Sejak adanya kehidupan manusia di permukaan bumi, hajat untuk hidup secara kooperatif di antara manusia telah dirasakan dan telah diakui sebagai faktor esensial agar dapat bertahan dalam kehidupan. Seluruh manusia bergantung satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ketergantungan mutualistik dalam kehidupan individu dan sosial diantara manusia telah melahirkan sebuah proses evolusi bertahap dalam pembentukan sistem pertukaran barang dan pelayanan.
Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia dari zaman ke zaman, sistem pertukaran ini berevolusi dari aktivitas yang sederhana kepada aktivitas ekonomi yang modern.
Ilmu ekonomi konvensional yang mendominasi pemikiran ekonomi modern, telah menjadi sebuah disiplin ilmu yang sangat maju dan canggih, melalui suatu proses pengembangan panjang selama lebih dari satu abad. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu ekonomi konvensional memberikan kontribusi yang amat besar bagi kemajuan kehidupan manusia secara materiil, terutama sesudah Perang Dunia II.
Pada masa ini, revolusi ekonomi mampu memberikan kesejahteraan kepada manusia, bersamaan dengan meningkatnya produksi, satu membaiknya sarana komunikasi dan bertambahnya kemampuan eksploitasi sumber daya alam. Standar hidup di antara kelas pekerja menjadi lebih tinggi daripada bila mereka hanya bergantung pada pertanian.
Pada masa Rasulullah Saw, Islam memberikan ruang yang sangat luas bagi berkembangnya perekonomian. Salah satu prinsip dasar dalam muamalah adalah bahwa segala sesuatu hukumnya mubah, kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya, menjadi pendorong utama inovasi ekonomi yang mempercepat pertumbuhan ekonomi Islam.
Pada masa Khulafaur al-Rashidin, ilmu ekonomi semakin berkembang. Pada masa ini masyarakat mencapai taraf kesejahteraan yang tinggi, yang semakin bertambah pada masa Umar bin Abdul Aziz. Ekonomi Islam mencapai puncak kejayaannya seiring dengan kejayaan Islam secara keseluruhan pada masa khalifah Harun al-Rashid. Masa kekhalifahan Harun al- Rashid berlangsung hampir seperempat abad (170-193H/786-809 M), ketika Baghdad tumbuh dari sebuah kekosongan menjadi pusat dunia kekayaan dan pendidikan. Pada masa ini, aktivitas-aktivitas komersial berkembang sampai ke Cina. Ketersediaan bantuan keuangan yang melimpah bagi para mahasiswa dan sarjana menjadikan dunia muslim sebagai suatu tempat pertemuan bagi para sarjana dari segala bidang pengajaran dan berbagai aliran dan agama. Keadilan dalam sistem perpajakan pertanian menghasilkan tingginya produksi pertanian dan meningkatnya kesejahteraan petani (Al-As'fahani, IX: 3375).
Namun berbagai permasalahan internal dan eksternal umat Islam, termasuk kerusakan moral dan peristiwa perang salib, telah melemahkan ekonomi Islam dan menghentikan perkembangan ekonomi Islam selama satu setengah 3 abad. Berdasarkan sejarah yang menunjukkan efektifitas sistem perekonomian Islam bila dilaksanakan sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya, sistem ekonomi Islam kembali dilirik sebagai solusi berbagai permasalahan sosial ekonomi internasional. Jika instrumen ekonomi Islam diimplementasikan dengan baik dan benar, maka masalah-masalah krusial perekonomian dapat diantisipasi sehingga tidak menimbulkan krisis ekonomi maupun finansial sebagaimana yang saat ini tengah terjadi. Dengan demikian, ekonomi Islam dapat digunakan sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia dan akherat). Perilaku manusia disini berkaitan dengan landasanlandasan syariat sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Dalam ekonomi Islam kedua hal tersebut berinteraksi dalam porsinya masing-masing hingga terbentuklah sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar dasar nilai ilaiyah.
Jika dilihat dari tujuannya, sekilas tidak ada perbedaan antara ekonomi Islam dan sistem ekonomi lainnya, yaitu untuk mencari pemenuhan berbagai keperluan hidup manusia, baik bersifat pribadi atau kolektif. Demikian juga dengan prinsip dan motifnya, di mana setiap orang atau masyarakat berusaha mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dengan tenaga atau biaya yang sekecil-4 kecilnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun sesungguhnya ekonomi Islam secara mendasar berbeda dari sistem ekonomi yang lain dalam hal tujuan, bentuk dan coraknya. Sistem tersebut berusaha memecahkan masalah ekonomi manusia dengan cara menempuh jalan tengah antara pola yang ekstrim yaitu kapitalis & sosialis. Singkatnya ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasar pada Alquran & Hadis yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia di dunia dan akhirat.
