Jakarta, 19 Juni 2024 - Jaksa Agung Republik Indonesia, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, telah menyetujui 11 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Keputusan ini diumumkan dalam sebuah ekspose yang dipimpin oleh JAM-Pidum hari ini.
Keputusan penghentian penuntutan ini melibatkan 11 tersangka dari berbagai daerah, masing-masing sebagai berikut:
1. Nurja Hud alias Nurja dari Kejaksaan Negeri Tidore Kepulauan, terkait Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Atmaja S.P. alias Maja anak Check Donatus Dunsen dari Kejaksaan Negeri Sambas, terkait Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
3. Muhammad Ferdi bin Muhammad Yusuf (Alm.) dari Kejaksaan Negeri Sanggau, terkait Pasal 376 KUHP tentang Penggelapan.
4. Andrey Kurniawan Dian Tri Legowo alias Andre alias Dian bin Budiono dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, terkait Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Kuat bin Muhadi dari Kejaksaan Negeri Kendal, terkait Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Laras Candra Gumilang bin Dwi Saryono dari Kejaksaan Negeri Purbalingga, terkait Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
7. Mahyudin alias Udin bin (Alm) Suto dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, terkait Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
8. Lidiyansa alias Abay bin Asmawi dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, terkait Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Deswirman panggilan Win bin Jamain dari Kejaksaan Negeri Sijunjung, terkait Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
10. Rizky Rhamadhan alias Batak bin Deni Alpino dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, terkait Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
11. Adam Darun Nafis bin Helmi Sapril dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, terkait Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Beberapa alasan utama yang mendasari keputusan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini adalah:
1. Tersangka telah berdamai dengan korban dan meminta maaf.
2. Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.
3. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
4. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun.
5. Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
6. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan.
7. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan perkara ke persidangan.
8. Pertimbangan sosiologis.
9. Respon positif dari masyarakat.
JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Hal ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan kepastian hukum.
Kepala Pusat Penerangan Hukum
Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H