Terakhir adalah pertanyaan apakah sastra dapat membuat manusia bahagia. Jawabannya adalah tidak diragukan lagi. Ini adalah sebuah kesimpulan dari seluruh uraian tadi. Apalagi selain kebahagiaan. Orang yang telah tercerahkan pikirannya akan memiliki langkah yang mantap dalam mengarungi sengkarut kehidupan. Mantapnya langkah tersebut membawakan ketenangan dalam batin sehingga perasaan pun juga tercerahkan. Akhirnya pencerahan tersebut juga mendatangkan manfaat praktis-pragmatis material yang melengkapi segalanya. Singkatnya, sastra memang layak untuk dicintai karena ia bisa membuat hidup manusia lebih bahagia.
Keterangan:
* Artikel ini pernah tayang di indonesiaimaji.com dan bastrawan.com
[1] Diskusi tersebut adalah sebuah acara bedah buku tiga karya dari penulis-penulis asal Trenggalek. Acara yang diadakan pada Jum'at malam 7 Oktober 2016 di aula kecamatan Pogalan tersebut diprakarsai oleh Quantum Litera Center (QLC), salah satu wadah kegiatan literasi di Trenggalek yang bekerjasama dengan IPNU/IPPNU ranting Pogalan.
[2] Peserta tersebut adalah seorang mahasiswi Prodi PKn STKIP PGRI Trenggalek bernama Chusnul. Ia terlibat cukup aktif dalam kegiatan literasi maupun kesusasteraan yang ada di Trenggalek, di antaranya dengan bergabung dengan UKM Kompas (Komunitas Pecinta Sastra) STKIP-PGRI Trenggalek.
[3] Ia adalah Nurani Soyomukti, seorang aktivis-perintis pergerakan literasi di kabupaten Trenggalek. Ia juga telah menulis dan menerbitkan beberapa buku, terutama yang menyoroti tentang permasalahan-permasalahan sosial kontemporer.
[4] Tentang hal ini, silahkan merujuk pada sebuah buku memoar karya Budiman Sudjatmiko yang berjudul Anak-Anak Revolusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H