TETESAN DARAH SEDARAH
Oleh  : GHUFRON AL-BATTAR
Malam mulai melasat hilang meninggalka gubuk-gubuk tua yang mulai rapu dimakan usia, meninggaln ribuan  tetes air bening di rumput ilalang. Di kejauhan sana burung-burung bernostalgia menyambut jubah kehangatan dunia. Eppak baru saja keluar dari dalam rumah,sebuah celurit tersanggul dibelakang punggungnya. Eppak memang tidak pernah lupa, setiap pagia selalu mencarikan rumput untuk sapi kesayangannya.
Ketika semua sudah siap, aku keluar dari dalam rumah dengan baju warna putih, celana merah, sepatu warna hitam, kaos kaki hitam putih, dan sebuah tas yang tergantung pada dua bahuku. Tak lupa pula aku pamit pada Emmak, yang sedang menyapu di teras rumah.
"Mak Aku berangkat dulu ya, Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam, hati-hati dijalan." Selesai aku mencium tangan emak, kulangkahkan kaki menjauh dari pelataran rumah. Udara yang begitu segar, persawahan, kebun tebu terpampang dikanan kiriku. Tak terasa aku sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah. Mungkin sekitar lima langkah aku meninggalkan gerbang sekolah, terdengal suara  bel yang menggema diarea sekolaha, pertanda jam masuk akan dimulai.
"Assalamualaikum." Ucapku saat saat baru sampai di rumah, ternyata tak ada jawaban. Mungkin Emak lagi ada di belakang pikirku. Saat aku memasuki rumah ternyata Eppak sedang ada tamunya. Tanpa disuruh aku mencium tangan Eppak dan tamunya.
"Cong, perkenalkan ini namanya Juder. Kamu bisa memanggilnya  dengan sebutan Pak Juder." Cong, panggilan akrab Eppak kepadaku, Eppak lebih sering memanggilkuu seperti itu dari pada namaku, yaitu soheb.
"Pak saya  ke kamar dulu, mau mengganti seragam sekolah. Mari Pak Juder." Mendengar perkataanku Pak Juder agak sedikit terkejut. Sejak aku masuk Pak. Juder selalu memperhatikanku. Aku tidak tahu kenapa.
Hari minggu telah tiba. Seperti biasa Eppak sudah siap untuk mencari rumput di sawah, sebelum Eppak keluar dari pagar rumah, tiba-tiba Pak Juder datang menghampiri Eppak.Â
Aku tak bisa mendengar pembicaraan mereka berdua. Tak lama setelah itu, kulihat mata Pak. Juder memerah sepertinya Pak Juder sangat marah, karena  penasaran aku keluar menuju kehalaman rumah. Eppak dan Pak Juder mentap kearahku, saat menyadari aku berada didepan pintu rumah. Aku tidak menghiraukan tatapan mereka berdua. Aku  berjalan menuju posisi mereka berdua.
"Bersiaplah sampean Ri, nanti sore aku akan mengabulkan apa yang kamu inginkan." Itulah kata terahir yang Pak Juder ucapkan, lalu dia pergi meninggalkan Eppak, sebelum aku menanyakan apa yang terjadi, Eppak juga pergi meninggalkanku. Satu persatu pertanyaan mulai membayangi pikiranku.