Ekonomi konvensional telah mencanangkan dua tujuan. Tujuan yang pertama bersifat positif dan berhubungan dengan realisasi efisiensi dan pemerataan dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya. Tujuan yang lain dapat dianggap sebagai normatif dan diungkapkan dalam bentuk tujuan sosioekonomi yang secara universal diinginkan, seperti pemenuhan kebutuhan, keadaan kesempatan kerja penuh, laju pertumbuhan ekonomi yang optimal, distribusi pendapatan yang adil (merata), stabilitas ekonomi dan keseimbangan lingkungan hidup (Chapra, 1996: 13-14). Sepintas lalu kedua tujuan ini sangat ideal, karena dimaksudkan untuk melayani kebutuhan individu dan masyarakat. Namun dalam prakteknya, kedua tujuan ini menjadi tidak konsisten. Bahkan negara-negara yang kaya tenyata tidak mampu memenuhi tujuan normatifnya, sekalipun mereka memiliki sumber-sumber daya yang besar. Jika sebagian tujuan ini terwujud, hal ini hanya dapat dilakukan dengan merugikan tujuan yang lain. Misalnya, tujuan efisiensi dengan penggunaan mesin industri diperoleh dengan merugikan tujuan perluasan kesempatan kerja, atau sebaliknya. Bukti-bukti menunjukkan bahwa kegagalan ini semakin nyata di seluruh belahan dunia
Solusi yang Ditawarkan
Dari uraian yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka solusi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
Pertama, Islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor growth). Islam mencapai pro-poor growth melalui dua jalur utama: pelarangan riba dan mendorong kegiatan sektor riil. Pelarangan riba secara efektif akan mengendalikan inflasi sehingga daya beli masyarakat terjaga dan stabilitas perekonomian tercipta. Bersamaan dengan itu, Islam mengarahkan modal pada kegiatan ekonomi produktif melalui kerja sama ekonomi dan bisnis seperti mudārabah, muzāra'ah dan musāqah. Dengan demikian, tercipta keselarasan antara sektor riil dan moneter sehingga pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara berkesinambungan.
Kedua, Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak pada kepentingan rakyat banyak (pro-poor budgeting). Dalam sejarah Islam, terdapat 15 tiga prinsip utama dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal yang ketat, tata kelola pemerintahan yang baik dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya untuk kepentingan publik. Tidak pernah terjadi defisit anggaran dalam pemerintahan Islam walau tekanan pengeluaran sangat tinggi, kecuali sekali saja, pada masa pemerintahan Nabi Muhammad s.a.w, yang disebabkan oleh peperangan. Bahkan pada masa Khalifah Umar dan Uthman terjadi surplus anggaran yang besar. Yang kemudian lebih banyak didorong adalah efisiensi dan penghematan anggaran melalui good governance. Di dalam Islam, anggaran negara adalah harta publik sehingga anggaran menjadi sangat responsif terhadap kepentingan orang miskin.
Ketiga, Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor infrastructure). Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak eksternalitas positif dalam rangka meningkatkan kapasitas dan efisiensi perekonomian. Nabi Muhammad s.a.w. membagikan tanah di Madinah kepada masyarakat untuk membangun perumahan, mendirikan permandian umum di sudut kota, membangun pasar, memperluas jaringan jalan, dan memperhatikan jasa pos. Khalifah Umar bin Khattab membangun kota Kufah dan Basrah dengan memberi perhatian khusus pada jalan raya dan pembangunan masjid di pusat kota. Beliau juga memerintahkan Gubernur Mesir, Amr bin Ash, untuk mempergunakan sepertiga penerimaan Mesir untuk pembangunan jembatan, kanal dan jaringan air bersih.
Keempat, Islam mendorong penyediaan pelayanan publik dasar yang berpihak pada masyarakat luas (pro-poor public services). Terdapat tiga bidang pelayanan publik yang mendapat perhatian Islam secara serius: birokrasi, pendidikan dan kesehatan. Di dalam Islam, birokrasi adalah amanah untuk melayani publik, bukan untuk kepentingan diri sendiri atau golongan. Khalifah Usman tidak mengambil gaji dari kantornya. Khalifah Ali membersihkan birokrasi dengan memecat pejabat-pejabat pubik yang korup. Selain itu, Islam juga mendorong pembangunan pendidikan dan kesehatan sebagai sumber produktivitas untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Kelima, Islam mendorong kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin. Terdapat tiga instrument utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan, infak dan wakaf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H