali bobotnya sehingga gambut bersifat hidrofilik. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan berat isi menjadi rendah, gambut menjadi lembek, dan daya menahan bebannya menjadi rendah.

Pemerintah memanfaatkan lahan gambut di Indonesia sebagai lahan kegiatan budidaya, mulai dari pertanian, perikanan, dan peternakan. Lahan gambut dalam pertanian biasanya digunakan untuk budidaya kelapa sawit, padi, nanas, lidah buaya, jelutung rawa, punak, resak, kapur naga, gaharu, sagu, karet, kelapa, bawang (termasuk bawang merah), cabai, jagung, bunga kol, pare, dan akasia.

Lahan gambut sangat berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian karena lahan ini mengandung bahan organik yang tinggi. Namun, terdapat kendala dalam pelaksanaannya, yaitu lahan ini memiliki pH yang sangat rendah. Namun, pH yang rendah dapat ditingkatkan dengan teknologi-teknologi pengolahan lahan petanian yang ada. 

Dampak negatif dari kandungan asam organik dapat dikurangi dengan pengolahan air dan penambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation sehingga lahan gambut memiliki potensi besar untuk dijadikan lahan pertanian, perkebunan, dan holtikultura. Jika tidak dilakukan pemanfaatan lahan,  lahan yang tersedia ini hanya akan menjadi lahan tidur yang luas di Indonesia.

Terlepas dari potensi lahan gambut, pemanfaatannya sebagai lahan food estate perlu diperhatikan lagi karena tanah gambut sendiri yang digunakan sebagai lahan pertanian memiliki beberapa permasalahan yang dapat berdampak pada aspek pertanian dan aspek selain pertaniannya.

Pada dasarnya penggunaan lahan gambut untuk pertanian itu memerlukan biaya yang tinggi karena dalam menghasilkan beberapa jenis tanaman diperlukan perlakuan tertentu dengan frekuensi perlakuan yang tinggi. 

Perlakuan ini dilakukan untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman karena pada lahan gambut efek pemberian bahan seperti dolomit cenderung tidak bertahan lama.

Pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan food estate juga berpotensi merusak lingkungan dan dapat mempengaruhi kondisi sosial petani jika terjadi konflik. Namun, potensi negatif tersebut dapat diatasi apabila penggunaan pupuk berimbang dan juga sistem irigasi yang baik dapat terwujud. 

Meskipun penggunaan lahan gambut memiliki berbagai kelemahan dan kontroversi dalam kebijakannya, peran food estate sebagai penyedia cadangan pangan atau logistik sebagai pertahanan pangan negara diharapkan dapat terlaksana. Maka dari itu, penerapan ecology sustainable perlu ditingkatkan dengan memperhatikan analisis dampak yang terjadi terhadap lingkungan yang digunakan sebagai lahan food estate.

Aspek lain dalam pengembangan lahan gambut sebagai food estate juga harus memperhatikan keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat. Menurut Rudy dan Iwan (2011), keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat tersebut termasuk ke dalam dimensi sosial, artinya indikator pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan, dan usaha memperoleh pendapatan sangat penting dipertimbangkan dalam proses pembangunan. 

Oleh karena itu, pembangunan food estate dengan pemanfaatan lahan gambut harus menjamin kesejahteraan sosial masyarakat dan mencegah terjadinya konflik sosial.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun