pada kamis, 11 februari 2021 iklan aplikasi Starmaker di televisi mendapat sorotan dari komisi penyiaran Indonesia (KPI). Pasalnya iklan ini dinilai telah mempromosikan LGBT (Lesbian,gay,bisexual dan transgender). Â Starmaker sendiri merupakan aplikasi menyanyi populer yang memungkinkan penggunanya menyanyikan lagi sesukanya dan berkonsep seperti karaoke. Â Iklan tersebut menampilkan seseorang pria yang berpenampilan menyerupai perempuan, kemudian menyayikan lagu "Cinta nestapa." Starmaker ini telah menampilkan adegan yang tidak pantas sekaligus tak mengindahkan kepentingan dan perlindungan anak, serta remaja dalam aspek produksi siaran dan iklan tersebut telah ditayangkan di beberapa stasiun televisi seperti GTV, RCTI, MNCTV, Indosiar, Trans TV dan SCTV.
Komisi penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi teguran tertulis untuk program siaran iklan "Starmaker" di enam stasiun televisi, karena iklan ini dinilai telah melanggar pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS) KPI dengan menampilkan adegan yang dinilai tida pantas sekaligus tidak mengindahkan kepentingan dan perlindungan anak serta remaja dalam aspek produksi siaran. Berdasarkan keterangan dalam surat teguran untuk enam stasiun televisi itu, tayangan iklan Starmeker melanggar dua pasal dalam P3SPS KPI tahun 2012 yakni Pasal 14 ayat 2 P3 dan Pasal 15 ayat 1 SPS. Pada Pasal 14 ayat 2 disebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran. Sementara, Pasal 15 ayat 1 mewajibkan lembaga penyiaran memperhatikan dan melindungi hak dan kepentingan orang atau kelompok pekerja yang dianggap marginal, dengan orientasi seks dan identitas gender tertentu, yang memiliki cacat fisik atau mental, pengidap penyakit tertentu atau orang dengan masalah kejiwaan."dilansir dari kpi.go.id".
Di era new normal ini, tentu masyarakat banyak menghabiskan waktunya dirumah. Hal tersebut membuat para produsen melihat peluang marketing baru yang dapat memberikan keuntungan bagi mereka, diantaranya adalah menyasar kebutuhan akan hiburan yang dapat dinikmati di rumah bersama keluarga. Banyaknya waktu yang dihabiskan di rumah juga mempengaruhi konsumsi tayangan televisi, dimana sebagian besar masyarakat lebih menyukai menonton televisi  dibandingkan media hiburan lainnya. Menurut artikel yang ditayangkan dalam portal berita sindonews bahwa peningkatan konsumsi tayangan televisi tentu saja dibarengi dengan peningkatan pemasangan iklan. Karena iklan merupakan salah satu alat dalam bauran promosi (Promotion mix), yang terdiri dari lima alat utama yaitu periklanan (Adversting), promosi penjualan (Sales Promotion), penjualan pribadi (Personal Selling), hubungan masyarakat atau publisitas (Public Relation), pemasaran langsung dan digital (Direct and Digital Marketing). (Phlip Kotler, 2016) Namun, iklanlah yang paling banyak digunakan khususnya untuk produk konsumsi. Meskipun tidak secara langsung berakibat terhadap pembelian, iklan merupakan sarana untuk membantu pemasaran yang efektif untuk menjalin komunikasi antara perusahaan dengan konsumen dalam usahanya untuk menghadapi pesaing.
Starmaker adalah sebuah aplikasi baru yang mulai dipublikasikan pada januari 2021. Aplikasi ini menyasar semua umur dan kalangan, baik kaum wanita maupun pria. Dengan men-download aplikasi ini, para pengguna dimungkinkan untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya lewat musik favorit. Tak hanya itu, selain dapat bernyanyi dan menikmati kesenangan berkaraoke bersama teman-teman, para penggunapun dapat merekam, mengedit dan berbagi untuk menemukan teman bernyayi baru yang juga menyukai musik. Pengguna cukup memilih lagu yang akan dinyanyikan dan dapat menonton diri sendiri secara langsung sambil mengikuti lirik yang muncul di layar. Aplikasi ini juga dilengkapi dengan opsi pengaturan suara sehingga membuat suara pengguna dimaksimalkan agar terdengar seperti penyanyi professional.
Starmaker versi Ekspresikan Suaramu yang tayang di televisi sejak Januari 2021. Iklan tersebut berdurasi 30 detik dan bercerita mengenai seorang pria (berusia sekitar 50 tahun) yang diam-diam memiliki hobi menyanyi namun tidak berani menunjukkan kesenangannya itu di depan keluarganya. Karena itulah ia menggunakan aplikasi StarMaker ketika sedang di rumah sendirian dan mengekspresikan dirinya sendiri lewat gaya dan suara dengan latar musik berjudul Aigoo Nona Oppa Tak Berdaya. Melalui aplikasi tersebut ia juga bisa bertemu teman-teman baru yang memiliki hobi sama atau bisa berkaraoke bersama-sama.
