Di jaman yang serba instan ini, banalitas dan kedangkalan telah menjadi tradisi. Pancasila, misalnya, kini ia tidak dipahami sebagai sistem filsafat yang menjadi pandangan hidup bangsa. Sila-sila yang ada di dalamnya hanya menjadi bahan pelajaran untuk dihafal di ruang-ruang kelas yang sempit. Bahkan nama Pancasila sendiri seringkali hanya digunakan sebagai tameng oleh beberapa oknum politikus untuk mencapai agenda politik terselubungnya. Pancasila juga terkadang hanya digunakan sebagai ajang gagah-gagahan untuk menunjukkan superioritas eksistensi. Dengannya, pihak penyandang nama tersebut bisa gasak sana gasak sini, mengabaikan esensi-esensi yang terkandung di dalam Pancasila itu sendiri.
Hal-hal yang demikian sudah semestinya diakhiri. Bangsa ini harus kembali merefleksikan Pancasila sebagai sebuah sistem filsafat yang utuh. Tidak hanya pada kerangka teoretis saja, namun juga mesti bermuara pada praktik-praktik dalam kehidupan sehari-hari. Lantas pertanyaannya, bagaimanakah sesungguhnya sistem filsafat Pancasila yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia tersebut? Bagaimana pula sesungguhnya cara mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari? Dua pertanyaan inilah yang akan menjadi fokus pembahasan pada artikel kali ini.
Â
Sistem Filsafat Pancasila
Pancasila disebut sebagai sistem karena ia merupakan sebuah kesatuan yang utuh. Kesatuan ini bukanlah suatu bagian besar yang berdiri sendiri, namun ia terdiri dari bagian-bagian yang berada dalam sebuah kerangka yang mengarah pada sebuah tujuan yang sama. Bagian-bagian tersebut tentu saja adalah kelima sila Pancasila, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Permusyawaratan, dan Keadilan Sosial.
Sebenarnya masing-masing sila tersebut bisa dipahami secara terpisah. Namun untuk memahami sebuah kesatuan, mau tidak mau bagian-bagian yang saling terpisah tersebut harus diintegrasikan. Dengan demikian akan nampak hubungan-hubungan yang jelas di antara sila-sila tersebut, di mana antara sila yang satu tidak saling memperlemah satu sama lain. Sila-sila tersebut membentuk sebuah kekuatan yang terpadu.
Seperti ini mungkin ilustrasinya. Tuhan yang Maha Esa mengilhami kepekaan rasa kemanusiaan kita; Kemanusiaan membawa kesadaran tentang arti penting Persatuan; dan Persatuan tersebut mewujud dalam bentuk Kerakyatan yang bercirikan permusyawaratan untuk menyelesaikan masalah bersama sehingga pada akhirnya akan tercipta sebuah tatanan yang berkeadilan sosial.
Seperti lazimnya sistem filsafat-filsafat yang lain, Pancasila juga memiliki dasar-dasar yang membentuknya menjadi sebuah sistem filsafat yang utuh. Dalam ilmu filsafat terdapat tiga dasar yang perlu diketahui sehingga sebuah pemikiran bisa disebut sebagai sistem filsafat. Ketiga dasar tersebut adalah dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis. Penjelasan mengenai tiga dasar sistem filsafat Pancasila ini akan dibahas pada bagian di bawah ini.
Dasar Ontologis Pancasila
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang membahas tentang hakikat sesuatu. Dengan kata lain, kajian yang bersifat ontologis mencoba untuk menjawab pertanyaan yang didahului dengan kata tanya apa atau apakah. Misalnya, apakah Pancasila itu? Di sini kita bisa memberikan rumusan ontologis bahwa Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia; Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: "paca" berarti lima dan "la" berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan ontologis tersebut tentu bukanlah sesuatu yang tiba-tiba muncul begitu saja. Terdapat sebuah proses yang mendasari munculnya rumusan ontologis tersebut. Dalam konteks Pancasila, yang menjadi dasar ontologis tersebut adalah kehidupan manusia. Kelima sila Pancasila merupakan sebuah buah pikiran dari sekelompok manusia unggul yang memikirkan seluk beluk kehidupan manusia di wilayah bernama Indonesia dengan tujuan untuk mencapai kehidupan ideal bagi seluruh manusia.
Hal tersebut senada dengan penjelasan Profesor Kaelan dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pancasila. Beliau menjabarkan bahwa dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis yang juga disebut sebagai dasar antropologis. Dengan kata lain, yang berketuhanan, yang berperikemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial adalah manusia.