Nona
sialan,
aku masih belum ingin berhenti
menuliskan ungkapan hati ini
hati yang lama sepi
jiwa yang tersiksa sunyi
sendiri..
aku tak peduli, nona
walau kau telah mencinta
dan kau begitu memujanya
kau tahu,
aku telah gila
tergila-gila oleh indahnya cinta
ya,
aku telah jatuh cinta
jatuh cinta untuk ketiga kalinya
kini,
aku punya harapan untuk melepasnya
tanpa kesedihan
tanpa duka lara
kekosongan telah diganti oleh kehampaan.
terima kasih untukmu Nona.
(Trenggalek, 28 Oktober 2014)
Hilang
kekecewaan yang tiada terungkapkan
tujuanku telah hilang
aku gagal karena sebuah paksaan
bukan karena bebasnya keinginan.
(Trenggalek, 29 Oktober 2014)
Visualisasi
visualisasi yang teramat indah
dari bunga yang sedang merekah
dia memang terlihat lemah
namun dia tidaklah payah
ia mampu membuatku gundah
ia sanggup membuatku lelah
tapi aku tiada akan jengah
menunggu saat melepaskan panah.
imajinasiku memang parah
fantasiku tidak pernah searah
pikiranku tiada akan menyerah
kepada emosi cinta yang menjajah.
namun perasaan ini ingin kalah
karena visualisasi itu begitu indah.
(Trenggalek, 29 Oktober 2014)
Mbambung
mbambung,
berjalan sambil merenung
tidak diam seperti patung
berjuta pikiran menggunung
tanpa sekalipun memikirkan untung.
mbambung,
jiwa ini sedang murung
melihat mereka semua terkurung
terkurung terkatung-katung.
mbambung,
jalan ini masih panjang tersambung
lautan itu pasti pula berpalung
burung-burung itu tidak ingin terkurung
di udara mereka ingin bebas bersenandung
tak mungkin ada batu yang menyandung.
mbambung,
terlihat nestapa kian merundung
tangan kaki banyak yang buntung
lidah tidak mampu menyambung
walau masih bisa meraung
mata telah menjadi bakung
hati tak lagi punya relung.
mbambung,
di setiap awal pasti ada ujung
setelah ujung itu tiada lagi akan berujung
sungguh bahagia orang yang selalu merenung
merenung kemudian tidak henti-hentinya menyanjung
menyanjung Yang Maha Agung.
mbambung,
di setiap awal pasti ada ujung
setelah ujung itu tiada lagi akan berujung.
(Trenggalek, 4 November 2014)
Cemburu Lapis Baja
kecemburuan ini dilapisi baja
baja setebal-tebalnya
kau tidak akan mampu menembusnya
kau tidak mungkin melihatnya.
kecemburuan ini sungguh nikmat kurasa
melihat kau bergurau senda
tapi kau tidak akan melihatnya
karena ia dilapisi baja
baja setebal-tebalnya.
kecemburuan tumbuh karena cinta
cinta yang terbakar api asmara
api itu, akankah meluluhkan baja
baja yang setebal-tebalnya
mungkin akan butuh waktu yang sangat lama
dan kau akan melihatnya.
kecemburuan ini tidaklah buta
karena pikiranku masih bekerja
bekerja untuk membuat baja
baja berlapis yang kokoh tertempa
dan kau tidak mampu menembusnya
apalagi melihat isi di dalamnya
tapi kau masih bisa
mendengar dan merasakannya.
kecemburuan ini dilapisi baja
membentuk sebuah ruang kedap suara
kau tidak mungkin melihatnya
kau tidak akan mendengar apapun dari luarnya
kau tidak akan tahu apa-apa
kau tidak tahu
aku cemburu karena cinta.
kecemburuan ini membuatku merana
walau tidak membikinku gila
tapi sampai kapan rasa itu menyala
sampai kapan ia sembunyi di balik baja
aku hanya ingin kau merasa
kecemburuan ini akan lebih berharga
jika kau merasa dan membalas dengan cinta
tanpa kau harus menembus baja
karena baja itu tidak ada.
(Trenggalek, 11 November 2014)
Renungan Jiwa
apa yang kulihat
apa yang kudengar
dan apa yang kurasa
kucoba untuk mencernanya dalam jiwa
kucoba merenungkannya walau tak berharga
karena setiap yang dilihat mata
didengar oleh telinga
dan yang hati merasa
pasti terdapat hikmah yang
menyemarakkan semesta.
(Trenggalek, 15 November 2014)
Kasihan Para Kondektur
kasihan para kondektur
mereka sedikit-sedikit ditegur
oleh penumpang yang tak berbaur
karena uang mereka tercukur
bbm naik, ongkos bis pun naik
dan kasihan, karena kondektur pun juga naik
naik darah karena dituduh tidak baik
kenapa bbm harus naik?
tak tahukah, kasihan itu para kondektur yang baik
setidaknya mereka menjalankan prosedur dengan laik,
tapi penumpang-penumpang itu memang picik
mereka sungguh-sungguh licik
beraninya cuma mengumpat wong cilik
kenapa mereka tidak mendamprat wong politik
wong politik yang berkuasa dengan menggelitik
mereka itu picik
mereka itu licik
mereka tidak seperti kondektur yang baik
(Trenggalek, 1 Desember 2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H