Penggambaran sosok pria yang berpakaian wanita dalam iklan tersebut jika dilihat dari Etika Pariwara Indonesia (EPI) bersifat Hiperbolisasi yaitu teknik menampilkan pesan periklanan yang dengan sengaja melebih-lebihkan secara amat sangat, sehingga membuat sesuatu pesan atau adegan pesan periklanan tampil jauh melampaui ambang penalaran atau akal sehat. Teknik ini kadang digunakan untuk menciptakan keunikan, humor, atau sekadar sebagai unsur penarik perhatian. (Dewan Periklanan Indonesia, 2020) Hal ini dilihat dari pemeran utama dalam iklan tersebut yang menggunakan atribut wanita, dari memakai wig (rambut palsu), merias wajah menggunakan make up (bisa dilihat dari pamakaian eye shadow dan lipstick), memakai jaket berbulu yang identik dengan jaket yang digunakan perempuan dan pemakaian rok mini dengan motif seperti rok yang sering dipakai oleh girl band asal Korea. Â Penggunaan atribut wanita oleh pria tersebut dapat perpotensi menimbulkan kontroversi sosial dalam masyarakat karena menampilkan sosok waria. Secara fisik waria adalah laki-laki yang melakukan banyak hal untuk merepsententasikan kewanitaan dalam tubuh mereka. Waria atau wanita pria adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari[1]hari. Waria dapat diartikan sebagai pria yang dianalogikan dengan perilaku yang lemah gemulai, lembut, dan kewanita-wanitaan. Sifat dan perilaku ini bukan dibuat[1]buat, walau ada beberapa kasus waria yang memang dengan sengaja mengubah perilakunya menjadi seperti wanita. Salah satu ciri yang dapat terlihat adalah berdandan seperti layaknya wanita. Mereka memakai make up seperti bedak, lipstik dll dan juga berpakaian layaknya wanita. Cara berjalan mereka pun dengan menggoyangkan panggulnya dan berbicara dengan nada yang agak manja. (ATMASARI, 2013).
Perempuan sering dijadikan sebagai obyek utama ataupun hanya pemanis dalam sebuah iklan, karena memiliki daya tarik tersendiri. Namun sayangnya banyak pengiklanan yang menempatkan perempuan dalam posisi lemah dengan hanya menonjolkan kecantikan, sensualitas, dan tubuh ideal yang didefinisikan, dibentuk, diciptakan oleh hegemoni maskulin tidak melalui kekerasan fisik namun melalui reproduksi kreatif dalam hal ini iklan televisi. Tak hanya itu menggunakan karakter perempuan sebagai sebuah humor atau bertujuan menghibur dapat memberikan representasi negatif bagi pemirsa dalam memandang imej perempuan. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan model utama pada iklan Starmaker yang diluncurkan awal tahun 2021 lalu. Mereka menggunakan model pria yang memakai aksesoris wanita seperti makeup, wig, hingga rok mini. Hal ini tentunya bertentangan dengan etika pariwara Indonesia (EPI) atau etika periklanan.
Goyangan yang ditampilkan dalam iklan Starmaker juga menimbulkan kesan sensual dan erotis dimana sang aktor menggoyangkan pinggulnya dengan kaki yang dibuka agak lebar. Hal ini tidak sesuai dengan aturan dari EPI yang melarang mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dalam bentuk dan dengan cara apapun. Iklan harus berusaha mendukung terciptanya lingkungan dan perilaku sosial yang positif, seperti persahabatan, toleransi, kemurahatian dan penghargaan pada orang lain, serta tidak menampilkan hal-hal yang sebaliknya seperti prasangka negatif maupun hal-hal yang mengganggu atau merusak jasmani dan rohani anak, ataupun memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman atau kepolosan mereka. {Dewan periklanan Indonesia).
Hal ini tentu saja dapat dianggap melecehkan kaum perempuan, karena pada hakekatnya bernyanyi bisa dilakukan siapa saja dan tidak harus menggunakan pakaian seksi apalagi goyangan-goyangan yang menggoda. Aturan bahwa Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuan sehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan martabat perempuan tertuang dalam Etika Pariwara Indonesia (Dewan Periklanan Indonesia, 2020). Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa iklan starmaker telah melanggar aturan EPI.
Terlebih iklan Starmaker ini ditayangkan pada jam-jam utama atau prime time, dimana anak dan orang tua biasanya duduk bersama untuk menonton televisi. Dikhawatirkan penggunaaan sosok waria dalam iklan tersebut dapat memberikan pengaruh negatif pada anak, khususnya mereka menganggap bahwa pria berpakaian perempuan itu adalah lucu dan menyenangkan. Hal tersebut dikhawatirkan dapat merusak jasmani dan rohani anak dimana bisa saja mereka berusaha meniru dandanan dari iklan tersebut dan akhirnya bisa terjebak dalam orientasi seksual yang salah. Karena itulah Berdasarkan Etika Pariwara Indonesia pendekripsian pada iklan StarMaker tersebut tidak sesuai aturan periklanan karena model, tokoh, sosok atau Pribadi yang memiliki catatan buruk atau berpotensi menimbulkan kontroversi sosial dalam masyarakat. Tak hanya itu, Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuan sehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan martabat perempuan. (Dewan Periklanan Indonesia, 2020).
Penggambaran sosok waria dalam iklan merupakan hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat Indonesia dan juga nilai-nilai agama. Indonesia sebagai negara dengan penduduk yang mayoritas muslim tentunya memilki aturan yang jelas mengenai hal ini. Dalam islam, kita dilarang untuk berpakaian menyerupai lawan jenis. Seorang pria tidak boleh menggunakan pakaian wanita, begitu juga sebaliknya. Hal ini bukan hanya terbatas pada masalah pakaian saja, namun juga menyangkut semua hal yang berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan seperti pria dilarang berdandan seperti wanita, memakai perhiasan seperti wanita dll.